Kebijakan pengetatan impor dinilai kacaukan industri tembakau dalam negeri
Merdeka.com - Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 84 (Permendag 84) Tahun 2017 tentang Ketentuan Impor Tembakau dinilai dinilai berpotensi mengacaukan industri tembakau nasional dan secara tidak langsung akan meredupkan kehidupan petani komoditas itu. Aturan itu sendiri berlaku 8 Januari 2018 itu di Jakarta, Kamis.
"Regulasi ini akan mengacaukan industri tembakau dalam negeri," kata Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Soeseno dikutip Antara, Jumat (19/1).
Dia sendiri mengaku bingung dengan tujuan pemerintah karena jenis-jenis tembakau yang masuk dalam daftar pengetatan impor justru yang paling dibutuhkan dalam komposisi rokok seperti virginia, burley, dan oriental.
-
Kenapa produksi tembakau penting bagi Indonesia? Industri tembakau telah berkontribusi kepada penerimaan negara sebesar ratusan triliun rupiah setiap tahunnya.
-
Bagaimana tembakau masuk ke Nusantara? Para penjajah bangsa Eropa membawa benih tembakau pada wilayah yang dijajahnya. Salah satunya adalah kawasan Nusantara. Diduga benih tembakau pertama kali dibawa ke Nusantara oleh bangsa Portugis.
-
Tembakau jenis apa yang paling banyak laku? “Yang paling laris tembakau orisinal, yang dari Temanggung,“ kata Aziz.
-
Kenapa Kemendag perlu berkoordinasi dengan pelaku industri tembakau? Lebih lanjut Mendag menjelaskan, Kemendag juga akan berkoordinasi dengan pelaku industri tembakau agar industri tembakau melakukan program kemitraan dengan petani.
-
Mengapa tembakau di Jawa Tengah berkembang pesat? Kondisi itu membuat pertanian tembakau di Jateng berkembang secara signifikan. Setiap daerah di Jateng bahkan punya karakteristik tembakau yang berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya.
-
Apa saja kandungan berbahaya di rokok? Rokok merupakan produk tembakau yang mengandung berbagai bahan kimia berbahaya. Adapun beberapa kandungan rokok yang sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh antara lain: 1. Karbon monoksida: Gas beracun yang dihasilkan oleh pembakaran bahan kimia dalam rokok. Karbon monoksida mengikat pada hemoglobin dalam darah, mengurangi jumlah oksigen yang dapat dibawa ke sel-sel tubuh. 2. Nikotin: Zat adiktif yang terkandung dalam rokok. Nikotin dapat menyebabkan perubahan pada sistem saraf dan meningkatkan risiko penyakit jantung, stroke, dan kanker. 3. Tar: Bahan lengket yang dihasilkan oleh pembakaran tembakau. Tar mengandung lebih dari 4.000 zat kimia berbahaya, termasuk karsinogen (zat penyebab kanker) seperti benzena, formaldehida, dan arsenik. 4. Hidrogen sianida: Gas beracun yang terkandung dalam asap rokok. Hidrogen sianida dapat merusak sistem saraf dan pernapasan. 5. Benzena: Zat karsinogen yang terdapat dalam asap rokok. Paparan jangka panjang terhadap benzena meningkatkan risiko terkena leukemia (kanker darah). 6. Formaldehida: Zat kimia beracun yang digunakan dalam pembalut mayat. Asap rokok mengandung formaldehida yang dapat menyebabkan iritasi pada mata, hidung, dan tenggorokan. 7. Arsenik: Zat karsinogen yang ditemukan dalam asap rokok. Paparan jangka panjang terhadap arsenik telah dikaitkan dengan risiko terkena kanker paru-paru, kanker hati, dan kanker ginjal. 8. Kadmium: Logam berat beracun yang terdapat dalam baterai. Kadmium ditemukan dalam asap rokok dan dapat merusak organ tubuh, seperti paru-paru dan ginjal. 9. Amonia: Zat kimia yang digunakan dalam produk pembersih. Amonia dalam rokok dapat merusak saluran pernapasan dan menyebabkan iritasi pada mata dan tenggorokan.
"Kami sangat heran dengan adanya aturan ini, mengapa justru virginia, burley, dan oriental yang dibatasi jumlah impornya. Padahal di Indonesia produksinya masih terbatas. Untuk yang jenis oriental malah tidak bisa diproduksi di sini, sehingga harus diimpor dari Timur Tengah," kata Soeseno.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian 2015, kata Soeseno, luas areal tanaman tembakau virginia hanya 28.949 hektar atau setara dengan 13,38 persen dari total luas areal pertanian tembakau di Indonesia. Sementara produksinya hanya 38.371 ton atau hanya 19,8 persen dari total produksi tembakau nasional.
Untuk tembakau jenis burley, areal dan produksinya lebih kecil lagi. Luas lahan tembakau jenis ini paling banyak tersebar di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur dan hanya dengan luas areal tanam sebesar 997 hektar dan produksi 1.417 ton.
