BI Pertahankan Suku Bunga Acuan Januari 2021 di 3,75 Persen
Merdeka.com - Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada 20-21 Januari 2021 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate atau suku bunga acuan sebesar 3,75 persen persen. Selain mempertahankan suku bunga acuan, suku bunga deposito facility juga tetap pada 3 persen, dan suku bunga lending facility 4,5 persen.
"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 20-21 Januari 2021, memutuskan untuk mempertahankan BI-7DRR sebesar 3,75 persen. Suku bunga deposito facility juga tetap sebesar 3 persen, dan suku bunga lending facility tetap sebesar 4,5 persen," ujar Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, dalam video konferensi Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan BI, Kamis (21/1).
Perry mengatakan, keputusan ini konsisten dengan perkiraan inflasi yang tetap rendah dan stabilitas eksternal, termasuk stabilitas nilai tukar rupiah yang terjaga serta upaya bersama untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional.
-
Bagaimana BRI menjaga likuiditas di tengah kenaikan BI Rate? 'Saat ini kami tidak memiliki isu likuiditas karena masih longgar. Kami akan terus mempertahankan likuiditas tersebut secara sehat dan mempertahankan pertumbuhan kredit double digit,' tambahnya.
-
Kapan KPR BRI suku bunga berjenjang berlaku? Pasalnya, BRI menawarkan suku bunga berjenjang hingga 20 tahun yang berlaku mulai dari tanggal 1 Oktober 31 Desember 2024, lho.
-
Apa itu KPR BRI Suku Bunga Berjenjang? KPR BRI Suku Bunga Berjenjang adalah program Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang ditawarkan oleh BRI dengan suku bunga yang berjenjang. Program ini memiliki suku bunga fixed rate pada tahun-tahun awal tertentu, kemudian suku bunga akan berubah pada tahun-tahun berikutnya.
-
KPR BRI punya suku bunga apa saja? BRI menawarkan suku bunga berjenjang hingga 20 tahun yang berlaku mulai dari tanggal 1 Oktober 31 Desember 2024, lho.
-
Apa yang DPR RI ingatkan ke BI? Puteri pun berharap BI bisa menambah dan memperluas lokasi penukaran uang supaya semakin mempermudah masyarakat untuk menjangkaunya.'Tahun ini memang sudah ada penambahan lokasi penukaran dibanding tahun sebelumnya yang masih berjumlah 5.066 titik. Karenanya, kami harap bisa terus diperluas. Terutama pada lokasi strategis yang menjadi pusat aktivitas masyarakat,' ujar Puteri.
-
Kapan BNI Sekuritas akan merevisi target harga BRI? Bahkan valuasi BBRI disebut menarik akibat adanya tren kenaikan suku bunga sehingga pihaknya akan kembali melakukan reviu.
"BI akan memperkuat sinergi kebijakan dan mendukung berbagai kebijakan lanjutan untuk membangun optimisme pemulihan ekonomi nasional," ujar Perry.
Kebijakan tersebut dilakukan melalui pembukaan sektor ekonomi produktif dan aman covid-19, akselerasi stimulus fiskal dalam APBN 2021, penyaluran kredit perbankan dari sisi permintaan dan penawaran, melanjutkan stimulus moneter dan makroprudensial, serta akselerasi digitalisasi keuangan.
Suku Bunga Acuan Terendah Sepanjang Sejarah Demi Pulihkan Ekonomi
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo telah memangkas suku bunga acuan menjadi 3,75 persen pada 19 November 2020. Level terendah suku bunga acuan itu bisa dikatakan memecahkan rekor selama ini yang belum pernah menyentuh di bawah empat persen.
Tentunya, suku bunga acuan itu sudah merasakan naik turun perjalanan yang panjang. Misalnya, pada 2009 bunga acuan yang kala itu disebut BI Rate sempat menyentuh level di atas 7 persen. Suku bunga acuan, yang kemudian berganti istilah menjadi BI 7-Day Repo Rate (BI7DRR) pada 19 Agustus 2016, sempat mencapai 5,25 persen, dan turun hingga 4,25 persen pada 19 April 2018.
BI sempat menaikkan kembali suku bunga acuan menjadi 4,50 persen pada 17 Mei 2018, kemudian terus merangkak naik hingga menyentuh level 6 persen yang bertahan hingga 20 Juni 2019.
Era pelonggaran kebijakan moneter membuat BI7DRR mulai menunjukkan tren penurunan sejak Juli 2019 sebesar 5,75 persen, yang disusul dengan kisaran penurunan 25 basis poin pada periode berikutnya.
Selama tahun 2020, BI bahkan sudah menurunkan 125 basis poin suku bunga kebijakan dari sebelumnya 5 persen pada Januari 2020. Bank sentral sempat mempertahankan suku bunga acuan pada level 4 persen selama periode Juli-Oktober 2020.
Keputusan untuk mempertahankan suku bunga acuan rendah itu tidak terlepas dari pandemi Covid-19 yang membuat perekonomian hampir seluruh negara di dunia babak belur. Pandemi mengakibatkan daya beli masyarakat melemah yang mengakibatkan permintaan berkurang. Kondisi inilah yang mendorong BI mencukur tingkat suku bunga acuan mengingat laju inflasi tercatat rendah.
