Kasus AJB Bumiputera Dinilai Bisa Lebih Gawat dari Jiwasraya dan Asabri
Merdeka.com - Ekonom Senior Centre of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah menyoroti polemik pembayaran klaim nasabah Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera yang tak kunjung ada jalan keluar. Bahkan, jika masalah ini terus berlarut, kondisi AJB Bumiputera dinilai bisa lebih gawat dari PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan Asabri.
Piter mengatakan, akar masalah AJB Bumiputera terjadi karena peran Badan Perwakilan Anggota (BPA) yang tidak bisa mengambil keputusan strategis bagi badan usaha bersama tersebut.
"Kalau kita lihat, hal yang sangat strategis yaitu terkait dari kerugian asuransi jiwa bersama, justru BPA tidak banyak mengambil keputusan-keputusan. Jadi untuk keputusan operasional, BPA di Bumiputera intervensinya dalam, tapi ketika mengambil keputusan strategis sejauh ini tidak mampu mengambil keputusan strategis," paparnya dalam sesi webinar, Jumat (6/8).
-
Siapa yang memimpin BPIP? Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi menyebut, perlu penguatan Ideologi Pancasila bagi masyarakat dan pelajar di wilayah lintas batas negara.
-
Kenapa PBB di Jakarta dikorting? Kebijakan ini sejalan dengan komitmen pemerintah untuk menciptakan keadilan dan pemerataan dalam pemungutan pajak.
-
Kenapa PKB dibentuk? Pembentukan partai ini diusulkan oleh kaum nahdliyin di berbagai daerah. Pasalnya, banyak warga NU yang ingin agar dibentuknya sebuah badan atau partai politik yang mewadahi aspirasi mereka di seluru pelosok Nusantara.
-
Siapa Ketua Dewan Syuro PKB? Diketahui, Ma'ruf Amin kembali dipercaya menjabat Ketua Dewan Syuro DPP PKB berdasarkan hasilMuktamar ke-VI yang digelar di Nusa Dua Bali, Minggu (25/8) lalu.
-
Apa fokus utama diskusi BPIP? Tema diskusi yakni 'Kerapuhan Etika Penyelenggara Negara dalam Berbangsa dan Bernegara' dan berfokus pada upaya menginternalisasikan nilai-nilai Pancasila di tengah tantangan etika yang dihadapi oleh para pejabat publik.
-
Siapa pendiri PPPI? Beberapa nama besar yang pada saat itu masih menjadi mahasiswa di balik berdirinya PPPI ada Raden Tumenggung, Soegondo Djojopoespito, Abdullah Sigit, Suwiryo, Suryono, Susalit, Goenarso, dan lain sebagainya.
Dia menjelaskan, kasus ini bermula pada 1997 ketika AJB Bumiputera mengalami kerugian dengan defisit Rp 2,07 triliun. Menurut catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Piter mengabarkan, BPA kala itu tidak diizinkan melakukan intervensi dalam pengelolaan perusahaan.
Selang 5 tahun pada 2002, defisit membengkak tipis jadi Rp 2,94 triliun. Pada waktu itu, Kementerian Keuangan memutuskan untuk menyelamatkan kondisi kesehatan AJB Bumiputera.
Defisit kian melebar jauh pada 2010 menjadi Rp 7,45 triliun, dan membengkak jadi Rp 11,99 triliun pada 2014. Piter melihat itu terjadi karena peran BPA yang sangat strategis tapi tidak mampu mengambil keputusan strategis.
OJK pada 2014 lantas menyiapkan tiga opsi untuk AJB Bumiputera; haircut kewajiban, pencabutan izin usaha/likuidasi, penyehatan. Dan sekali lagi, pihak regulator memilih opsi penyehatan, namun disertai pernyataan tertulis bahwa BPA dilarang mencampuri tugas pengelola AJB Bumiputera.
"Artinya tidak ada perubahan itu dari tahun 1997 sampai 2014. Jadi BPA yang posisinya strategis ini masih mencampuri persoalan operasional, tapi di sisi lain tidak mampu mengambil keputusan-keputusan strategis yang terbukti persoalannya tidak pernah selesai," keluh Piter.
Nasib nahas AJB Bumiputera belum berhenti di situ. Defisit kian membengkak jadi Rp 18,5 triliun di 2016, dan Rp 20,9 triliun pada 2018. Pada 2016, OJK kembali membuat pernyataan tertulis yang meminta BPA tidak menghambat tugas pengelola strategis.
"Ini artinya kalau dalam Bahasa Jawa BPA ndablek banget. Artinya BPA tidak laksanakan perintah tertulis OJK. Sudah ada riwayatnya BPA tidak mematuhi otoritas, dari regulator," ungkap Piter.
"Saya tidak tahu 2021 ini defisit sudah membengkak jadi berapa puluh triliun, nantinya itu kalau dibiarkan bisa jadi berapa puluh triliun. Makanya saya bayangkan ini skalanya bisa jauh diatas permasalahan yang terjadi di Jiwasraya dan Asabri," tandasnya.
Reporter: Maulandy Rizky Bayu Kencana
Sumber: Liputan6.com
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kesulitan keuangan yang dihadapi BPR ataupun BPRS membuat OJK menyusun peta jalan agar tidak ada lagi masalah serupa di kemudian hari.
Baca SelengkapnyaPengelolaan BUMN di bawah kementerian teknis tidak sejalan dengan tugas dan fungsi BUMN sebagai korporasi yang mencari profit.
Baca SelengkapnyaRonny menyoroti kendala laten terjadi pada pergerakan ekonomi nasional.
Baca SelengkapnyaOJK mengimbau kepada nasabah PT BPR Sumber Artha Waru Agung agar tetap tenang.
Baca SelengkapnyaAda berbagai faktor yang menentukan kerugian dalam korporasi, bukan hanya semata-mata kesalahan strategi.
Baca SelengkapnyaGanjar mengaku tidak kaget atas fenomena BUMN Karya merugi meski memperoleh proyek infrastruktur.
Baca SelengkapnyaPencabutan izin usaha PT BPR Lubuk Raya Mandiri merupakan bagian tindakan pengawasan yang dilakukan OJK.
Baca SelengkapnyaErick menyebut, temuan BPK atas permasalahan yang terjadi di perusahaan BUMN merupakan hal yang lumrah.
Baca SelengkapnyaPurbaya menilai, jika OJK melakukan pemangkasan dari 1.500 BPR menjadi 1.000 BPR dalam waktu serentak, dia lebih mengkhawatirkan pihak OJK.
Baca SelengkapnyaAsal memberi izin kelola tambang ke Ormas yang tidak memiliki kompetensi bisa merugikan sumber daya alam.
Baca SelengkapnyaBPR dan BPRS kerap mengalami masalah keuangan yang disebabkan lambatnya proses pemerintah daerah.
Baca SelengkapnyaOJK Cabut izin Usaha PT BPR Sembilan Mutiara, Bagaimana Nasib Uang Nasabah?
Baca Selengkapnya