4 Alasan WNI berulang kali diculik di perairan selatan Filipina
Tanpa pembenahan segera, insiden penculikan ABK asal Indonesia oleh militan sangat mungkin terulang
Tujuh warga negara Indonesia disandera di perairan Sulu, Filipina Selatan. Pemerintah mengaku kecolongan, apalagi informasi dari perusahaan pemilik kapal awalnya simpang siur. Penculikan ini sempat dianggap aksi kelompok penipu.
Hanya enam awak kapal tugboat Charles 001 dan Robby 152 yang dibiarkan penculik kembali berlayar ke Samarinda, sedangkan tujuh lainnya disandera. Rombongan kapal tongkang mengangkut batu bara itu dua kali disergap militan di perairan selatan Filipina.
-
Di mana TNI dibentuk? Dahulu TNI dibentuk dan dikembangkan dari sebuah organisasi bernama Badan Keamanan Rakyat (BKR).
-
Siapa yang mewakili TNI dalam perundingan Wonosobo? Pasukan TNI diwakili Kolonel Sarbini, sedangkan dari Belanda diwakili Kolonel Breemouer.
-
Bagaimana anggota TNI dikeroyok oleh warga? Personel dari Koramil yang dikeroyok menerima banyak sekali pukulan dan tendangan dari warga.
-
Siapa sosok penemu ransum TNI? Pencipta ransum TNI ternyata bukanlah seorang tentara, melainkan seorang dokter.
-
Kenapa warga mengeroyok anggota TNI? Pada momen itulah warga yang sedang berada di situasi tersulut emosi kemudian melakukan pengeroyokan terhadap anggota TNI tersebut.
-
Siapa menantu Panglima TNI? Kini Jadi Menantu Panglima TNI, Intip Deretan Potret Cantik Natasya Regina Ini potret cantik Natasya Regina, menantu panglima TNI.
Penyanderaan pertama dilakukan padapada Senin (20/6), pukul11.30 waktu setempat. Saat itu baru tiga awak kapal yang dibawa para penculik. Kemudian pada pukul 12.45, kelompok bersenjata berbeda giliran menyantroni kapal, menyandera empat anak buah kapal lainnya. Para penculik menuntut tebusan 2 juta Ringgit.
Kasus ini menjadi penculikan WNI ketiga kalinya dalam tahun ini di perairan berbahaya Filipina Selatan. Padahal menilik ke belakang, baru Mei lalu empat ABK kita dibebaskan dari penyanderaan Abu Sayyaf.
Artinya Pemerintah Indonesia kecolongan di lokasi yang sama, dengan pelaku bersenjata yang kemungkinan tak jauh berbeda.
Pemerintah RI mengaku tidak bisa lagi menoleransi perilaku kelompok bersenjata di perairan itu. Pusat krisis kembali diaktifkan, Badan Intelijen Negara dikerahkan untuk mencari jejak para ABK yang disandera.
Di luar itu, pemerintah mengakui ada beberapa faktor membuat proses pengamanan WNI agar tidak menjadi korban penculikan di selatan Filipina, belum berjalan efektif. Apa saja faktornya?
Berikut empat alasan ABK Indonesia akan rentan terus disandera di perairan selatan Filipina, selama belum ada perbaikan sistem keamanan, dirangkum oleh merdeka.com:
SOP pengamanan laut Filipina Selatan belum ada
Tujuh orang warga negara Indonesia kembali disandera di wilayah perairan selatan Filipina, tepatnya di Sulu. Menanggapi hal ini, tentu kita bertanya-tanya mengapa bisa kita sampai kecolongan lagi?
Menjawab pertanyaan tersebut, Arrmantha Nasir, juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia mengatakan standar operasional prosedur (SOP) patroli gabungan di wilayah perbatasan Indonesia, Malaysia, dan Filipina masih disusun. Hal ini yang menjadi salah satu alasan mengapa ABK Indonesia kembali tertangkap.
"SOP sedang disusun," ujar pria akrab di sapa Tata beberapa waktu lalu.
Patroli gabungan tiga negara tetangga disetujui sejak adanya trilateral di Yogyakarta beberapa waktu lalu.
Sudah tiga kali awak kapal batubara Indonesia disandera di wilayah selatan Filipina. Kali ini, insiden terjadi di wilayah Sulu, sama seperti yang terjadi sebelumnya.
