Fakta Mengejutkan Resesi Ekonomi 2020 dan Bagaimana Sebaiknya Masyarakat Menanggapi
Merdeka.com - Indonesia telah memasuki zona resesi. Ini pertama kalinya sejak krisis finansial pada 1998. Gejala resesi di Indonesia sudah terlihat sejak awal tahun.
Definisi resesi memang kerap dipahami sebagai laju ekonomi negatif dalam dua periode waktu, atau kuartal secara beruntun. Namun, yang pasti gejala resesi tidak datang ujug-ujug. Tanda-tanda perlambatan kerap sudah terasa sebelum stempel resesi diberikan.
Tanda-tanda resesi di Indonesia sudah terlihat sejak awal tahun ketika Indonesia secara beruntun mengalami penurunan tahunan pertumbuhan PDB riil. Perekonomian secara tahunan pada kuartal I-2020 lalu hanya tumbuh 2,97 persen atau melambat signifikan dibandingkan periode sama 2019 yang sebesar 5,07 persen.
-
Kapan deflasi di Indonesia terjadi? Badan Pusat Statistik (BPS) menginformasikan bahwa Indonesia mengalami deflasi lagi pada bulan September 2024.
-
Apa yang terjadi di Indonesia? Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprakirakan dalam sepekan ke depan hampir seluruh wilayah di Indonesia akan dilanda suhu panas.
-
Siapa yang mengalaminya di Indonesia? Riskesdas 2018, menunjukkan lebih dari 19 juta penduduk berusia di atas 15 tahun mengalami gangguan mental emosional.
-
Kapan gempa di Indonesia terjadi? Tercatat 161 kali gempa bumi terjadi di Indonesia antara tahun 1990 dan 2022.
-
Kenapa rupiah Indonesia hiperinflasi pada tahun 1963-1965? Di awal kemerdekaan Indonesia, sistem nilai tukar rupiah yang diterapkan yaitu kurs tetap. Artinya, sebuah negara harus ada cadangan devisa yang terkontrol. Akan tetapi sebagai negara baru Indonesia hanya punya sedikit cadangan devisa. Ekonomi Indonesia kemudian diperburuk saat bergulirnya agresi militer Belanda II.
-
Kapan masalah pencemaran air mulai sering dijumpai di Indonesia? Pencemaran air merupakan isu lingkungan yang sering dihadapi di Indonesia, terutama di perkotaan dan wilayah industri.
Kemudian, di kuartal IV-2019, ekonomi Indonesia juga telah tumbuh melambat ke 4,97 persen dibandingkan 5,18 persen pada periode sama tahun sebelumnya imbas perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.
Dampak perlambatan semakin berat ketika pagebluk Covid-19 menjangkiti Indonesia dan 214 negara lainnya di dunia. Berbeda dengan krisis 1998 yang disebabkan gejolak di pasar keuangan, beban ekonomi pada 2020 jauh lebih berat karena bersumber dari krisis kesehatan masyarakat.
Sejauh ini periode kuartal II-2020 kerap dinilai sebagai fase terberat laju ekonomi Tanah Air. Dampak penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menyebabkan perekonomian merosot. Hampir semua sektor industri terganggu, utilitas produksi menurun, dan menyebabkan omzet penjualan lesu.
Berikut sejumlah fakta menarik seputar resesi ekonomi di 2020 yang dirangkum merdeka.com.
1. Terberat Sepanjang Sejarah
Bank Dunia mencatat, sejak 1871 sampai 2020, sudah ada 14 resesi ekonomi global yang terjadi. Sebelum tahun 2020, resesi terberat yang pernah terjadi pada 1931. Setidaknya 83,8 persen negara di dunia terdampak.
Namun, resesi global tahun 2020 memecahkan rekor yang pernah ada. Resesi akibat pandemi Covid-19 ini menghantam 92,9 persen negara yang ada di dunia.
"Tahun 2020, resesi ini jauh lebih dalam karena negara yang terdampak lebih dari 92,9 persen," kata Staf Ahli Bidang Peningkatan Daya Saing dan Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Heldy Satrya Putera.
2. Tak Cuma Disebabkan Virus Corona
Staf Ahli Bidang Peningkatan Daya Saing dan Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Heldy Satrya Putera, menilai kondisi ini sebenarnya bukan hanya disebabkan oleh mewabahnya virus corona ke seluruh dunia. Tetapi berbagai ketidakpastian global yang terjadi sebelum munculnya pandemi Covid-19.
"Sebetulnya bukan di pandemi saja tetapi ada ketidakpastian global dalam hal ekonomi sebelumnya," kata Heldy.
