RUU Terorisme diketok, Polri makin garang atau abuse of power?
Merdeka.com - Revisi Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme tak cuma menuai tarik menarik di pemerintah dan DPR. Proses revisi yang sudah berjalan sejak 2016 ini juga menjadi sorotan koalisi masyarakat sipil yang peduli akan HAM.
Undang-Undang ini dikhawatirkan membuat polisi bisa main tangkap tanpa bukti yang jelas terhadap terduga teroris. Tak menutup kemungkinan juga, karena UU ini akan semakin banyak tragedi salah tangkap oleh aparat penegak hukum.
Sekretaris Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Julius Ibrani khawatir, definisi terorisme yang sedang dirumuskan oleh pemerintah dan DPR membuat penegak hukum abuse of power.
-
Apa definisi terorisme menurut UU 5/2018? Sementara, menurut pasal 1 angka 2 perpu 1/2002 UU 5/2018, terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas serta menimbulkan korban yang bersifat massal.
-
Bagaimana penangkapan para pelaku TPPO? Pengungkapan kasus tersebut bermula dari laporan dari masyarakat sekitar mengenai adanya aktivitas mencurigakan oleh ketiga pelaku.
-
Dimana kejadian polisi mengancam warga? Peristiwa itu terjadi di Palembang, Senin (18/12) pukul 11.30 WIB.
-
Apa terobosan luar biasa dari Polri? Terobosan yang luar biasa,' ujar Sahroni dalam keterangannya, Selasa (27/2).
-
Bagaimana cara mencegah terorisme di Indonesia? Di Hari Peringatan dan Penghargaan Korban terorisme ini, Anda bisa membagikan cara mencegah radikalisme di media sosial. Hal ini penting dilakukan agar tindakan terorisme bisa diminimalisir atau dihilangkan.
-
Apa yang dilakukan polisi tersebut? Penyidik menetapkan Bripka ED, pengemudi mobil Toyota Alphard putih yang viral, sebagai tersangka karena melakukan pengancaman dengan pisau terhadap warga.
"Soal definisi ini menjadi penting karena Terorisme itu masih harus diturunkan dalam bentuk-bentuk tindakan yang memang memenuhi unsur-unsur pidana. Hal yang paling sederhana misalnya, memiliki relasi dalam bentuk komunikasi personal dengan teroris, apakah dikategorikan juga sebagai teroris? Atau mendukung tindakan terorisme? Masih absurd sampai di situ," kata Julius kepada merdeka.com, Kamis (17/5).
Perdebatan definisi Terorisme sempat membuat revisi UU ini mangkrak. DPR awalnya ingin memasukan unsur politik dalam definisi itu. Tapi pemerintah menolak. Hingga akhirnya, disepakati pada pertemuan pimpinan parpol pendukung pemerintah dengan Menko Polhukam Wiranto pada Senin (14/5) kemarin.
Unsur politik artinya, seorang pelaku kejahatan bisa dikategorikan sebagai terorisme jika merusak obyek vital strategis, menimbulkan ketakutan yang massif, untuk mencapai tujuan tertentu utamanya di bidang politik.
Julius juga mengkritik pelibatan TNI. Dia khawatir akan ada tumpang tindih kewenangan antara Polri dan TNI dalam pemberantasan tindak terorisme.
"Belum lagi soal tumpang tindih dan saling silang tupoksi Polri dan TNI. Polri masuk ke ranah War Model, sementara TNI masuk ke koridor Criminal Justice System. Eksesnya ke banyak hal, mulai dari potensi penyiksaan, salah tangkap, overkriminalisasi, rekayasa kasus dan lain-lain," kata dia lagi.
Di undang-undang terorisme yang baru ini, akan dibuat perluasan pidana materil. Poin pasal pidana materil ini digunakan untuk mentersangkakan seorang napi terorisme jika diindikasikan melakukan persiapan perbuatan untuk meneror.
Julius menyayangkan, DPR dan pemerintah terkesan memaksaan agar revisi ini segera disahkan Juni bulan depan. Menurut dia, harusnya DPR dan pemerintah membuka ruang bagi publik untuk diskusi dan memberikan solusi terkait UU ini.