Adapun untuk jenis oriental, kata Soeseno, di Madura hanya mampu menghasilkan tembakau jenis semi oriental. "Kondisi geografis yang cocok untuk jenis oriental itu berada di pegunungan kapur seperti di Turki," lanjut Soeseno.
Dia menjelaskan, untuk sebatang rokok, dibutuhkan tujuh sampai 17 komposisi jenis tembakau dan jika salah satu komponen dikurangi takarannya, maka akan berdampak dengan yang lainnya.
Dia mengilustrasikan tembakau jenis virginia itu laiknya nasi, sementara tembakau lokal adalah lauknya. Pengurangan komposisi akan mempengaruhi kualitas.
"Pabrikan rokok punya formulanya masing-masing, tapi kalau satu komponen berkurang, yang lainnya juga harus dikurangi. Serapan tembakau dari petani lokal yang nantinya juga akan terganggu," ujarnya.
Saat ini, Soeseno menyebut, kebutuhan tembakau di Indonesia sebesar 300.000 ton, sedangkan produksi nasional hanya 200.000 ton. Oleh karena itu, dia mengusulkan untuk mengurangi ketergantungan impor, agar pemerintah pusat memberikan insentif kepada para petani tembakau.
"Seharusnya Indonesia bisa meniru Amerika Serikat, Vietnam, dan Korea Selatan yang sangat membantu keberadaan petani tembakau lokalnya," katanya.
Insentifnya, menurut Soeseno, bisa dengan cara memberikan subsidi listrik. Langkah ini yang dilakukan pemerintah Korea Selatan untuk mendukung para petani tembakau lokal mereka.
"Proses oven tembakau di sana sangat canggih. Hasil tembakau dimasukkan ke dalam oven besar lalu dialiri listrik sehingga hasilnya lebih bagus. Kami pernah coba dengan menggunakan kayu uli, tapi cara ini ditolak oleh Kementerian Pertanian. Namun kami tetap tidak juga diberi insentif," ujarnya.
Mata Rantai Ketua Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Budidoyo, secara terpisah menilai Permendag 84 Tahun 2017 sebetulnya niatan baik dari pemerintah. Namun yang justru dibutuhkan para petani tembakau adalah semakin pendeknya mata rantai tata niaga.
"Sekarang ini masih panjang sekali mata rantainya dan banyak lapisannya. Kondisi ini yang tetap membuat para petani tembakau susah," ujarnya.
Pemerintah, menurut Budidoyo, tidak fokus dengan permasalahan ini. Dia juga mengusulkan cara untuk memutus mata rantai tata niaga yang panjang adalah dengan membangun kemitraan antara petani tembakau dan pabrikan rokok. "Cara kemitraan ini malah sudah dilakukan beberapa pabrikan rokok besar dengan menyerap tembakau lokal langsung dari petani," ujarnya.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Andry mengungkapkan, dari sisi penerimaan negara, ada potensi hilangnya Rp160,6 triliun.
Baca SelengkapnyaJika barang impor ilegal dibebaskan masuk ke dalam negeri akan menganggu perekonomian Indonesia.
Baca SelengkapnyaRPP Kesehatan yang dikeluarkan oleh pemerintah terdiri dari 1.166 pasal. Dari 26 pasal yang ada, cenderung melarang terhadap IHT.
Baca Selengkapnyadalam Rencana Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) salah satu aturan yang disoroti yakni nantinya, kemasan rokok harus polos tanpa merek.
Baca SelengkapnyaTembakau sebagai ekosistem yang memiliki jutaan nasib.
Baca SelengkapnyaPenurunan produksi industri rokok diakibatkan kenaikan cukai eksesif pada periode 2023–2024.
Baca SelengkapnyaDewan Pimpinan Daerah Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPD APTI) Jawa Barat, Nana Suryana dengan tegas menyatakan tak setuju terhadap kebijakan tersebut.
Baca SelengkapnyaPengeluaran rumah tangga untuk kesehatan akibat konsumsi rokok secara langsung dan tidak langsung sebesar sebesar Rp34,1 triliun.
Baca SelengkapnyaBerdasarkan hasil perhitungan dampak yang dilakukan oleh Indef dengan penerapan tiga skenario kebijakan terkait industri rokok.
Baca SelengkapnyaPMK dan PP 28/2024 tidak hanya mempengaruhi industri tembakau, tetapi juga berdampak besar pada mata rantai produksi dan distribusi.
Baca SelengkapnyaSejumlah pedagang sembako juga menolak rencana pelarangan penjualan rokok eceran atau ketengan.
Baca SelengkapnyaSejatinya Indonesia sendiri merupakan negara produsen tembakau, berbeda dengan negara lain sebagai konsumen tembakau yang memberlakukan kebijakan FCTC.
Baca Selengkapnya