Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

JK: Krisis 1998 bebankan APBN kita hingga 30 tahun

JK: Krisis 1998 bebankan APBN kita hingga 30 tahun Jusuf Kalla. ©2012 Merdeka.com

Merdeka.com - Wakil Presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla, menjelaskan sejak orde baru (orba) Indonesia tak pernah merasakan pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen. Alasannya, pada masa reformasi perekonomian global mengalami pasang surut.

"Pertama jaman reformasi mulai dari jaman sulit, minus 14 persen pada 1998. Naik sedikit 4-5 persen. Saya di pemerintahan tahun 2004 mulai pertumbuhan 4 persen. Tahun 2008 6,4 persen, harusnya bisa capai 7 persen. tapi resesi 2008 langsung turun, meski dampaknya tidak besar," ujar dia di Jakarta, Jumat malam (4/12).

JK menyayangkan langkah pemerintah yang tidak mempertahankan beberapa kebijakan yang dianggap telah membawa keuntungan untuk Indonesia. Selain itu, jumlah ekspor yang tinggi juga tidak diimbangi dengan cadangan devisanya.

"Kenapa ekspor kita tinggi, tapi cadangan devisa kita hanya USD 100 Miliar. Karena kita hanya berpegang pada pasar. Karena kita hanya berpegang pada liberalisasi yang dibuat pada masa reformasi. Aturan cadangan devisa kita paling bebas dibanding Singapura, Filipina, barang keluar tapi devisa tidak masuk. Masuknya ke Singapura, pajaknya disana. Kita bayar bunga mahal makanya Rupiah tidak stabil, akibatnya ekonomi mahal yang terjadi karena tidak manfaatkan situasi. Itu salah satu kebijakan yang harus dipelajari dan tidak boleh terulang," jelas dia.

JK juga menyebut jika dampak krisis pada 1998 masih terus terbawa hingga saat ini. Akibatnya, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi ikut terbebani.

"Akibat krisis tahun 1998 masih kena. Rp 100 triliun masih harus bayar setiap tahun. Kita mesti bayar ini terus, mungkin 30 tahun lagi masih jadi beban kita. lima kali APBN masih dibebankan akibat dari krisis lalu," pungkas dia.

(mdk/sau)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
63 Kementerian Lembaga Masih Nunggak PNBP Hingga Rp27,64 Triliun
63 Kementerian Lembaga Masih Nunggak PNBP Hingga Rp27,64 Triliun

Angka tunggakan ini meningkat dibanding jumlah piutang di tahun sebelumnya sebsar Rp25,04 triliun yang tersebar di 62 kementerian lembaga.

Baca Selengkapnya
JK: Siapa pun Pemerintah Selanjutnya Hadapi Tantangan Berat
JK: Siapa pun Pemerintah Selanjutnya Hadapi Tantangan Berat

Wapres ke-10 dan 12, Jusuf Kalla atau JK memperkirakan, siapa pun yang menggantikan Jokowi akan menghadapi tantangan berat.

Baca Selengkapnya
Awas! Dampak Pelemahan Rupiah Berpotensi Mirip Krisis Moneter 1998
Awas! Dampak Pelemahan Rupiah Berpotensi Mirip Krisis Moneter 1998

Rupiah kembali melemah hingga ke level Rp16.000 terhadap mata uang dolar AS seperti yang pernah dialami Indonesia saat krisis moneter 1998.

Baca Selengkapnya
Sri Mulyani Minta Kenang Peristiwa Krisis Moneter 1998: Itu Krisis Paling Parah
Sri Mulyani Minta Kenang Peristiwa Krisis Moneter 1998: Itu Krisis Paling Parah

Kala itu, permasalahan ekonomi muncul akibat ketidakpuasan masyarakat terhadap kondisi perpolitikan saat itu.

Baca Selengkapnya
JK Tagih Utang ke Kementerian BUMN Rp300 Miliar, Begini Jawaban Erick Thohir
JK Tagih Utang ke Kementerian BUMN Rp300 Miliar, Begini Jawaban Erick Thohir

Erick mengaku akan mengecek pernyataan JK terkait piutang terhadap perusahaan BUMN senilai Rp300 miliar.

Baca Selengkapnya
Sri Mulyani Ungkap Penerimaan Pajak Selalu Naik Setiap Masa
Sri Mulyani Ungkap Penerimaan Pajak Selalu Naik Setiap Masa

Proses mencapai target penerimaan pajak tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor.

Baca Selengkapnya
Utang Jatuh Tempo RI Capai Rp800 Triliun pada 2025
Utang Jatuh Tempo RI Capai Rp800 Triliun pada 2025

Kepercayaan diri dalam mengelola pasar, tergantung dengan kepercayaan pasar.

Baca Selengkapnya
KPK Ungkap Negara Rugi Rp5,2 Triliun dan 2,7 Juta USD dari 13 Perkara Korupsi
KPK Ungkap Negara Rugi Rp5,2 Triliun dan 2,7 Juta USD dari 13 Perkara Korupsi

Hal itu berdasarkan laporannya sejak Januari hingga Juni 2024

Baca Selengkapnya