Kemkominfo Dianggap tak Adil terkait Revisi PP PSTE
Merdeka.com - Kementerian Komunikasi dan informatika (Kemkominfo) nampaknya tak mempedulikan aspirasi dari beberapa kelompok organisasi internet seperti MASTEL, APJII, FTII, ACCI, dan lain sebagainya, terkait rencana revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem Transaksi Elektronik (PSTE). Salah satu revisi yang ditentang adalah poin yang menyatakan klasifikasi data center. Seharusnya pemerintah tidak melakukan revisi pada poin tersebut.
Relaksasi lokalisasi data dinilai sebagai bukti pemerintah tengah memamerkan ketidakadilan dalam memperlakukan pelaku usaha di bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Hal itu mereka sampaikan melalui keterangan resmi, Senin (26/11).
Menurut Sylvia W Sumarlin dari FTII menegaskan rasa ketidakadilan tengah diperlihatkan pemerintah melalui Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) terhadap pelaku usaha yang bergerak di bidang TIK dengan tidak memberikan ruang perubahan dalam draft revisi PP PSTE, terutama soal relaksasi data, namun bersikap lunak terhadap tunggakan Biaya Hak Penggunaan Frekuensi (BHP) dari tiga operator Broadband Wireless Access (BWA) yang sudah menggunakan alokasi sumber daya alam terbatas namun tak membayar kewajibannya.
-
Apa yang APJII rilis tentang internet? Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) merilis survei penetrasi internet Indonesia 2024.
-
Kenapa Menkominfo ubah singkatan nama kementeriannya? 'Komdigi,' jelasnya.
-
Mengapa Kementerian ATR berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk sertifikat elektronik? Tak hanya sampai di situ, ia menuturkan untuk menjadikan sertifikat tanah elektronik dapat digunakan untuk alat pembuktian yang sah, Kementerian ATR/BPN perlu berkoordinasi dengan berbagai pihak hingga terbentuklah sistem layanan sertipikat tanah elektronik.
-
Apa yang diusulkan Kemenkominfo terkait AI? 'Kita mengusulkan agar bagaimana digital divide bisa dihilangkan dengan mengedepankan inklusivitas dari semua negara yang mengembangkan AI,' tutur Wamenkominfo Nezar Patria dalam Ministerial Session Regional Approach to Advance Ethical Governance of Artificial Intelligence, di Brdo Congress Centre, Slovenia, Senin (5/2).
-
Bagaimana cara Menkominfo memastikan revisi UU ITE jilid II tak semena-mena? Ketua Umum Relawan Pro Jokowi (ProJo) itu menyampaikan pemerintah akan membuat ruang diskusi untuk membahas pasal-pasal dalam revisi UU ITE yang dianggap bermasalah. Dia memastikan tak akan semena-mena dalam menerapkan revisi UU ITE jilid II ini.
-
Siapa yang diminta Menkominfo untuk ikut berantas judi online? Instruksi Menteri tersebut jelas memerintahkan seluruh perangkat dan birokrat untuk memerangi fenomena judi online.
"Dalam kasus operator BWA nunggak, saya melihat pejabat Kemkominfo bisa berkompromi. Padahal jelas jika mengacu ke aturan tak ada ruang untuk permohonan penundaan, pengangsuran maupun penjadwalan. Tetapi yang ditunjukkan Pak Menteri ke publik terlihat beliau akomodatif walau terkesan mengabaikan kebijakan sendiri yang kadung sudah mengancam akan mencabut ijin frekuensi," kata wanita yang akrab disapa Efie itu.
Efie membandingkan sikap pemerintah kala berhadapan dengan sejumlah organisasi yang menolak relaksasi lokalisasi data dalam draft revisi PP PSTE dimana Menkominfo hingga Dirjen Aplikasi dan Informatika (Aptika) seperti tak ada kata "mundur" padahal argumentasi yang diberikan untuk mempertahankan adanya relaksasi data itu lemah.
"Kami bisa berikan analisa soal negara berpotensi merugi Rp 85,2 triliun apabila mengabaikan keberadaan pusat data di Indonesia. Bahkan, kami bisa buktikan sudah ada investasi selama lima tahun terakhir senilai USD450 juta karena adanya PP PSTE. Belum lagi bicara kedaulatan digital, semua argumen pemerintah bisa kami mentahkan," katanya.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Cloud Computing Indonesia Alex Budiyanto meragukan investasi akan datang di sektor data center dan juga ICT jika keran relaksasi dibuka.
