Profil
Adam Malik
Adam Malik Batubara atau yang biasa dikenal dengan nama kecil Adam Malik adalah mantan Menteri Indonesia yang pernah menjabat di beberapa Departemen, antara lain menjadi Menteri Luar Negeri. Adam Malik juga pernah diangkat menjadi Wakil Presiden Indonesia yang ketiga. Adam Malik yang lahir di Pematangsiantar, Sumatera Utara pada tanggal 22 Juli 1917 tersebut merupakan putra ketiga dari sepuluh anak pasangan Abdul Malik Batubara dan Salamah Lubis. Ayahnya, Abdul Malik, adalah seorang pedagang kaya di Pematangsiantar.
Sejak kecil Adam Malik gemar sekali menonton film koboi, membaca, dan fotografi. Dia menempuh pendidikan dasarnya di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) Pematangsiantar. Setelah menyelesaikan sekolahnya di HIS, Adam kemudian melanjutkan di Sekolah Agama Parabek di Bukittinggi. Namun baru satu setengah tahun berjalan, Adam Malik memutuskan untuk pulang ke kampung dan membantu orang tuanya berdagang.
Sejak usianya yang masih belia, semangat Adam Malik dalam memperjuangkan kemerdekaan negara telah bergelora. Ketika usianya baru menginjak belasan tahun, dia pernah ditahan polisi dan dihukum dua bulan penjara karena melanggar larangan berkumpul. Pada usia 17 tahun, Adam Malik telah dipercaya untuk menjadi ketua Partindo di Pematang Siantar sejak tahun 1934 hingga tahun 1935. Keinginannya untuk maju dan berbakti kepada bangsa yang semakin besar mendorong Adam Malik untuk akhirnya pergi merantau ke Jakarta. Di kota inilah, Adam Malik kemudian mulai merintis karirnya sebagai wartawan dan tokoh pergerakan kebangsaan.
Adam Malik secara aktif mengikuti beberapa pergerakan nasional antara lain turut andil dalam pendirian kantor berita Antara di Pasar Baru, Jakarta Pusat. Kala itu, Adam Malik kemudian ditunjuk untuk menjadi redaktur merangkap wakil direktur. Selain bekerja untuk kantor berita Antara, Adam Malik juga menulis artikel untuk beberapa koran salah satunya yakni koran Pelita Andalas dan majalah Partindo. Pada tahun 1934, dia dipercaya untuk memimpin Partai Indonesia (Partindo) Pematang Siantar dan Medan dan pada tahun 1940 dia diangkat menjadi anggota Dewan Pimpinan Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) di Jakarta.
Sejak tahun 1945, Adam Malik menjadi anggota Pimpinan Gerakan Pemuda untuk persiapan Kemerdekaan Indonesia di Jakarta. Bersama rekannya yang lain, Adam Malik terus bergerilya untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Menjelang kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, dibantu tokok pemuda yang lain, dia pernah membawa Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia danemi mendukung kepemimpinan Soekarno-Hatta, dia juga menggerakkan rakyat berkumpul di lapangan Ikada, Jakarta.
Setelah Indonesia merdeka, Adam Malik semakin aktif di beberapa kegiatan organisasi. Dia menjadi salah satu tokoh pendiri dan anggota Partai Rakyat, pendiri Partai Murba, serta anggota parlemen. Tidak hanya dalam lingkup nasional, karir Adam Malik secara internasional juga mulai terbangun. Ini dimulai ketika dirinya diangkat menjadi Duta Besar luar biasa dan berkuasa penuh untuk negara Uni Sovyet dan negara Polandia. Pada tahun 1962, Adam Malik ditunjuk untuk menjadi Ketua Delegasi Republik Indonesia untuk perundingan Indonesia dengan Belanda mengenai wilayah Irian Barat di Washington D.C, Amerika Serikat.
Ketika terjadi pergantian rezim pemerintahan Orde Lama, posisi Adam Malik yang berseberangan dengan kelompok kiri justru malah menguntungkannya. Pada tahun 1964, Adam Malik dipercaya untuk mengemban tanggung jawab sebagai Ketua Delegasi Komisi Perdagangan dan Pembangunan di PBB. Pada tahun 1966, kariernya semakin gemilang ketika dirinya diminta menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri II (Waperdam II) sekaligus sebagai Menteri Luar Negeri Republik Indonesia di kabinet Dwikora II. Setelah sekian lama mengabdikan diri demi bangsa dan negaranya, Adam Malik Batubara menghembuskan nafas terakhirnya di Bandung pada tanggal 5 September 1984 karena kanker lever.
Atas jasa-jasanya, Adam Malik dianugerahi berbagai macam penghargaan, di antaranya adalah Bintang Mahaputera kl. IV pada tahun 1971, Bintang Adhi Perdana kl.II pada tahun 1973, dan diangkat sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 1998.
Riset dan Analisa: Fathimatuz Zahroh