Industri Fintech Diklaim Bisa Tahan Hadapi Resesi Ekonomi
Merdeka.com - Ketua Umum Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH), Pandu Sjahrir optimistis industri financial technology (fintech) akan mampu melewati ancaman resesi global di tahun 2023. Namun dia mengakui masih banyak tantangan yang dihadapi sehingga industri fintech tetap tidak boleh lengah.
"Saya melihatnya optimis, tapi tentunya dengan underline. Karena memang dari sisi acara fintech nasional ini (Indonesia Fintech Summit dan Bulan Fintech Nasional 2022), semakin banyak pesertanya," ujarnya dalam konferensi pers di Wisma Mulia 2, Jakarta, Senin (7/11).
Dia melihat, dengan antusias dan kepentingan masyarakat yang tinggi mengartikan bahwa penggunaan jasa fintech makin besar di masyarakat dan kalangan luas. Ditambah, dengan inovasi yang dilakukan oleh para pemain fintech semakin bertambah serta berbagai regulasi pemerintah semakin memperkuat industri fintech.
-
Bagaimana cara startup di Indonesia bertahan? Banyak perusahaan yang melakukan penghematan biaya untuk bertahan di tengah ketidakpastian ekonomi global.
-
Bagaimana BRI mengelola resiko di tengah pemulihan? Kendati demikian untuk memperkuat kondisi yang semakin membaik, pihaknya menerapkan strategi konservatif dengan mengalokasikan dana pencadangan yang lebih dari memadai sebagai salah satu mitigasi risiko.
-
Kenapa OJK optimis terhadap sektor keuangan? Rapat Dewan Komisioner Bulanan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 25 Oktober 2023 menilai sektor jasa keuangan nasional terjaga stabil didukung permodalan yang kuat, kondisi likuiditas yang memadai, dan profil risiko yang terjaga sehingga meningkatkan optimisme bahwa sektor jasa keuangan mampu memitigasi risiko meningkatnya ketidakpastian global baik dari higher for longer suku bunga global maupun peningkatan tensi geopolitik.
-
Siapa yang menilai sektor keuangan stabil? Rapat Dewan Komisioner Bulanan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 30 Agustus 2023 menilai stabilitas sektor jasa keuangan nasional terjaga dan resilien dengan indikator prudensial, seperti permodalan maupun likuiditas yang memadai serta profil risiko yang terjaga di tengah meningkatnya ketidakpastian perekonomian global.
-
Bagaimana Firmansyah mengatasi kesulitan ekonomi? Dia memilih jurusan Agroteknologi karena melihat peluang besar untuk berwirausaha nantinya. Di awal-awal masa kuliah, Firman sempat sedikit tertolong karena pembelajaran berlangsung secara daring mengingat saat itu masih pandemi Covid-19. Tetapi, persoalan muncul ketika pemerintah membolehkan kegiatan perkuliahan secara tatap muka, ia terpaksa bolak-balik Bandung-Garut untuk kuliah setiap hari untuk mengurangi pengeluaran.
-
Bagaimana UMKM bisa bertahan di masa pandemi? Lewat jalur digital itu, IniTempe bertahan, bisa bertahan selama pandemi. Omzet bulanan Benny bahkan bisa mencapai puluhan juta dari dunia digital itu.
Meski begitu, pandu mengungkapkan bahwa tantangan sebenarnya dari industri fintech adalah masalah pendanaan global. Sehingga, dia mengingatkan agar para pemain fintech untuk selalu menjaga efisiensi dan cost agar tetap mencapai profitabilitas.
"Menurut saya 2023 2024 ini banyak ketidakpastian. Kalau lihat fundamental buat pemain, secara overall membaik. Tapi memang pendanaan secara global banyak berkurang," kata Pandu.
Hal senada juga disampaikan Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Adrian Gunadi. Dia melihat pertumbuhan fintech tetap berlanjut di 2023, khususnya fintech peer-to-peer (P2P) lending. Hal ini tidak terlepas dari masih adanya credit gap yang cukup besar di Indonesia. Di mana, masih banyaknya kebutuhan pendanaan yang belum dijangkau oleh sektor perbankan peer to peer lending. Sehingga, industri fintech dipercaya masih akan terus berproses di tengah resesi global 2023.
"Jadi kita melihat masih akan bertumbuh di 2023. Tetapi kita juga harus melihat sektor industri mana yang tentunya rentan terhadap faktor-faktor eksternal, faktor-faktor makro yang bisa menyebabkan volatilitas yang lebih tinggi. Dan juga diperhatikan, sektor-sektor mana yang akan terus tumbuh," lanjut Adrian.
Dia menambahkan permasalahan tersebut harus menjadi fokus utama yang diperhatikan oleh setiap pelaku bisnis fintech sebagai bentuk mitigasi berbagai resiko bisnis yang membayangi di masa depan. "Memang peluangnya ada tapi kita juga harus pintar mengambil atau memilih segmen," tutup Adrian.
Reporter Magang: Hana Tiara Hanifah
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Hingga kuartal III-2023, industri fintech di Indonesia mendominasi hingga sekitar 33 persen dari total pendanaan perusahaan fintech di Asia Tenggara.
Baca SelengkapnyaTerdapat 5 ancaman ekonomi global saat ini, di antaranya penurunan inflasi hingga suku bunga tinggi.
Baca SelengkapnyaPerusahaan Teknologi Keuangan Digital, Trans Digital Cemerlang (TDC) menyambut baik acara Indonesian Fintech Summit & Expo 12-12 November 2024 lalu.
Baca SelengkapnyaTensi geopolitik global masih melanjutkan peningkatan seiring berlanjutnya konflik di Timur Tengah.
Baca SelengkapnyaAda empat tantangan besar yang dihadapi dalam pengembangan industri fintech di Indonesia.
Baca SelengkapnyaProgram ini diharapkan mendorong adopsi fintech dan meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan, manfaat.
Baca SelengkapnyaTensi perang dagang kembali meningkat akibat kenaikan tarif Amerika Serikat dan beberapa negara Amerika Latin terhadap produk-produk dari China.
Baca SelengkapnyaPerekonomian global secara umum mengalami pelemahan dengan inflasi yang terjaga moderat.
Baca SelengkapnyaApalagi kata Royke, IMF dan World Bank memperkirakan rata-rata pertumbuhan ekonomi global akan lebih rendah dibandingkan periode sebelum pandemi.
Baca SelengkapnyaDirut BRI tegaskan bankir perlu memiliki risk awareness yang baik dalam menghadapi tantangan ekonomi global.
Baca SelengkapnyaSalah satunya kondisi suku bunga yang masih di level tinggi, walaupun di proyeksikan tidak akan naik lagi.
Baca SelengkapnyaOtoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kinerja sektor jasa keuangan di Indonesia terbilang stabil.
Baca Selengkapnya