"Bagaimana mungkin dengan memperbolehkan selain data strategis dikelola, diproses dan disimpan di luar wilayah Indonesia tanpa ada kewajiban menyimpan data tersebut di wilayah Indonesia akan bisa mendatangkan investasi? Yang ada malah mereka tidak akan jadi berinvestasi di Indonesia dan ini akan sangat merugikan Indonesia," tegasnya.
Tudingan Adanya Asing
Irwin Day dari FTII yang juga menjadi juru bicara bersama kelompok asosiasi IT, menduga adanya tekanan dan agenda asing yang ikut menumpang dalam draft revisi PP PSTE sehingga Menkominfo dan Dirjen Aptika seperti maju tak gentar melawan "teman-temannya" yang di lapangan.
Soal "tekanan" asing, Irwin merujuk kepada pernyataan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita di sejumlah media menyebut data center menjadi salah satu permintaan Amerika Serikat agar RI kembali fasilitas Generalized System of Preferences (GSP).
"Setelah investigasi lapangan, tak hanya Paman Sam punya kepentingan soal draft revisi PP PSTE, Australia juga. Kita dapat info ada konsultan dari Australia suka sowan ke Kemkominfo dan beberapa kali diskusi intens soal draft revisi PP PSTE. Ini menyakitkan sekali karena pelaku usaha lokal malah tak diajak diskusi bahas itu draft," jelasnya.
Executive Director Mastel Arki Rifazka mengingatkan lokalisasi pusat data bukan hanya soal kemudahan akses dalam proses hukum tetapi bagian dari kedaulatan negara atas warganya. Warga negara membayar pajak misalnya bukan hanya untuk menjamin keamanan fisik tetapi juga non-fisik termasuk di antaranya data digital mengenai warga negara.
"Jika terus dipaksakan relaksasi lokalisasi data, maka kekayaan kita akan mengalir ke luar negeri. Data itu adalah the next oil, kalau dibiarkan ditempatkan di luar artinya kita membiarkan harta itu ke luar Indonesia," pungkasnya. (mdk/faz)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Berikut alasan yang disampaikan pemerintah merevisi UU ITE yang kedua.
Baca SelengkapnyaAsosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) meminta agar pemerintah juga memperhatikan perusahaan internet lokal.
Baca SelengkapnyaSekjen DPN Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Kusnasi Mudi menyayangkan PP 28/2024 disahkan dan ditandatangani oleh berbagai Kementerian yang tidak terl
Baca SelengkapnyaSeluruh fraksi menyetujui hasil rancangan revisi UU ITE yang dibahas oleh Komisi I DPR dengan pemerintah.
Baca SelengkapnyaAturan yang menjadi sorotan di antaranya wacana standardisasi berupa kemasan polos tanpa merek untuk produk tembakau maupun rokok elektronik.
Baca SelengkapnyaSAFEnet menilai revisi UU tersebut menjadi berpotensi terjadi penyalahgunaan kewenangan oleh kepolisian.
Baca SelengkapnyaPP Kesehatan dinilai menimbulkan pro dan kontra, salah satunya terkait penggabungan banyak klaster di dalam satu PP.
Baca SelengkapnyaLangkah untuk turun ke jalan menyuarakan aspirasi pun menjadi pertimbangan mengingat pihaknya telah berkirim surat kepada pemangku kepentingan.
Baca SelengkapnyaProses pembahasan PP 28/2024 maupun Rancangan Permenkes tidak sejalan dengan tata cara perumusan kebijakan yang baik karena minimnya partisipasi bermakna.
Baca SelengkapnyaProtes yang dilayangkan banyak mencermati kurangnya partisipasi publik dalam penyusunan peraturan-peraturan terkait kesehatan.
Baca SelengkapnyaAturan tersebut dinilai menekan keberlangsungan pekerja di industri tembakau
Baca SelengkapnyaAMSI dan AJI merupakan dua organisasi dari Indonesia yang terlibat dalam perumusan prinsip global tersebut.
Baca Selengkapnya