Julius merasa, UU ini akan membuat Polri menjadi abuse of power. Bahkan parahnya, merusak hukum ketatanegaraan.
"Itulah kesesatan berpikir Pemerintah dan DPR. Bukannya justru membuka ruang publik seluas-luasnya dan menerima masukan sebanyak-banyaknya. Tapi menargetkan hanya dari segi waktu saja. Bukan substansi. Apalagi sampai ada ancaman Perppu dan diskursus soal parsialitas HAM. Ini konyol sekali," kata Julius lagi.
Dalam revisi ini, tahanan bisa ditahan selama tujuh hari sejak ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka dugaan terorisme. Setelah tujuh hari, aparat bisa mengajukan penambahan masa tahanan menjadi 14 hari.
Masa tahanan tersangka terduga teroris sampai tingkat Mahkamah Agung (MA) mencapai 770 hari. Masa tahanan itu, lebih lama dibandingkan yang ada di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Namun, setelah mendapat putusan yang bersifat in kracht, masa tahanan terpidana teroris tersebut dipotong selama 770 hari masa proses pemeriksaan dan peradilan.
"Iya (Abuse of power). Termasuk merusak sendi ketatanegaraan dalam konteks penegakan hukum," tutur dia.
Dibahas secara komprehensif
Sekjen PKB Abdul Kadir Karding menekankan, UU Terorisme yang baru ini sudah dibahas dengan sangat komprehensif. Sehingga, masyarakat diminta tak perlu khawatir ada penyalahgunaan wewenang dari aparat ketika UU ini disahkan.
Karding menjelaskan, di UU itu sudah ada kategori kewenangan aparat. Termasuk jenis tindak pidana terorisme, cara penyidikan dan beracara sudah diatur.
"Tetapi catatan soal itu juga harus diakomodasi dalam RUU atau Perpres atau PP yang menjadi aturan opersional UU nantinya," kata Karding saat dihubungi merdeka.com.
Menurut Karding, perlu didorong tentang jenis cyber terorisme juga harus masuk. Di samping pelibatan masyarakat dalam pencegahan dan deradikalisasi dan post radikal mesti dilibatkan.
Dia mengatakan, revisi UU ini akan selesai dibahas bulan ini juga. "Rencana Mei mesti sudah selesai," kata dia.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Agus menilai pemerintah melalui kebijakan strategis perlu menyelesaikan RUU Perampasan Aset.
Baca SelengkapnyaBeberapa poin revisi UU Polri menjadi sorotan akan diberi kewenangan pengawasan dan akses blokir ruang siber, penyadapan, sampai penggalangan intelijen.
Baca SelengkapnyaYLBHI Nilai Revisi UU Polri Buat Polisi jadi Super Body
Baca SelengkapnyaGaduh Kabasarnas Tersangka Suap, Ini Aturan Hukum KPK Sebenarnya Bisa Tangani Korupsi di TNI
Baca SelengkapnyaKoalisi Masyarakat Sipil Minta DPR Setop Revisi UU Polri, Ini Alasannya
Baca SelengkapnyaPerlunya materi pengenalan AI dimasukkan dalam kurikulum formal di bangku sekolah.
Baca SelengkapnyaPDIP menyatakan Revisi UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia akan berdampak pada kebebasan publik.
Baca SelengkapnyaSalah satu praktik yang masih ditemui saat ini adalah terorisme yang berbasis ideologi agama dan kekerasan.
Baca SelengkapnyaMahfud MD Duga Motif Revisi UU Kementerian, Polri hingga TNI Dikebut untuk Bagi-Bagi Kekuasaan
Baca SelengkapnyaKepala BNPT ungkap terjadi perubahan tren pola serangan terorisme di Indonesia.
Baca SelengkapnyaPemerintah akan mengkaji draf revisi UU inisiatif DPR itu sebelum Presiden Jokowi mengirimkan surpres.
Baca SelengkapnyaHabiburokhman yakin Kapolri Listyo Sigit Prabowo akan menindak tegas terhadap pelaku, tanpa pandang bulu
Baca Selengkapnya