Inflasi yang rendah itu terjadi karena permintaan masyarakat saat ini belum kuat alias masih lemah akibat imbas virus corona. Secara tahunan, inflasi indeks harga konsumen (IHK) per Oktober 2020 mencapai 1,42 persen, jauh di bawah kisaran target pemerintah yakni tiga persen plus minus satu persen.
Selain karena inflasi, BI juga menurunkan suku bunga acuan dengan mencermati faktor eksternal perekonomian global yang mengalami perbaikan setelah pada triwulan III-2020 tumbuh lebih baik. Pertumbuhan ekonomi dunia pada triwulan III 2020 di banyak negara mulai membaik didorong oleh stimulus kebijakan dan peningkatan mobilitas.
Selain menurunkan suku bunga acuan, BI juga menurunkan masing-masing 25 basis poin untuk suku bunga deposit facility menjadi 3 persen dan suku bunga lending facility menjadi 4,5 persen.
Bank sentral mengharapkan suku bunga acuan yang rendah itu bisa mendorong pemulihan ekonomi. Praktisnya, jika suku bunga acuan menurun, maka suku bunga kredit juga menurun.
Dengan begitu, masyarakat dan dunia usaha diharapkan mau mencari dana segar untuk pembiayaan atau kredit. Meski demikian, gambaran sederhana itu masih jauh dari harapan karena suku bunga kredit perbankan masih terbilang tinggi.
Kondisi itu pun turut memantik Perry Warjiyo, yang sempat meminta perbankan, untuk menurunkan suku bunga kredit. Menurut dia, kondisi tersebut dimungkinkan karena besar kecil suku bunga kredit dipengaruhi oleh tiga faktor yakni biaya dana atau cost of fund, biaya administrasi dan premi risiko.
Biaya dana untuk pasar uang antarbank (PUAB), misalnya, berada pada posisi rendah mencapai 3,29 persen pada Oktober 2020, sehingga biaya yang dikeluarkan perbankan juga menurun. Sedangkan faktor kedua, kata Perry, yakni biaya administrasi, karena pandemi Covid-19 membuat perbankan melakukan digitalisasi, sehingga justru mendorong biaya administrasi menurun.
Di sisi lain, likuiditas perbankan juga melimpah, salah satunya karena BI melakukan injeksi likuiditas per awal Desember 2020 mencapai Rp682 triliun atau 4,4 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Namun, dia meyakini perbankan masih memiliki persepsi risiko terhadap kredit di tengah menurunnya aktivitas ekonomi. BI mencatat suku bunga deposito dan kredit modal kerja mencapai 4,93 persen dan 9,38 persen pada Oktober 2020.
Berdasarkan data itu, perbankan hanya berani menurunkan 0,06 persen untuk suku bunga kredit modal kerja jika dibandingkan September 2020 yang mencapai 9,44 persen. Bunga deposito hanya turun 0,25 persen dari sebelumnya 5,18 persen pada September 2020. Untuk itu, kenyataannya tidaklah semudah dibayangkan bagi perbankan menurunkan bunga kredit.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai perbankan masih menerapkan prinsip kehati-hatian sebagai upaya mitigasi risiko kredit salah satunya risiko kenaikan kredit bermasalah (NPL).
Menurut dia, berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), NPL perbankan per September 2020 mencapai 3,15 persen, masih lebih tinggi dibandingkan NPL Desember 2019 yang berada di bawah tiga persen.
"Perbankan sudah melakukan penyesuaian dari sisi marjin dan suku bunga deposito yang juga turun, didukung juga penurunan tingkat bunga penjaminan dari LPS yang juga turun menjadi 4,5 persen," katanya.
Reporter: Athika Rahma
Sumber: Liputan6
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Putusan mempertahankan suku bunga acuan ini dibuat untuk menjaga tingkat inflasi nasional agar terkendali, seiring pergolakan ekonomi di tingkat global.
Baca SelengkapnyaPerry mengatakan, keputusan mempertahankan suku bunga acuan ini untuk penguatan stabilisasi nilai tukar Rupiah dari dampak tingginya ketidakpastian global.
Baca SelengkapnyaKeputusan ini konsisten dengan arah kebijakan moneter untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi pada sasaran 2,5±1 persen pada tahun 2024 dan 2025.
Baca SelengkapnyaBank sentral mempertahankan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DDR) di level 6 persen.
Baca SelengkapnyaBank Indonesia juga terus memperkuat bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk untuk menjaga stabilitas.
Baca SelengkapnyaKe depan tren penurunan suku bunga kebijakan negara maju khususnya Amerika Serikat terus berlanjut.
Baca SelengkapnyaDengan demikian, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,5 persen, dan suku bunga Lending Facility 7 persen.
Baca SelengkapnyaKeputusan mempertahankan suku bunga acuan ini sejalan dengan fokus kebijakan moneter yang pro-stability untuk penguatan stabilisasi nilai tukar Rupiah.
Baca SelengkapnyaKeputusan mempertahankan suku bunga ini bertujuan menjaga aliran masuk modal asing dan stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Baca SelengkapnyaPenurunan suku bunga ini bagian dari upaya penguatan dan stabilitas nilai tukar Rupiah untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi.
Baca SelengkapnyaBank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan di level 6,25 persen demi menjaga stabilitas Rupiah.
Baca Selengkapnyakebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran tetap pro-growth untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Baca Selengkapnya