Informasi intelijen datang terlambat
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan menyebutkan BIN Filipina baru mengetahui adanya penyanderaan di wilayah selatan wilayahnya Kamis sore.
Mantan Kepala Staf Kepresidenan ini menyebutkan Badan Intelijen Filipina telat mendapatkan informasi karena harus memastikan kabar penyanderaan tersebut.
"Kita dengar ada begitu tapi kita perlu verifikasi. Karena dari BIN Filipina juga masih ragu sampe kemarin sore," tukasnya.Â
Pemerintah Indonesia juga baru mendapatkan konfirmasi mengenai penyanderaan pada 23 Juni kemarin. Sebelumnya Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia Arrmanatha Nasir mengatakan kabar penyanderaan masih harus diverifikasi lagi.
Moratorium pengiriman batubara ke Filipina telat dibuat
Mengantisipasi terjadinya penyanderaan di wilayah perairan selatan Filipina, pemerintah Indonesia memutuskan moratorium pengiriman batubara dari Indonesia ke Filipina.
Moratorium akan terus dilanjutkan hingga ada jaminan keamanan di jalur perdagangan oleh otoritas Filipina.
"Ada 90 persen lebih kebutuhan batubara di wilayah Filipina selatan tergantung dari ekspor Indonesia. Karena itu moratorium kita lanjutkan sampai pemerintah Filipina menjamin keamanan perdagangan batubara dari Indonesia dan Filipina," kata Menlu Retno Marsudi.
Mantan Duta Besar Indonesia untuk Belanda tersebut enggan menjelaskan secara rinci terkait moratorium pengiriman batubara tersebut. Retno menyatakan wewenang moratorium tersebut ada di Menteri Perhubungan.Â
Masalahnya, larangan berlayar ini baru dibuat pekan ini, seperti yang tertuang dalam Maklumat Pelayaran No. 130/VI/DN-16 per 24 Juni 2016.Â
Dirjen Perhubungan Laut akhirnya memerintahkan kepada Kepala Distrik Navigasi untuk ikut mengantisipasi terulangnya kembali kejadian pembajakan/penyanderaan terhadap kapal-kapal Indonesia yang berlayar menuju atau melintasi perairan Filipina.Â
"Masalah pembajakan ini merupakan hal yang serius dan tidak dapat ditoleransi lagi. Untuk itu saya minta kepada seluruh Kepala Distrik Navigasi agar menginstruksikan setiap Stasiun Radio Operasi Pantai (SROP) untuk memonitor dan 'me-relay' indikasi atau berita marabahaya sedini mungkin," kata Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, A Tonny Budiono.
Perusahaan kapal ngotot melewati jalur berbahaya
Di luar kelemahan sistem yang belum berjalan efektif dari sisi pemerintah, rupanya penculikan ABK juga merupakan andil perusahaan.
PT Rusianto Bersaudara, pemilik kapal tongkang TB Charles OO yang mengalami nahas pekan ini, sebetulnya sudah diperingatkan agar tidak melewati perairan selatan Filipina.
Namun demikian, pihak perusahaan tetap ngotot berlayar dan menyatakan siap menanggung risiko.
Menurut Kepala KSOP Samarinda, Kolonel Laut Yus K Usmany, dia menerbitkan surat edaran kepada seluruh perusahaan pelayaran, nakhoda, dan operator kapal berbendera Indonesia yang menuju ke Filipina. Isinya supaya menghindari daerah perairan rawan konflik di Filipina Selatan dan perairan Malaysia Timur. Surat itu diterbitkan pada 22 April lalu.
Kemudian, pada 31 Mei, PT Rusianto Bersaudara membuat surat pernyataan bermeterai terkait dengan edaran itu, sebagai persyaratan izin berlayar ke Filipina. Dalam surat pernyataan PT Rusianto Bersaudara menyebutkan, apabila dalam pelayaran nanti terjadi hal-hal tidak diinginkan, maka perusahaan akan bertanggung jawab sepenuhnya.
"Dalam surat pernyataan juga begitu, tanggung jawab apabila terjadi suatu hal melanggar area zona konflik. Indikasinya, TB Charles masuk ke zona konflik dari Filipina. Surat itu ditandatangani Manajer Sertifikasi perusahaan, Roy Iswanto tanggal 31 Mei 2016. Artinya, ABK TB dan perusahaan sudah kita ingatkan," sebut Usmany.
Â
(mdk/ard)