6 Dampak Covid-19 Terhadap Perusahaan Pembiayaan
Merdeka.com - Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno memaparkan ada 6 hal dampak pandemi covid-19 yang merugikan industri pembiayaan. Pertama, restrukturisasi pembiayaan kepada debitur menyebabkan penurunan pendapatan perusahaan pembiayaan.
"Restrukturisasi dampaknya cukup besar tapi memang di sini adalah saatnya kita bergotong-royong kita saling membantu, bukan merupakan tugas industri pembiayaan saja tetapi seluruh bagian yang mempunyai ikatan dan kaitan dengan pinjam-meminjam tentu harus melakukan hal ini," kata Suwandi dalam webinar Menakar Kekuatan Multifinance di Era New Normal, Rabu (12/8).
Kedua, penagihan. Kesulitan menagih angsuran kepada debitur dikarenakan dampak covid-19 maupun larangan Pemerintah daerah terhadap Perusahaan Pembiayaan maupun industri lainnya.
-
Apa dampak pandemi Covid-19? Pandemi Covid-19 mengubah tatanan kesehatan dan ekonomi di Indonesia dan dunia. Penanganan khusus untuk menjaga keseimbangan dampak kesehatan akibat Covid-19 serta memulihkan ekonomi harus dijalankan.
-
Apa yang menyebabkan permasalahan keuangan di Sumatera? Masalah Keuangan Melonjaknya inflasi ini membuat Pemerintah Provinsi Sumatra harus mencari cara untuk menyelesaikan masalah tersebut.
-
Bagaimana BRI mengelola resiko di tengah pemulihan? Kendati demikian untuk memperkuat kondisi yang semakin membaik, pihaknya menerapkan strategi konservatif dengan mengalokasikan dana pencadangan yang lebih dari memadai sebagai salah satu mitigasi risiko.
-
Siapa yang kehilangan harta karena masalah utang? Keluarga Pulitzer sempat masuk dalam daftar keluarga terkaya berkat bisnis media dan percetakannya. Namun hal ini harus berubah saat keluarga ini didera kesulitan lilitan utang hingga jutaan dolar Amerika Serikat. Padahal di tahun 1982, keluarga Pulitzer memiliki kekayaan bersih yang mencapai angka USD 25 juta.
-
Kenapa minat investor asing menurun di sektor keuangan Indonesia? Menurunnya minat investor asing terhadap sektor keuangan Indonesia disebabkan oleh sentimen peningkatan yield surat utang di Amerika Serikat dan tren suku bunga tinggi di sejumlah bank sentral negara maju. Akibatnya, kebutuhan likuiditas pemerintah dan pelaku usaha akan menjadi sangat kompetitif dan berbiaya mahal,' ucap Said.
-
Apa yang terjadi di Indonesia? Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprakirakan dalam sepekan ke depan hampir seluruh wilayah di Indonesia akan dilanda suhu panas.
Ketiga, terkait pinjaman. Perusahaan pembiayaan tetap harus melakukan pembayaran cicilan kepada perbankan atas utangnya, namun begitu besar jumlah customer-customer yang melakukan restrukturisasi.
"Tidak serta-merta perusahaan pembiayaan juga dalam tanda kutip mungkin langsung saja memelas kepada perbankan, bahwa begitu besar banyaknya orang yang mengajukan restrukturisasi minta direstrukturisasi," ujarnya.
Dia menjelaskan, ada beberapa yang melakukan restrukturisasi itu bukan karena urusan pembiayaannya tidak sehat, tapi mereka berusaha untuk mengelola cash flow. Kemudian, dampak keempat yakni sumber dana perbankan menghentikan pencairan dana kepada Perusahaan Pembiayaan yang mengakibatkan mengalami masalah likuiditas.
"Ini yang perlu kembali lagi bahwa kepada big brother saya dalam hal ini perbankan, banyak memang pada saat awal menghentikan pencairan dana walaupun sebenarnya komitmen dananya masih ada," katanya.
Kelima, pembiayaan baru berkurang karena daya beli masyarakat dan likuiditas pembiayaan yang ketat menjadi hak yang paling penting. Terakhir, soal peningkatan non-performing Financing (NPF) akibat kemampuan membayar debitur berkurang dan berkurangnya pembiayaan baru.
"NPF meningkat karena kemampuan membayar debitur, pembiayaan baru dan pembaginya berkurang, itu adalah indikasi yang wajar dan mungkin NPF gross nya cukup tinggi daripada perbankan," katanya.
Namun, Suwandi yakin perusahaan pembiayaan sudah melakukan pencadangan, karena mau tidak mau auditor juga akan meminta kepada Perusahan Pembiayaan untuk melakukan pencadangan.
Reporter: Tira Santia
Sumber: Liputan6.com (mdk/azz)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pelemahan daya beli masyarakat kelas menengah karena kebijakan struktural pemerintah.
Baca SelengkapnyaSecara rinci, pembiayaan utang tersebut terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp70,2 triliun atau setara dengan 10,5 persen terhadap APBN.
Baca SelengkapnyaKepercayaan diri dalam mengelola pasar, tergantung dengan kepercayaan pasar.
Baca SelengkapnyaPHK yang terjadi sebagian besar dipicu oleh krisis di berbagai lini pada sektor manufaktur.
Baca SelengkapnyaPer Agustus 2024, posisi utang Indonesia berada di angka Rp8.461,93 triliun, setara dengan 38,49 persen dari PDB.
Baca SelengkapnyaSituasi ini menyebabkan turunnya daya beli masyarakat.
Baca SelengkapnyaKenaikan suku bunga oleh BI akan memberikan sederet dampak rambatan terhadap pelaku usaha ritel.
Baca SelengkapnyaDi masa kepemimpinannya sebagai Menteri Investasi, Bahlil mengklaim telah melanjutkan investasi mangkrak senilai Rp600 triliun.
Baca SelengkapnyaBeban pungutan yang telah ditanggung pemberi kerja saat ini sebesar berkisar 18,24 sampai 19,74 persen.
Baca SelengkapnyaThomas mengakui, fenomena penurunan kelas menengah ini akan menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintahan presiden terpilih Prabowo Subianto.
Baca SelengkapnyaPemerintah berencana melakukan pembatasan barang impor.
Baca SelengkapnyaIndonesia mulai memasuki pesta demokrasi yang dapat memengaruhi risk appetite investor dan pelaku usaha.
Baca Selengkapnya