Mahfud MD Sebut Nepotisme Tak Bisa Dihalangi Konstitusi, Akan Melanggar HAM
Merdeka.com - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkapkan, tidak ada yang bisa mencegah praktik nepotisme maupun dinasti politik pada Pilkada Serentak 2020. Hal itu dikarenakan tidak ada aturan hukum yang melarang kedua praktik tersebut.
"Mungkin kita sebagian besar enggak suka dengan nepotisme, tapi harus kita katakan tidak ada jalan hukum konstitusi yang bisa menghalangi orang itu mencalonkan diri berdasarkan nepotisme atau sistem kekeluargaan sekalipun," kata Mahfud dalam webinar 'Pilkada dan Konsolidasi Demokrasi Lokal' Sabtu (5/9)
Mahfud mengatakan, seluruh negara di dunia tidak ada yang menghalangi warganya untuk mencalonkan diri dengan cara nepotisme atau politik dinasti. Mahfud bahkan mengatakan, siapapun yang melarang adanya praktik nepotisme dan dinasti politik dianggap telah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
-
Mahfud hindari fitnah saat Pilpres 2024? 'Saya sengaja ke berbagai kampus tidak datang, kecuali dalam kampanye terbuka yang sengaja diselenggarakan kampus seperti Unair, kampanye terbuka, semua kontestan diundang tapi kalau kuliah saya tidak, berhenti selama musim kampanye,' ujar pria yang diketahui sebagai pakar hukum tata negara ini.
-
Kenapa Mahfud MD ajak WNI di Malaysia untuk memilih? Oleh sebab itu, dia meminta agar seluruh warga negara Indonesia yang berada di Kuala Lumpur untuk memilih pada 14 Febuari 2024 mendatang.
-
Siapa saja yang diajak Mahfud untuk memilih? 'Salah satu cara untuk turut menjaga kelangsungan negara Republik Indonesia, saudara, diberi hak oleh konstitusi untuk menentukan, untuk memilih pemimpin sendiri, memilih wakil rakyat sendiri, yang tidak ditunjuk atau diwakilkan kepada siapapun,' kata Mahfud.
-
Bagaimana Mahfud ingin menularkan ketegasannya? “Justru saya akan semakin tegas dan membuat jaringan-jaringan agar ketegasan itu akan menular ke birokrasi di mana saya memimpin. Itu saja sebenarnya,“ pungkas Mahfud MD.
-
Siapa yang Mahfud minta jangan dekat saat kampanye Pilpres 2024? Salah satunya adalah Gubernur Sumatra Utara yang dulu merupakan staf ahli atau Pangdam Sumut yang dulu Sesprinya di Kemenkopolhukam.
-
Kenapa Mahfud tidak ingin membuang reputasinya? “Saya tidak akan membuang reputasi saya selama 24 tahun ke belakang lalu akan mengubah diri 5 tahun ke depan,“ tegas Mahfud.
"Di mana-mana (nepotisme dan dinasti politik) tidak bisa dihalangi oleh hukum dan konstitusi. Tidak bisa. Akan terjadi pelanggaran HAM," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, tidak ada seorang pun yang bisa mencegah praktik nepotisme maupun dinasti politik pada Pilkada tahun ini. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu juga menilai, nepotisme maupun dinasti politik tidak selamanya buruk. Dia menyontohkan kasus pencalonan salah satu Pilkada Bangkalan beberapa waktu lalu.
"Dulu di Kabupaten Bangkalan ada yang mau mencalonkan diri karena kakaknya memimpin tidak baik. Jadi belum tentu orang nepotisme itu niatnya selalu jelek," ujarnya.
Mahfud mengajak masyarakat untuk berpikiran lebih terbuka mengenai kondisi ini. Menurut dia, warga yang memang tidak suka dengan nepotisme bisa memilih calon yang bukan dari kalangan dinasti politik.
"Kalau tidak suka terhadap nepotisme, kesadaran moral masing-masing saja. Tapi, kita mau larang juga tidak bisa, ini fakta," jelas Mahfud.
Pilkada tahun 2020 ini penuh sorotan, bukan hanya karena digelar saat pandemi, namun politik dinasti yang semakin meramaikan Pilkada Serentak 2020.
Beberapa nama yang disorot adalah anak Presiden Joko Widodo Gibran Rakabuming Raka di Solo, mantu Presiden Jokowi Bobby Nasution di Medan, serta keponakan Ketua Umum Partai Gerindra Rahayu Saraswati dan anak Wapres Ma'ruf Amin Siti Nur Azizah di Tangerang Selatan.
Dalam diskusi yang sama, direktur Eksekutif di Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC), Djayadi Hanan mengungkapkan bahwa dinasti politik sangat erat kaitannya dengan nepotisme. Ia menyebutkan bahwa negara yang cenderung banyak dinasti politiknya maka angka korupsinya pun semakin tinggi.
"Menurut penelitian, negara yg memiliki dinasti politik cenderung tingkat korupsi lebih tinggi, hanya di spore dan monarki dan maju, dinasti politik tidak pengaruh ke korup," ujar Djayadi dalam diskusi yang sama, Sabtu (5/9).
Menurut penelitian tersebut, kata Djayadi, politisi dari dinasti politik akan memainkan anggaran di beberapa sektor yang anggarannya paling tinggi seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
"Ada politik anggaran di situ. Anggarannya lebih tinggi di bidang infrastruktur, kesehatan, sanitasi, pendidikan tapi enggak ada pertumbuhan ekonomi, kenapa bidang itu karena bidang itu biayanya banyak dan menjangkau publik," katanya.
(mdk/rhm)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Calon wakil presiden Mahfud Md memberikan respons terkait dinasti politik yang akhir-akhir ini menjadi perbincangan publik
Baca SelengkapnyaMahfud mengatakan anggota keluarga boleh menduduki jabatan di dalam demokrasi namun harus berkompetisi secara fair
Baca SelengkapnyaSyaratnya adalah ada orang lain yang bukan bagian keluarga Kepala Negara tadi juga mendapatkan porsi dan hak yang sama.
Baca Selengkapnyalkifli Hasan sepakat dengan Jokowi bahwa tidak ada aturan yang melarang pejabat negara untuk memihak dan berkampanye.
Baca SelengkapnyaMahfud MD akhirnya mengungkap pesan Megawati saat dibisiki. Bahkan dia diundang untuk bertemu setelah itu.
Baca SelengkapnyaAnies bersama pasangannya, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin juga berjanji menghilangkan nepotisme di Indonesia
Baca SelengkapnyaSelama tidak menggunakan fasilitas negara, tidak masalah seorang menteri menjadi tim sukses.
Baca SelengkapnyaMahfud ditanya oleh seorang warga apakah Paslon Nomor Urut 3 hanya tunduk kepada rakyat dan konstitusi, serta tidak menjadi boneka parpol
Baca SelengkapnyaSetelah resmi dideklarasikan sebagai pasangan bakal capres can cawapres, Ganjar Pranowo-Mahfud MD langsung menemui para pendukungnya.
Baca SelengkapnyaKata Mahfud, banyak juga yang dia promosikan menjadi Pangdam, Plt Gubernur, Pj Bupati atau Wali Kota.
Baca SelengkapnyaGugatan diajukan oleh oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surakarta (Unsa) bernama Almas Tsaqibbirru.
Baca SelengkapnyaHasto menyebut dipilihnya Ganjar-Mahfud sebagai calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) bukan untuk kepentingan partai.
Baca Selengkapnya