Ketidakpastian global saat ini juga dipicu oleh perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Peristiwa Brexit atau keluarnya Kerajaan Inggris dari Uni Eropa juga ikut menyumbang ketidakpastian global.
Belum lagi anjloknya harga minyak dunia dan peristiwa deglobaliasasi. Antara lain, proteksionisme ekonomi domestik kembali marak dan diversifikasi rantai pasok pasca perang dagang juga turut andil membuat ketidakpastian global.
"Ini yang membuat kondisi saat ini jauh berbeda dibandingkan resei ekonomi sebelumnya," ungkap Heldy.
3. Bagaimana Seharusnya Masyarakat Menanggapi Resesi?
Menurut Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE), Piter Abdullah, resesi ekonomi bisa memberikan dampak yang sangat berat terhadap kelompok masyarakat menengah ke bawah, terutama bagi mereka yang kehilangan pekerjaan, hingga tidak memiliki pendapatan sama sekali.
Sementara, kelompok menengah hingga menengah ke atas turut merasakan dampak dari resesi, namun masih memiliki daya beli. Kemampuan beli itu tidak diwujudkan untuk konsumsi, melainkan investasi, atau menabung. Tak ayal, dalam beberapa bulan terakhir, jumlah simpanan atau investasi di industri keuangan terus bertumbuh.
Maka dari itu, untuk saat ini, masyarakat diimbau untuk bersiap menghadapi resesi, atau dampak lebih buruk dari resesi itu jika terjadi berkepanjangan.
Piter mengusulkan agar masyarakat lebih banyak mengalokasikan dananya saat ini ke dalam tabungan. Masyarakat juga tidak perlu panik. Hal yang perlu menjadi perhatian adalah agar masyarakat mengendalikan pengeluaran agar tidak boros dan mampu mengamankan kondisi tabungan.
"Tidak juga terlalu khawatir sehingga takut untuk melakukan konsumsi. Konsumsi sewajarnya dan tetap punya tabungan untuk berjaga-jaga," ujar dia dikutip dari Antara.
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan saat ini masyarakat lebih baik membentuk dana darurat dengan besaran yang mampu mengantisipasi jika sewaktu-waktu masyarakat mengalami penurunan atau kehilangan pendapatan secara ekstrem.
Dana darurat juga penting untuk biaya penanganan kesehatan anggota masyarakat, mengingat saat ini Indonesia masih menghadapi pandemi Covid-19.
Sementara itu, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, mengatakan Indonesia sudah mulai keluar dari resesi ekonomi yang diakibatkan pandemi Covid-19. Hal ini merujuk pada perbaikan dari kontraksi ekonomi per kuartal.
"Kita sudah mulai keluar dari resesi, dari kontraksi 5,32 persen kemarin hanya 3,49 persen. Angka ini saya kira sudah bagus," kata Menko Luhut di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur.
Menurut Menko Luhut, dari data pertumbuhan ekonomi kuartalan tersebut, sudah menunjukkan perbaikan.
(mdk/bim)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta publik memeriksa betul apa penyebab dari deflasi tersebut.
Baca SelengkapnyaMenurut pemerintah, deflasi saat ini dipengaruhi oleh penurunan permintaan pasar global akibat konflik internasional.
Baca SelengkapnyaKala itu, permasalahan ekonomi muncul akibat ketidakpuasan masyarakat terhadap kondisi perpolitikan saat itu.
Baca SelengkapnyaDeflasi pada periode 1999 terjadi selama tujuh bulan berturut-turut. Dalam catatannya, deflasi terjadi pada Maret hingga September.
Baca SelengkapnyaKenaikan inflasi pada sektor transportasi turut memperburuk daya beli masyarakat.
Baca SelengkapnyaJumlah kelas menengah ini turun menjadi kelompok menuju ke kelas menengah
Baca SelengkapnyaAngka pengangguran yang melonjak tak terduga di Amerika Serikat (AS).
Baca SelengkapnyaRupiah kembali melemah hingga ke level Rp16.000 terhadap mata uang dolar AS seperti yang pernah dialami Indonesia saat krisis moneter 1998.
Baca SelengkapnyaPer Agustus 2024, posisi utang Indonesia berada di angka Rp8.461,93 triliun, setara dengan 38,49 persen dari PDB.
Baca SelengkapnyaKekacauan dunia terjadi dipicu oleh potensi resesi Amerika Serikat hingga perang yang terjadi di Eropa dan Timur Tengah
Baca SelengkapnyaDeflasi berturut-turut terjadi sejak Mei hingga Agustus 2024. Per Agustus 2024, BPS mencatat deflasi 0,03 persen.
Baca SelengkapnyaJumlah penduduk kelas menengah tersebut menyumbang 21,45 persen dari proporsi penduduk.
Baca Selengkapnya