Bos BI Bongkar Kebijakan Hadapi Pelemahan Ekonomi Global dan Digitalisasi
Merdeka.com - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan keynote speech pada Konferensi Internasional Bulletin of Monetary Economics and Banking (BEMB) yang ke-13. Acara yang berlangsung di Bali ini dihadiri akademisi dari seluruh dunia dan bertajuk menjaga stabilisasi di era disrupsi digital.
Dalam acara ini, bos BI mengajak para pengambil kebijakan dan akademisi untuk mendalami kondisi pelemahan ekonomi global yang dipicu perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Perry menyebut ada empat pertanda terjadinya pelemahan ekonomi global. Di antaranya yaitu perang dagang, arus modal dan nilai tukar yang bergejolak, melemahnya efek dari respons bank sentral, serta maraknya digitalisasi.
Untuk digitalisasi keuangan, apabila tidak disikapi dengan cermat, maka terancam muncul shadow banking seperti di negara yang digitalisasinya lebih maju. Bank Indonesia katanya akan bersikap assertive agar bisa terus menjaga peran serta fungsinya di era digitalisasi.
-
Bagaimana BRI mendorong digitalisasi finansial? Lewat kegiatan ini, BRI terus mendorong sosialisasi pemakaian QRIS BRI sebagai wujud edukasi digitalisasi finansial kepada masyarakat.
-
Kenapa risk awareness penting bagi bankir? Menurut Sunarso, risk awareness perlu ditingkatkan mengingat situasi perbankan yang begitu dinamis. “Maka menjadi penting [peningkatan risk awareness yang baik], untuk menjaga sustainability industri keuangan khususnya perbankan,“ ujarnya di sela-sela acara sharing ‘Visionary Leadership During Uncertainty’ yang diselenggarakan oleh Bankers Association for Risk Management.
-
Apa saja yang dibutuhkan untuk transformasi digital di Indonesia? Ada dua hal yang menjadi poin penting. Pertama, talenta dan yang kedua adalah infrastruktur digital.
-
Mengapa BRI fokus pada digitalisasi? Hal ini untuk menjawab tantangan yang harus dihadapi oleh BRI terkait pemanfaatan data yang begitu besar untuk menumbuhkan kinerja. Karena kami menyadari mayoritas nasabah BRI adalah UMKM yang perlu edukasi dan sosialisasi untuk pemanfaatan teknologi perbankan secara khusus',
-
Kenapa kejahatan siber di Indonesia sangat berbahaya? Kejahatan siber dengan berbagai bentuk dan tingkat kompleksitasnya, menjadi ancaman serius bagi individu, perusahaan, dan bahkan negara secara keseluruhan.
-
Mengapa transaksi digital penting untuk ekonomi digital? Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie menyebutkan bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk digital ekonomi senilai 800 miliar dollar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp12.096,8 triliun.
Saat ini, bank sentral menyiapkan tiga jurus yang didapat dari bauran kebijakan atau koordinasi kebijakan antar lembaga, dan pemanfaatan digitalisasi demi kepentingan nasional.
Berikut tiga respons kebijakan dari Bank Indonesia dalam menghadapi bangkitnya digitalisasi:
Policy-Mix
Pada jurus policy-mix BI terbagi dalam tiga bagian, yaitu bauran kebijakan moneter, makroprudensial, pendalaman pasar keuangan, dan sistem pembayaran. Ini menegaskan bahwa BI tidak hanya bertugas menjaga stabilitas nilai rupiah, tetapi ikut mendorong stabilitas sistem keuangan.
Bauran kebijakan kedua adalah BI bersama pemerintah dalam hal moneter dan fiskal untuk stabilitas ekonomi, serta mendukung reformasi struktural di berbagai sektor.
"Reformasi struktural bagaimana mendorong manufacturing, pariwisata agribisnis, demikian juga fisheries. Perlu bauran kebijakan BI dengan pemerintah," ujar Perry pada Kamis (29/8) di Bali.
