Kemelut Dunia Asuransi Tanah Air
Merdeka.com - Dunia asuransi saat ini tengah diwarnai kisruh. Mulai dari kasus gagal bayar hingga banjirnya aduan sulitnya mengurus klaim.
Berdasarkan data Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pada tahun 2018 ada 21 keluhan dari industri asuransi. Dan menjelang paruh pertama 2019 YLKI telah mencatat ada delapan keluhan terkait hal serupa.
Selain itu, masalah besar juga tengah melanda dua raksasa perusahaan asuransi jiwa dan asuransi kesehatan, yakni Jiwasraya dan Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912.
-
Kenapa YLKI minta promotor bertanggung jawab? Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta pihak promotor untuk ikut bertanggung jawab atas kekacauan selama konser Coldplay berlangsung pada Rabu (17/11) malam. Ini menyusul, banyaknya keluhan penonton yang tidak bisa masuk ke arena konser akibat tiket yang dibeli secara resmi telah di scan oleh penonton lain.
-
Siapa yang mengalaminya di Indonesia? Riskesdas 2018, menunjukkan lebih dari 19 juta penduduk berusia di atas 15 tahun mengalami gangguan mental emosional.
-
Mengapa YLKI mendukung aturan baru BPOM? 'YLKI mendukung inisiatif ini sebagai bagian dari upaya menjaga kesehatan konsumen dan memastikan produk yang beredar di pasaran aman dikonsumsi,' katanya.
-
Siapa yang sering jadi sasaran keluhan rekan kerja? Mereka sering kali mencari berbagai alasan untuk mengkritik kolega, kondisi tempat kerja, organisasi, cara kerja, dan sebagainya.
-
Apa yang terjadi di Indonesia? Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprakirakan dalam sepekan ke depan hampir seluruh wilayah di Indonesia akan dilanda suhu panas.
-
Bagaimana KKP menargetkan indeks kepatuhan pelaku usaha? Menteri Kelautan dan Perikanan (KP), Sakti Wahyu Trenggono juga menargetkan indeks kepatuhan pelaku usaha pada 2025 sebesar 82 persen.
Seperti diketahui, saat ini Jiwasraya tengah terlilit kasus gagal bayar JS Saving Plan yang sudah jatuh tempo. Sementara itu, AJB Bumiputera sampai akhir Januari 2019 angka klaim jatuh tempo atau outstanding nya terhadap nasabah sudah menyentuh angka Rp2,7 Triliun.
Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi menyebutkan kemelut yang terjadi di industri asuransi tanah air tak lepas dari peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku regulator. Menurut Tulus, peran OJK disini belum maksimal.
"Sumbu persoalannya adalah mandulnya pengawasan OJK," kata Tulus kepada Merdeka.com, Rabu (24/7).
Dia menyatakan, jika OJK menjalankan perannya sebagai regulator dan pengawas dengan benar, maka kejadian yang saat ini tengah melanda industri asuransi tidak akan terjadi.
"Seharusnya dengan adanya OJK hal seperti ini tidak boleh terjadi. Untuk apa adanya OJK kalau pelanggaran konsumen di bidang jasa keuangan (asuransi) masih marak?," keluhnya.
Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Budi Tampubolon mengungkapkan kasus yang tengah terjadi saat ini rupanya tidak menyurutkan minat dan kepercayaan masyarakat terhadap dunia asuransi.
Dia mengungkapkan sejauh ini pihaknya belum menerima laporan dari perusahaan anggota yang terdampak oleh kasus tersebut. Artinya, kasus yang tengah menimpa dua anggota tersebut tidak berpengaruh pada industri.
"Kami belum mendapatkan informasi keluhan dari anggota yang manapun bahwa sudah mengalami imbas dampak dari apa yang sedang terjadi kepada sebagian anggota kami (Jiwasraya dan Bumiputera)," kata dia.
Dia mengungkapkan, komunikasi juga terus dilakukan dengan seluruh perusahaan asuransi jiwa lainnya yang tergabung sebagai anggota asosiasi. Dia mengungkapkan, tidak ada satupun perusahaan di bawah naungan AAJI yang mengaku terkena dampak negatif adanya kasus yang melibatkan dua perusahaan besar tersebut.
"Belum mendapatkan masukan bahwa ada perusahaan anggota yang kena imbasnya," ungkapnya.
Kendati demikian dia menegaskan asosiasi tidak lepas tangan terhadap kasus yang tengah melilit dua anggotanya tersebut. Koordinasi terus dilakukan dengan beberapa pihak terkait lainnya.
"Bahwa AAJI mencermati industri asuransi jiwa kita ini karena inilah yang sedikit banyaknya dicoba dipayungi, dicoba dikoordinasikan oleh AAJI bersama pihak-pihak terkait. Sehingga apa yang terjadi hal-hal yang terjadi baik positif maupun kurang baik di industri asuransi jiwa kita ini itu juga bagian dari yang dicermati oleh AAJI," ujarnya.
Dia berharap kasus yang saat ini tengah melanda dua perusahaan asuransi tersebut dapat segera mendapat prose penyelesaian yang baik. Tidak hanya untuk perusahaan, namun juga pegawai dan terutama para nasabah pemegang polis.
