Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Menolak kepala daerah dipilih DPRD, menerangi ruang gelap Pilkada

Menolak kepala daerah dipilih DPRD, menerangi ruang gelap Pilkada Ilustrasi Pilkada Serentak. ©2015 Merdeka.com

Merdeka.com - Usulan pemilihan kepala daerah melalui Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) coba dihidupkan kembali. Padahal rencana ini sudah gagal diimplementasikan empat tahun lalu. Terhitung sejak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (Perppu Pilkada).

Kali ini giliran Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Bambang Soesatyo yang kembali mengusulkan sistem tersebut. Usulan itu muncul lantaran belakangan ini sejumlah kepala daerah tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan suap, gratifikasi dan korupsi. Baik proyek pemerintah maupun gratifikasi dari swasta.

Mereka diduga melakukan itu untuk modal politik dalam pemilihan kepala daerah. Sebab, beberapa di antaranya kembali maju di Pilkada Serentak 2018 sebagai calon petahana. Besarnya biaya politik yang harus dikumpulkan sebagai modal maju dalam pemilihan kepala daerah diduga kuat menjadi alasan para calon petahana melakukan korupsi, menerima suap dan gratifikasi.

Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng heran dengan munculnya kembali usulan pemilihan kepala daerah melalui DPRD.

"Ini sama saja bertentangan dengan otonomi dan desentralisasi demokrasi. Biarkan rakyat memilih pemimpin sesuai yang mereka mau. Bukan maunya DPRD," ungkap Robert saat berbincang dengan merdeka.com, semalam.

Usulan itu bukan solusi menekan tindak pidana korupsi yang dilakukan para kepala daerah yang maju Pilkada. Seharusnya Ketua DPR memahami bahwa korupsi yang terbesar di republik ini adalah korupsi politik dan kekuasaan. Di sanalah hulu dari segala tindak pidana korupsi yang terjadi di negeri ini. Jadi, mengubah sistem pemilihan kepala daerah bukan jalan keluarnya.

"Jika usul itu dijalankan, tetap saja petahana akan mengambil uang suap, korupsi. Uang itu kemudian digunakan untuk partai dan anggota DPRD," ungkapnya.

Pemilihan kepala daerah melalui DPRD hanya akan melahirkan oligarki baru. Calon kepala daerah akan berhitung bahwa dia harus 'membeli' partai politik pendukung, harus membeli partai politik yang memiliki kursi di DPRD, dan membeli anggota DPRD. 'Mahar politik' yang dikeluarkan justru semakin besar.

Partai politik dan anggota DPRD juga memiliki hitungan sendiri yang akan ditawarkan ke calon kepala daerah. Transaksi politik uang tidak akan hilang. Bahkan semakin besar.

"Parpol kembali mendominasi, mungkin peluang untuk menggandakan pemasukan mereka dengan mahar politik."

Menurutnya, sistem pemilihan kepala daerah saat ini tidak bisa disalahkan. Perilaku calon kepala daerah yang korup adalah persoalan sesungguhnya. Sehingga yang sesungguhnya diperlukan adalah aturan untuk mencegah calon kepala daerah korup berkuasa. Aturan yang berlaku saat ini, calon kepala daerah yang tersangkut korupsi masih bisa bertarung di Pilkada. Pencalonannya baru bisa dibatalkan setelah kasus pidana berkekuatan hukum tetap.

Dia mencontohkan di Pilkada Tomohon beberapa tahun lalu. Kepala daerah dilantik di dalam penjara karena masih harus menjalani proses hukum atas kasus korupsi.

"Ini ruang gelap dan noda hitam dalam pilkada kita. Kandidat mencoreng proses demokrasi. Sebagai ketua DPR seharusnya mengubah UU yang memungkinkan tersangka bisa ikut Pilkada," tegasnya.

Sebelumnya, tingginya potensi konflik dan permainan politik uang di pemilihan kepala daerah (pilkada) mendorong Ketua DPR Bambang Soesatyo memberi penilaian bahwa ke depan, pilkada sebaiknya tak lagi dilakukan secara langsung.

Pria yang akrab disapa Bamsoet mengaku mendapat laporan politik uang dan transaksional di Pilkada kabupaten/kota hingga provinsi yang sangat tinggi. Kerusakan yang ditimbulkan juga telah mengkhawatirkan.

"Masyarakat terbiasa dibeli dengan uang. Ironisnya, di beberapa daerah yang saya kunjungi, ada warga yang berharap Pilkada bisa dilakukan setiap tahun hingga mereka bisa mendapatkan uang terus," kata Bamsoet, Rabu (28/2).

Bamsoet menilai ada baiknya ke depan pemilihan kepala daerah, mulai dari bupati, walikota hingga gubernur tidak dilakukan secara langsung.

"Tetapi dikembalikan ke DPRD. Sementara, untuk pemilihan legislatif dan pemilihan Presiden tetap bisa dilakukan secara langsung," katanya.

