MKD jungkir balik pertahankan harga diri di kasus Setya Novanto
Merdeka.com - Harga diri Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) lagi-lagi diuji saat menangani kasus dugaan pelanggaran kode etik Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto. Mereka kini tengah didesak mengungkapkan apakah benar Setya yang mencatut nama Presiden Joko Widodo untuk memalak saham PT Freeport Indonesia.
Setya sebelumnya bermasalah dengan MKD lantaran hadir ke kampanye Calon Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada awal September 2015 lalu. Kedatangannya tidak sendiri. Setya didampingi pimpinan dewan lainnya, Fadli Zon.
Sebulan lebih silang pendapat dan pelbagai desakan, MKD ternyata cuma memberi sanksi teguran kepada para pimpinan DPR kunjungi Donald Trump. Sanksi teguran tersebut ditujukan karena mengucapkan 'yes highly'.
-
Kenapa Setya Novanto disebut sebagai korban dalam kasus e-KTP? 'Partai Golkar itu menjadi korban dari e-KTP, jadi saya no comment. Jelas ya, korban e-KTP siapa? (Setnov) ya sudah clear,' pungkasnya.
-
Mengapa Jokowi digugat? Gugatan itu terkait dengan tindakan administrasi pemerintah atau tindakan faktual.
-
Siapa yang dituduh meminta KPK menghentikan kasus e-KTP Setya Novanto? Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar) Airlangga Hartarto buka suara terkait pernyataan mantan Ketua KPK Agus Rahardjo soal Jokowi telah meminta dirinya untuk menstop kasus e-KTP dengan terpidana Setya Novanto (Setnov).
-
Siapa menteri Jokowi yang dipanggil MK? Empat menteri itu meliputi Menteri Koordinator (Menko) Pembangunan Manusia, dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy, Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan Menteri Sosial Tri Rismaharini.
-
Siapa yang memberi klarifikasi ke Sekjen PDIP? Effendi Simbolon memberi klarifikasi ke Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto terkait ucapannya mendukung Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto.
-
Siapa yang menggugat Jokowi? Gugatan itu dilayangkan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI)
Ucapan 'yes highly' merupakan pernyataan yang dilontarkan oleh Ketua DPR Setya Novanto saat menjawab pertanyaan Donald Trump apakah rakyat Indonesia menyukai dirinya. Hal inilah yang dianggap MKD tidak etis.
"Sebagian orang katakan itu kurang tepat. Sebagian orang katakan seni berbahasa. Intinya MKD menangkap garis merahnya di sini memang kurang hati-hati," kata Ketua MKD Surahman Hidayat usai rapat MKD, Senin 19 Oktober 2015 lalu.
Politisi PKS ini bahkan tidak sepakat bahwa pertemuan pimpinan DPR dengan Donald Trump tersebut merupakan sebuah pelanggaran kode etik. Dia menilai pertemuan itu hanyalah sebuah pertemuan yang biasa.
Sehari setelah pastikan dapat sanksi ringan, Setya mengaku telah bertemu dengan MKD untuk dimintai keterangan soal kehadirannya dalam kampanye Donald Trump. Dia mengklaim telah memberikan keterangan resmi dengan menyampaikan kronologi dengan sebaik-baiknya kepada MKD.
Mendapat hukuman ringan, Setya sesumbar bahwa para pimpinan DPR ingin bersama-sama bisa memperkuat MKD. "Bersama-sama untuk bisa memberi kontribusi besar bahwa semua anggota-anggota juga harus tunduk melaksanakan apa yang dilakukan MKD," kata Setya.
Hukuman ringan kepada Setya cs membuat kredibilitas MKD dipertanyakan. Sebab, sebelumnya Wakil Ketua MKD Junimart Girsang koar-koar ancam copot jabatan kedua pimpinan DPR itu.
"Jika tidak hadir terus akan ada pengambilan keputusan secara in absentia. Sanksi tegas dilakukan pencopotan, sanksi ringan pun sudah bisa dilakukan pencopotan," ungkap Junimart.
Sebulan setelah ramai-ramai kasus kunjungan pimpinan dewan di kampanye Donald Trump, Setya kembali dilanda masalah. Kini dia diduga catut nama presiden untuk minta saham Freeport Indonesia. Masalah ini dilaporkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said ke MKD.
MKD kembali berseteru dengan Setya. Kasus ditanganinya terbilang lebih besar dari sekedar kunjungan Setya cs di kampanye Donald Trump. Banyak nama pejabat hingga pengusaha besar disebut-sebut terlibat masalah ini.
MKD akui ada intervensi dalam menangani kasus Setya. Adanya dua kubu, Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH), di DPR membuat kasus ini makin sulit. Setya merupakan anggota KMP. Koalisi ini jumlahnya paling banyak anggotanya di MKD.
Anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dari Fraksi Partai Hanura Sarifuddin Sudding menuturkan, memanasnya MKD dalam penyelesaian kasus pencatutan nama presiden tidak lepas dari dominasi kubu KMP.
Sidang awal justru tak menghasilkan keputusan apapun selain menganggap laporan Sudirman Said tidak sah lantaran pelapor menggunakan kop surat kementerian.
"Kalau dilihat dari perdebatan di situ rata-rata dari KMP. Kita minoritas, kalau ambil pengambilan keputusan ya kalah," kata Sudding, Selasa kemarin.
Sudding mengakui kasus Setya diduga catut nama presiden palak saham Freeport Indonesia jadi ajang pertaruhan harga diri MKD. "Ini adalah pertaruhan menurut saya. Pertaruhan anggota MKD agar betul-betul menjaga integritas dan profesionalitasnya," ujarnya.
Dalam sidang perdana, Senin (23/11) lalu, aroma persaingan antara KMP dan KIH bahas kasus Setya mulai berasa. Di sidang ini tidak memutuskan apapun. MKD hanya membahas legal standing Sudirman sebagai pelapor.
"Tentang legal standing, pengaduan. Ini perkara pengaduan kepada MKD dapat disampaikan oleh A, B, C. Dibahas, didiskusikan ternyata kita lihat dokumen itu Pak Sudirman Said ketika mengadukan ke MKD bukan sebagai individu tapi sebagai Menteri ESDM," kata Surahman.
Menurut Politisi PKS ini, tak bisa seorang pengadu membawa jabatan kementeriannya untuk melaporkan kasus pencatutan nama Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. "Ini perlu didudukkan apakah bisa lembaga eksekutif mengadukan lembaga legislatif, ada masalah nanti di sisi kelembagaan," tuturnya.
Adanya kesan MKD tengah 'masuk angin', membuat para politisi lainnya geram. Salah satunya Politikus PDIP Adian Napitupulu. Dia mengkritik keras pernyataan Surahman mempermasalahkan status Sudirman Said sebagai pelapor.
Adian menyindir tingkah pemimpin lembaga kehormatan DPR itu yang secara tidak langsung justru ingin mencari cara mengamankan kasus Setya Novanto.
"Semoga kesalahan tafsir MKD terhadap aturan beracara MKD dan asas hukum tidak bertujuan untuk menjadikan MKD menjadi tempat cuci piring dari pesta yang dinikmati pimpinan DPR," ujar Adian, kemarin.
MKD menjadi sorotan publik di dalam kasus Setya ini. Mereka ditunggu memberikan sanksi pantas bila Setya terbukti catut nama presiden buat palak saham Freeport. Apalagi kasus ini jadi perhatian luas, sudah seharusnya para anggota dewan di MKD lebih transparan membahas masalah ini.
(mdk/ren)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
MKMK menyebut seluruh bukti terkait dengan kasus dugaan pelanggaran kode etik oleh hakim MK telah lengkap, termasuk keterangan saksi dan ahli.
Baca SelengkapnyaAnwar Usman menggugat Suhartoyo ke PTUN Jakarta. Dia meminta pengangkatan Suhartoyo dinyatakan tidak sah.
Baca SelengkapnyaMeski sudah mengetahui skenario itu, Anwar mengklaim dirinya tetap berbaik sangka.
Baca SelengkapnyaTiga hakim Pengadilan Tipikor Jakarta sebelumnya mengabulkan eksepsi Gazalba dalam kasus dugaan korupsi penanganan perkara di MA.
Baca SelengkapnyaUntuk kesekian kalinya, Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) kalah dalam menghadapi gugatan praperadilan dari sejumlah tersangka atas kasus korupsi.
Baca SelengkapnyaMegawati pun mengkritik soal aturan yang diubah semaunya sendiri.
Baca SelengkapnyaKetua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo buka suara soal desakan mundur terhadap hakim Anwar Usman.
Baca SelengkapnyaSementara itu, dua hakim terlapor lainnya yang memutus putusan sela tersebut tidak terbukti melanggar KEPPH
Baca SelengkapnyaKPK menjelaskan penyidik hanya bekerja sesuai sebagaimana tugasnya dalam memberantas korupsi
Baca SelengkapnyaPresiden Joko Widodo (Jokowi) buka suara terkait pernyataan mantan Ketua KPK Agus Rahardjo yang diminta di untuk memberhentikan kasus e-KTP.
Baca SelengkapnyaMegawati mencontohkan, hukum dimanipulasi adalah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90.
Baca SelengkapnyaSuhartoyo meminta untuk dapat membangun sinergitas persaudaraan dan juga kebersamaan dalam bekerja sesama hakim konstitusi.
Baca Selengkapnya