"Perusahaan yang sedang mengalami hambatan, sedang mengalami gangguan kendala, kami berharap itu bisa mendapatkan jalan penyelesaian yang baik yang secepat-cepatnya. Baik bukan hanya tahun ini tapi tahun-tahun ke depannya, untuk pegawainya juga baik tapi untuk tenaga pemasarnya dan untuk nasabahnya terutama pemegang polisnya itu juga kami harapkan ada solusi yang bisa diterima semua pihak tidak merugikan siapapun," tutupnya.
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Togar Pasaribu menyebutkan tidak ada masalah dalam pembayaran klaim. Dia mengatakan 96 persen dari total klaim asuransi telah dibayarkan oleh perusahaan. Sisanya, merupakan klaim yang bermasalah.
"Kalau lihat data di kita, klaim itu kita bayar secara industri itu udah Rp50 triliun. Jadi ini yang ribut ini yang case-casenya yang klaim-klaimnya tidak dibayar, tapi klaim tidak dibayar itu ada penyebabnya," kata dia saat ditemui di Rumah AAJI, Jakarta, Selasa (23/7).
Dia mencontohkan, salah satu penyebab tidak dibayarkannya klaim adalah karena nasabah nakal yang terbukti melakukan manipulasi data. Misalnya data diri bahkan hingga riwayat kesehatan.
"Ada loh case di mana umur aja dipalsuin. Kenapa dipalsukan? supaya preminya murah. Jadi mestinya di umur 50 tahun dia tulis umurnya 45 tahun, preminya lebih murah yang 45 tahun daripada 50 tahun. jadi ini terjadi hal-hal seperti ini," ujarnya.
"Terus yang kedua dia bilang tidak punya penyakit, baru 3 bulan dapat polis, dia main golf jatuh, begitu dibawa ke rumah sakit gak taunya sakit ginjal stadium 4. Jadi hal-hal seperti ini yang klaimnya tidak dibayar," dia menambahkan.
Dia menegaskan, asosiasi mengutuk keras jika ada perusahaan anggota yang terbukti tidak melakukan pembayaran klaim. Namun proses pembayaran itu sendiri harus sesuai dengan prosedur.
"Kita tidak setuju klaim tidak dibayar karena asuransi jiwa itu bisnis klaim, dia harus bayar. Namun pembayarannya harus sesuai dengan ketentuan dong, mesti fair. Jadi dari 100 persen klaim yang terjadi, hampir 96 persen itu dibayar. 2-3 persen tidak dibayar kenapa? karena masih ada masalah," tegasnya.
Dia mengakui, tidak menutup kemungkinan ada juga perusahaan yang bermasalah sehingga tidak membayar klaim. Oleh karena itu, dia meminta persoalan pembayaran klaim harus dilihat dari semua segi.
"Jadi kalau melihat sesuatu tuh dilihat semuanya, jadi perusahaan ada yang nakal? Ada. Agen ada yang nakal? Ada. Nasabah nakal? Ada, Jadi semuanya ada. Oleh karena itu, yang disebut perlindungan konsumen, pemikirannya adalah semua ini harus dilindungi," ujarnya.
Dia menjelaskan jika proses administrasinya lancar dan terbukti benar, kemungkinan klaim tidak dibayar oleh perusahaan sangat kecil. Sementara itu, hingga saat ini pihak OJK masih enggan berkomentar mengenai kasus yang tengah menimpa Jiwasraya dan AJB Bumiputera.
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Jumlah pengaduan konsumen terkait sektor jasa keuangan yang diterima YLKI mencapai 38,20 persen pada 2023.
Baca SelengkapnyaPerusahaan asuransi di Indonesia melaporkan data klaim kesehatan yang menunjukkan bahwa ISPA merupakan penyakit dengan jumlah pengajuan klaim tertinggi.
Baca SelengkapnyaAda peningkatan jumlah aset industri reasuransi di Indonesia dalam 5 tahun terakhir. Pada 2022 saja, tercatat ada kenaikan sebesar 12 persen.
Baca SelengkapnyaJumlah total tertanggung BRI Life lebih dari 19 juta jiwa, dengan total pembayaran klaim dan manfaat terealisasi sebesar Rp2,88 trilun.
Baca SelengkapnyaAda banyak faktor yang mempengaruhi rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap asuransi. Aspek penipuan menjadi salah satu yang jadi perhatian.
Baca SelengkapnyaAgen asuransi menjadi salah satu pekerjaan dengan gaji yang tinggi.
Baca SelengkapnyaPer Februari 2024 aset industri Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) mencapai Rp 1.130,05 triliun atau naik 2,08 persen secara tahunan (yoy).
Baca SelengkapnyaDi sisi lain, aset asuransi non komersial tercatat sebesar Rp219,58 triliun. Ini mencakup asuransi BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, Taspen, dan Asabri.
Baca SelengkapnyaPenyebab utamanya adalah harga dasar (base pricing) yang terlalu rendah, penyesuaian tarif yang belum sesuai dengan inflasi medis.
Baca SelengkapnyaKementerian Tenaga Kerja mengatakan data BPJS Ketenagakerjaan menunjukan kenaikan jumlah angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Baca SelengkapnyaLiterasi pada sektor perasuransian hanya sebesar 31,7 persen dan inklusi sebesar 16,6 persen. Pencapaian ini masih jauh di bawah sektor perbankan.
Baca SelengkapnyaBRI Life terus mendorong proses yang baik dan konsisten, dengan memanfaatkan teknologi digital, untuk dapat melayani nasabah dengan cepat dan akurat.
Baca Selengkapnya