(mdk/noe)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Menimbang Untung Rugi Wacana Pemilihan Kades Lewat Parpol
Menimbang Untung Rugi Wacana Pemilihan Kades Lewat Parpol

Salah satu alasan DPR mewacana hal tersebut karena melihat pertarungan dalam Pilkades lebih keras bahkan banyak korban jiwa.

Baca Selengkapnya
Kenapa Selalu Ada Oligarki di Kekuasaan? Ini Pemicu dan Dampaknya
Kenapa Selalu Ada Oligarki di Kekuasaan? Ini Pemicu dan Dampaknya

KPU akan menggelar Pemilu dan Pilkada serentak pada tahun 2024. Pemilu presiden dan caleg digelar 14 Februari, sementara Pilkada dilaksanakan pada November.

Baca Selengkapnya
MK Ubah Syarat Pilkada, PDIP Sebut Bentuk Kemenangan Lawan Strategi Kotak Kosong Oligarki
MK Ubah Syarat Pilkada, PDIP Sebut Bentuk Kemenangan Lawan Strategi Kotak Kosong Oligarki

Ketua DPP PDIP Deddy Sitorus menyatakan, keputusan itu bentuk kemenangan melawan oligarki.

Baca Selengkapnya
Putusan MK Ubah Ambang Batas Pencalonan Kepala Daerah Bikin KIM Kocok Ulang Jagoan di Pilkada 2024
Putusan MK Ubah Ambang Batas Pencalonan Kepala Daerah Bikin KIM Kocok Ulang Jagoan di Pilkada 2024

Golkar akan duduk bersama Koalisi Indonesia Maju (KIM) membahas hasil putusan MK tersebut.

Baca Selengkapnya
Mengenal ‘Uang Perahu’, Mahar Politik Dibutuhkan untuk Jadi Calon Wakil Rakyat
Mengenal ‘Uang Perahu’, Mahar Politik Dibutuhkan untuk Jadi Calon Wakil Rakyat

Ikhsan pernah melakukan penelitian saat pemilihan Walikota Serang, Banten tahun 2013 dan mendapati salah satu calon membayar Rp5 miliar.

Baca Selengkapnya
Parpol Bisa Usung Cagub Meski Tak Dapat Kursi DPRD, PDIP Gembira: Kemenangan Melawan Pembajak Demokrasi
Parpol Bisa Usung Cagub Meski Tak Dapat Kursi DPRD, PDIP Gembira: Kemenangan Melawan Pembajak Demokrasi

Sebuah partai atau gabungan partai politik dapat mengajukan calon kepala daerah meski tidak punya kursi DPRD, tentunya dengan syarat tertentu.

Baca Selengkapnya
Begini Dampak Revisi UU Pilkada Terhadap Ekonomi Indonesia
Begini Dampak Revisi UU Pilkada Terhadap Ekonomi Indonesia

Memanasnya kondisi politik di Indonesia dinilai akan menyebabkan ketidakpastian ekonomi di tanah air.

Baca Selengkapnya
Ombudsman Minta Pejabat Mundur untuk Maju Pilkada Diawasi
Ombudsman Minta Pejabat Mundur untuk Maju Pilkada Diawasi

Hingga saat ini terdapat 34 Pj kepala daerah yang mengundurkan diri untuk maju pada Pilkada 2024.

Baca Selengkapnya
Politikus PDIP soal Putusan MK: Setelah Dulu Dibajak jadi Mahkamah Keluarga kini Kembali pada kewarasan
Politikus PDIP soal Putusan MK: Setelah Dulu Dibajak jadi Mahkamah Keluarga kini Kembali pada kewarasan

Deddy menilai, sebelum adanya putusan MK ini ada upaya-upaya serius dengan mengumpulkan kotak kosong sebanyak-banyaknya jelang pilkada serentak.

Baca Selengkapnya
Fenomena Politik Uang dalam Pemilu, Begini Pengaruhnya
Fenomena Politik Uang dalam Pemilu, Begini Pengaruhnya

Politik uang dalam pemilu adalah sebuah praktik yang melanggar aturan pemilu, di mana calon atau tim kampanye memberikan uang kepada pemilih.

Baca Selengkapnya
Uang Perahu Jelang Pemilu, Apa Itu?
Uang Perahu Jelang Pemilu, Apa Itu?

Uang perahu ini akan banyak ditemukan menjelang pemilu.

Baca Selengkapnya
Reaksi Keras Akademisi hingga Aktivis Usai MK Kabulkan Syarat Cawapres Pengalaman Kepala Daerah
Reaksi Keras Akademisi hingga Aktivis Usai MK Kabulkan Syarat Cawapres Pengalaman Kepala Daerah

Namun, dalam dalil penambahan syarat capres cawapres minimal punya pengalaman kepala daerah, dikabulkan oleh MK.

Baca Selengkapnya