Sementara bauran kebijakan terakhir adalah menjaga stabilitas bersama Kementerian Keuangan, OJK, dan LPS di bawah naungan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
"Kita sharing pengalaman ini bahwa Indonesia menempuh bauran kebijakan untuk menyikapi meredanya globalisasi dan meningkatnya digitalisasi," ucap Perry.
Koordinasi Kebijakan
Jurus kedua yang digunakan Bank Indonesia adalah memastikan kebijakan antar lembaga bisa bersinergi agar semakin efektif. Perry yakin koordinasi kebijakan yang transparan akan memberi kontribusi positif hasil dalam menghadapi tantangan ekonomi yang muncul.
"Supaya efektif harus diperkuat sinergi tapapa mengurangi kewenangan masing-masing, tapi koordinasi kebijakan itu diperlukan agar kebijakannya lebih efektif dan mampu menyikapi meredanya globalisasi, munculnya digitalisasi," ucap Perry.
Memanfaatkan Digitalisasi
Pada era digitalisasi, layanan finansial konvensional telah beralih ke dunia digital, mulai dari crowdfunding, P2P lending, dan pembayaran digital. BI pun aktif mengeksplorasi ranah ini agar pihak bank sentral tidak kecolongan dengan digitalisasi.
Gubernur Perry pun membahas visi Sistem Pembayaran Indonesia 2025 dan integrasi teknologi finansial dengan perbankan. Tujuannya agar fungsi bank sentral dalam peredaran uang, kebijakan moneter, dan menjaga stabilitas keuangan bisa tetap berlangsung di era digitalisasi.
"Perlu tetap menempatkan digitalisasi perbankan sebagai core atau inti integrasi tadi. Makanya kita dorong perbankan digitalisasinya terus berkembang pesat," ucap Perry.
Perry juga mendukung peran startup berinovasi dalam berbagai sektor seperti sektor riil, e-commerce, dan perbankan. Namun, inovasi itu juga harus sejalan dengan berkembangnya perlindungan konsumen dan risiko siber.
Tak lupa, Perry mengingatkan perkembangan digital harus menjunjung kepentingan nasional. Inovasi yang dilakukan adalah Gerbang Pembayaran Nasional dan QRIS.
"Ini bagaimana kepentingan nasional tetap terjaga dalam digitalisasi antar negara. Contohnya, kita sudah ada GPN di mana kalau transaksi domestik harus diselesaikan secara domestik. Demikian juga QRIS yang unggul: universal, gampang untung dan langsung," jelas Perry.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dirut BRI tegaskan bankir perlu memiliki risk awareness yang baik dalam menghadapi tantangan ekonomi global.
Baca SelengkapnyaMeningkatnya fragmentasi ekonomi dan geopolitik yang bersumber tidak hanya dari konflik Rusia-Ukraina, namun juga tensi geopolitik antara China dan AS.
Baca SelengkapnyaMahendra Siregar memcermati dampak digital transformasi sektor keuangan di Indonesia apakah sebagai keberkahan atau kutukan.
Baca SelengkapnyaIndonesia mulai memasuki pesta demokrasi yang dapat memengaruhi risk appetite investor dan pelaku usaha.
Baca SelengkapnyaTensi geopolitik global masih melanjutkan peningkatan seiring berlanjutnya konflik di Timur Tengah.
Baca SelengkapnyaBank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan di level 6,25 persen demi menjaga stabilitas Rupiah.
Baca SelengkapnyaUpaya-upaya menumbuhkan pengembangan ekonomi digital perlu kerja bersama.
Baca SelengkapnyaBank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan menjadi 6 persen.
Baca SelengkapnyaKeputusan mempertahankan suku bunga acuan ini sejalan dengan fokus kebijakan moneter yang pro-stability untuk penguatan stabilisasi nilai tukar Rupiah.
Baca SelengkapnyaBI menegaskan rupiah digital tidak akan menggantikan uang kertas dan koin yang ada saat ini
Baca SelengkapnyaGubernur BI Perry Warjiyo mengaku transaksi digital sering kali disalahgunakan.
Baca SelengkapnyaTigor mengingatkan penting juga untuk waspada. Sebab, perekonomian global masih dihadapkan dengan ketidakpastian.
Baca Selengkapnya