Profil
Abdul Rahman Ma'mun
Abdul Rahman Ma'mun merupakan komisioner termuda yang menjabat Ketua Komite Informasi Pusat (KIP) Indonesia (periode 2011 - 2013). Pada periode sebelumnya (2009 - 2011), Ma'mun bertanggung jawab untuk Bidang Edukasi, Sosialisasi dan Advokasi (ESA) pada lembaga yang sama sebelum terpilih sebagai Ketua melalui pemilihan pada 03 Agustus 2011 dan menggantikan pejabat lama, Ahmad Alamsyah Saragih. Selain memangku jabatan tertinggi di KIP, Abdul Rahman Ma'mun juga mengampu tanggung jawab di Bidang Sub-komisi Informasi Pelayanan Dasar.
Sebelum aktif dalam Komite Informasi Pusat, nama Ma'mun sudah dikenal sangat akrab dengan dunia penerbitan, jurnalisme dan organisasi sejak masih mahasiswa. Pemegang dua gelar Strata 1 dari Teknik Sipil, UGM dan IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta ini pernah menjadi Pemimpin Umum Majalah Balairung UGM, bahkan bertindak selaku pendiri Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) pada 1993. Selain itu, nama Ma'mun juga pernah tercatat sebagai salah satu Redaktur Pelaksana Majalah Panjimas. Dalam dunia pers dan informasi media, Ma'mun pernah bertindak selaku salah seorang produser berita di stasiun televisi ANTV dan menjadi salah seorang wartawan Metro TV.
Bersama KIP, Ma'mun aktif menggiatkan penerapan UU Keterbukaan Informasi Publik yang disahkan pemerintah pada 2008 dan bertujuan untuk menjamin transparansi dan tata pamong yang baik dari lembaga pemerintah. Menurut dia undang-undang KIP yang masih baru seharusnya tidak menjadi alasan ketidaksiapan badan publik menjalankan fungsi transparansi.
Menanggapi ketimpangan rasio angka tersebut, Ma'mun menyatakan bahwa KIP memang memiliki kewenangan terbatas dalam menjamin ketersampaian informasi hingga ke tangan yang membutuhkan. Dalam persidangan, tugas KIP memang tidak menuntut terdakwa, melainkan meminta mereka menyediakan informasi yang dibutuhkan melalui prosedur atau jalur yang telah ditetapkan.
Ma'mun menyebut contoh persidangan yang sering gagal menghadirkan bukti informasi berupa rekening bank pejabat pemerintah. Atas kondisi ini, banyak pihak, khususnya aktivis hak asasi termasuk Ma'mun sendiri, yang beranggapan bahwa pemerintah, beserta badan dan lembaganya, terlihat masih enggan membuka akses informasi ke khalayak umum, pun pasca penetapan UU Keterbukaan Informasi Publik.