Profil
Adhie M Massardi
Adhie M Massardi menghabiskan masa mudanya di Yogyakarta. Sejak kecil bakat seninya telah terlihat karena terpengaruh pergaulan dua saudara kandungnya yakni Norca Massardi dan Yudistira Massardi yang sudah terlebih dahulu terjun ke dunia seni. Kecintaannya pada kesenian makin menjadi, sebab hampir setiap hari dia bersama Yudistira serta Emha Ainun Najib dan Ebiet G Ade berkumpul di Malioboro hanya untuk membuat puisi. Tak puas hanya sebatas puisi, ayah empat anak ini mulai mencoba menulis cerita pendek serta artikel mengenai kebudayaan.
Keinginan untuk mengembangkan bakat yang dimilikinya mendorong suami dari Dewi ini untuk hijrah ke Jakarta dan bergabung dengan Yudistira di majalah Lelaki. Di sela-sela pekerjaannya sebagai wartawan di media tersebut, Adhie tetap setia menulis cerita pendek di sebuah majalah remaja ternama. Bahkan,dia juga diminta untuk menulis di beberapa surat kabar ibukota tentang berbagai masalah sosial. Kepekaannya sebagai kemudian menggiringnya ke jenjang karir yang lebih tinggi dengan berkiprah di majalah wanita Kartini.
Pada awal tahun 1990-an, dunia pertelevisian di Indonesia tengah berkembang pesat. Karena kedekatannya dengan Nirwan Bakrie, akhirnya dia bergabung di salah satu stasiun swasta milik pengusaha itu. Dia memproduseri banyak acara musik, olahraga, dan kuis selama enam tahun. Meski telah berkecimpung dalam dunia jurnalistik elektronik, Adhie tetap setia menulis isu-isu yang sedang berkembang di dunia sosial dan politik.
Salah satunya menyoroti pemikiran dan kebijakan yang dibuat oleh KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang kala itu menjabat sebagai Presiden RI. Hingga suatu hari saat ada sebuah perhelatan kesenian, Adhie berkenalan dengan Saifullah Yusuf yang merupakan orang kepercayaan Gus Dur. Dia diminta untuk menduduki jabatan sebagai advisor media. Namun, belum sempat Adhie mencicipi tawaran tersebut, posisinya dinaikkan menjadi juru bicara (jubir) Gus Dur.
Selama menjadi jubir Gus Dur, Adhie memang nyaris tak pernah membuat kesalahan tentang apa yang disampaikan kepada publik maupun wartawan. Namun, pernah suatu kali ia mendapat teguran dari Gus Dur tentang sebuah wacana politik. Sementara itu Adhie terus menyuarakan proses demokrasi yang menurut pandangannya, harus sejalan dengan penegakan hukum. Jika tidak, akibatnya demokrasi akan dikuasai oleh para oknum yang mana ingin memiliki uang dapat meligitimasi kekuasaan lewat proses yang seolah-olah demokratis.
Oleh karena itu, ia bersama ekonom Rizal Ramlie dan para aktivis lainnya yang tergabung dalam Gerakan Indonesia Bersih mereka aktif mengkritisi pemerintahan pusat. Apalagi setelah melihat carut-marutnya persoalan bangsa yang tak kunjung menunjukkan titik terang. Adhie bahkan mengkritik keras Presiden SBY agar segera turun dari jabatannya karena dianggap tidak kompeten menjalankan tugasnya.
Kendati perjuangannya belum menuai hasil, Adhie bersama para aktivis lainnya tetap optimis dapat turut serta mengiring proses kepemimpinan nasional. Sehingga Indonesia bisa memiliki pemimpin ideal yang diidam-idamkan selama ini. Sebab bagi Adhie, pemimpin yang baik akan melahirkan sistem yang baik dan bukan sebaliknya
Riset dan analisis oleh Vizcardine Audinovic