Resmi, Kripto jadi Objek Pajak
Merdeka.com - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan resmi mengenakan pungutan pajak dalam bentuk pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN) atas aset kripto. Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68 Tahun 2022.
Kepala Sub Direktorat Pajak Pertambahan Nilai Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya, Bonarsius Sipayung, mengatakan DJP sebelumnya melakukan pengujian dulu apakah aset kripto patut dikenakan pungutan pajak atau tidak.
"Tentunya berdasarkan UU PPN barang dan jasa kena pajak, maka kita uji dulu kripto. Karena ada kripto currency, itu alat bayar tidak? Aturan otoritas, kripto bukan alat tukar, jadi kena barang dikenakan," terangnya dalam sesi media briefing DJP, Rabu (6/4).
-
Apa itu pajak? Pungutan Wajib KBBI mendefinisikan pajak sebagai pungutan wajib untuk penduduk kepada negara atas pendapatan, pemilikan, dan lainnya.
-
Apa itu Pajak Progresif? Sementara itu, pajak progresif adalah biaya yang harus dibayarkan jika seseorang memiliki lebih dari satu kendaraan, dimana total pajak akan bertambah seiring dengan jumlah kendaraan yang semakin banyak.
-
Pajak apa yang dimaksud di video? 'REZIM GAGAL? Harap hati-hati bagi para ibu-ibu kalau lagi hubungan sama suami yak, jangan sampai hamil-melahirkan ada pajak juga bagi ibu yang melahirkan,' tulis akun TikTok tersebut dalam video.
-
Siapa Menteri PPN saat ini? Adapun, Menteri PPN saat ini dijabat oleh Suharso Monoarfa, yang dipilih langsung oleh presiden pada tahun 2019.
-
Siapa pelopor pajak penjualan? Romawi Kuno disebut sebagai pelopor aturan pajak penjualan (kini PPN di Indonesia). Aturan ini diterapkan oleh penguasa Romawi Kuno saat itu, Julius Caesar yang menerapkan pajak penjualan dengan tarif tetap 1% di seluruh wilayah kekaisaran.
-
Apa saja objek pajak di masa lampau? Jenis Pajak Lain Setidaknya ada sekitar 15 objek yang dikenakan pajak di Jawa saat itu. Mulai dari pegadaian, pembuatan garam, ikan, minuman keras, judi, hingga pertunjukan wayang.
Di sisi lain, Kementerian Perdagangan juga tidak memasukan aset kripto sebagai Surat Berharga. Di sisi lain, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mengatur kripto sebagai komoditas.
"Begitu (kripto) komoditas, kita kaitkan UU PPN. Atas penyerahan barang kena pajak, terutang PPN," ujar Bonar.
Marketplace Kripto jadi Pemungut Pajak
Namun, DJP memberikan pengecualian pengenaan PPh dan PPN atas transaksi aset kripto, karena ritme perdagangannya berbeda dari cara konvensional.
"Dalam konteks kripto, kita harus perhatikan. Kalau kena mekanisme normal tidak kena pajak, tidak ketahuan siapa yang bertransaksi. Tapi marketnya real. Di Bappebti terdaftar ada 12-13 marketplacs yang fasilitasi penjualan komoditi ini," tuturnya.
"Di pasal 32a, Menteri Keuangan dapat tunjuk pihak lain untuk lakukan pungutan pajak. Ini pihak yang menyelenggarakan transaksi dimungkinkan mengenai pajak. Subjeknya marketplace yang kenai transaksi," tandasnya.
Mengutip aturan tersebut, besaran PPN yang dipungut dan disetor atas penyerahan aset kripto sebesar 1 persen dari tarif PPN. Jika perdagangan tidak dilakukan pedagang fisik aset kripto, maka besaran PPN yang dipungut dan disetor sebesar 2 persen dari tarif PPN.
Sementara, untuk penyerahan jasa verifikasi transaksi aset kripto dan manajemen penambang aset kripto dipungut oleh penambang kripto. Besarannya 10 persen dari tarif PPN dikali dengan nilai berupa uang atas aset kripro yang diterima oleh penambang.
Sementara untuk yang terkena pajak penghasilan (PPh) pada pasal 19 mengatur penghasilan yang diterima oleh penjual aset kripto, penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik, dan penambang merupakan penghasilan yang terutang PPh.
Penjual aset kripto dikenakan PPh Pasal 22 yang bersifat final dengan tarif 0,1 persen dari nilai transaksi aset kripto. PPh Pasal 22 bersifat final dipungut, disetor dan dilaporkan oleh penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik.
Jia penjual aset kripto bukan merupakan pedagang aset fisik kripto, tarif PPh Pasal 22 yang dikenakan adalah sebesar 0,2 persen dari nilai transaksi aset kripto.
Kemudian, bagi penambang aset kripto dikenai PPh Pasal 22 sebesar 0,1 persen dari penghasilan yang diterima atau diperoleh penambang aset kripto, tidak termasuk PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Peraturan ini telah diteken oleh Sri Mulyani pada 30 Maret 2022 dan akan berlaku secara efektif mulai 1 Mei 2022 mendatang.
Reporter: Maulandy Rizky Bayu KencanaSumber: Liputan6.com
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sejumlah pajak yang sudah disetor ke pemerintah. Di antaranya, PPh atas transaksi kripto terkumpul Rp52 miliar.
Baca SelengkapnyaDengan pengawasan yang dialihkan ke OJK, maka pajak aset kripto diprediksi akan berubah karena aset tersebut akan diklasifikasikan ulang.
Baca SelengkapnyaPenerimaan tersebut berasal dari PPN PMSE, pajak kripto, pajak pinjaman online dan pajak SIPP.
Baca SelengkapnyaLaporan Kementerian Keuangan mencatat total pajak transaksi kripto dari 2022 hingga 2024 mencapai Rp539,72 miliar.
Baca SelengkapnyaUntuk penerimaan pajak kripto, penerimaan diperoleh dari Rp351,34 miliar penerimaan PPh 22 atas transaksi penjualan kripto di exchanger.
Baca SelengkapnyaPenerimaan pajak dari usaha ekonomi digital seperti fintech, kripto, dan sebagainya.
Baca SelengkapnyaInvestor kripto melonjak 0,9 persen sejak awal tahun 2024.
Baca SelengkapnyaUpaya tersebut diperlukan untuk menjaga peluang pertumbuhan pasar kripto domestik yang baru berkembang.
Baca SelengkapnyaBappebti menilai pengenaan pajak kripto seharusnya dilakukan saat industri bersangkutan sudah maju.
Baca SelengkapnyaKasan turut menekankan bahwa perdagangan aset kripto juga telah memberikan kontribusi terhadap penerimaan negara pada sektor perpajakan.
Baca SelengkapnyaDari jumlah tersebut, Rp376,13 miliar merupakan hasil dari PPh 22 atas transaksi penjualan kripto di exchanger dan Rp422,71 miliar.
Baca SelengkapnyaAngka penerimaan pajak ini kemudian meningkat hingga Rp6,76 triliun pada tahun 2023.
Baca Selengkapnya