Amnesti Internasional: Ada bukti kelompok bersenjata Rohingya bantai Hindu di Rakhine
Sangat sulit untuk mengabaikan kebrutalan tindakan ARSA, yang telah meninggalkan kesan yang tak terhapuskan pada orang-orang yang selamat yang telah kami ajak interview. Akuntabilitas atas kekejaman ini sama pentingnya dengan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh pasukan keamanan Myanmar di Rakhine utara.
Amnesti Internasional mengatakan kelompok bersenjata Rohingya bertanggung jawab atas setidaknya satu, dan kemungkinan dua pembantaian massal terpisah yang menghilangkan nyawa 99 anggota komunitas Hindu, yang terdiri dari perempuan, laki-laki dan anak-anak. Serta pembunuhan dan penculikan terhadap warga desa yang beragama Hindu pada bulan Agustus 2017.
Amnesti Internasional melakukan investigasi mendalam di negara bagian Rakhine di Myanmar.
-
Apa yang dilakukan Rohingya ini? Anggota Polsek Panipahan menemukan 11 orang Rohingya dan 11 Warga Negara Indonesia (WNI) yang akan menyebrang ke Malaysia secara ilegal.
-
Bagaimana situasi Rohingya di Bangladesh? Pemerintah Bangladesh telah berupaya untuk menangani masalah keamanan ini dengan meningkatkan patroli dan keamanan di sekitar kamp-kamp pengungsian.
-
Kenapa Rohingya melarikan diri dari Myanmar? Mereka telah menghadapi diskriminasi, kekerasan, dan penganiayaan dari pemerintah dan mayoritas Buddhisme Rakhine.
-
Kenapa penyelesaian konflik di Myanmar penting? "Kita berharap persoalan di Myanmar itu segera selesai karena menyangkut kemanusiaan, menyangkut rakyat Myanmar, dan pada kenyataannya memang tidak gampang, sangat kompleks, sehingga memerlukan waktu. Dan itu bisa terjadi kalau semua stakeholders yang ada di Myanmar itu mau, memiliki kemauan yang sama untuk menyelesaikan masalah itu. Kalau ndak, memang sangat sulit," ujar Presiden.
-
Dimana sebagian besar Rohingya tinggal di Myanmar? Etnis Rohingya adalah kelompok etnis minoritas Muslim yang mayoritas tinggal di negara bagian Rakhine di Myanmar.
-
Bagaimana penyelesaian konflik di Myanmar akan dibahas? Pemimpin dan Menteri Luar Negeri Myanmar nanti akan diwakili oleh pihak nonpolitical representative, sama seperti KTT sebelumnya," kata Sidharta.
Berdasarkan puluhan wawancara yang dilakukan di sana dan di perbatasan di Bangladesh, serta bukti foto yang dianalisis oleh ahli patologi forensik, Amnesti International mengungkapkan bagaimana para pejuang Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) menebarkan ketakutan di antara umat Hindu dan komunitas etnis lainnya dengan melakukan serangan brutal.
"Investigasi terbaru kami di lapangan mengungkapkan pelanggaran hak asasi manusia oleh ARSA yang sebagian besar tidak dilaporkan selama sejarah gelap negara bagian Rakhine belakangan ini," kata Tirana Hassan, Direktur Penanggulangan Krisis di Amnesti International, dikutip dari siaran pers yang diterima merdeka.com, Rabu (23/5).
"Sangat sulit untuk mengabaikan kebrutalan tindakan ARSA, yang telah meninggalkan kesan yang tak terhapuskan pada orang-orang yang selamat yang telah kami ajak interview. Akuntabilitas atas kekejaman ini sama pentingnya dengan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh pasukan keamanan Myanmar di Rakhine utara," ujarnya.
Pembantaian di Kha Maung Seik
Sekitar pukul 8 pagi tanggal 25 Agustus 2017, ARSA menyerang komunitas Hindu di desa Ah Nauk Kha Maung Seik, di sekelompok desa yang dikenal sebagai Kha Maung Seik di Kota Maungdaw utara. Pada saat serangan, penduduk desa Hindu tinggal di dekat penduduk desa Rohingya, yang mayoritas Muslim. Penduduk desa Rakhine, yang sebagian besar beragama Budha, juga tinggal di daerah yang sama.
Orang-orang bersenjata yang berpakaian hitam dan warga desa Rohingya dengan pakaian biasa mengumpulkan puluhan wanita, pria dan anak-anak Hindu. Mereka merampok, mengikat, dan menutup mata mereka sebelum menyeret mereka ke pinggiran desa, di mana mereka memisahkan pria-pria dari wanita dan anak-anak kecil. Beberapa jam kemudian, para pejuang ARSA membunuh 53 orang Hindu, dengan gaya eksekusi, dimulai dengan para pria.
Delapan wanita Hindu dan delapan anak-anak mereka diculik dan diselamatkan, setelah para pejuang ARSA memaksa para wanita itu untuk setuju 'berpindah agama' ke Islam. Para korban terpaksa melarikan diri dengan para pejuang ke Bangladesh beberapa hari kemudian, sebelum dipulangkan ke Myanmar pada bulan Oktober 2017 dengan dukungan dari pemerintah Bangladesh dan Myanmar.
Bina Bala, seorang perempuan berusia 22 tahun yang selamat dari pembantaian itu, berkata kepada Amnesti International, "Para (pria) memegang pisau dan batang besi panjang. Mereka mengikat tangan kami di belakang punggung kami dan menutup mata kami. Saya bertanya apa yang mereka lakukan. Salah satu dari mereka menjawab, 'Kamu dan Rakhine adalah sama, kamu memiliki agama yang berbeda, kamu tidak bisa tinggal di sini. Dia berbicara bahasa (Rohingya). Mereka menanyakan barang-barang apa yang kami miliki, lalu mereka memukuli kami. Akhirnya saya memberi mereka emas dan uang saya," kata perempuan tersebut.
Baca juga:
Parlemen Myanmar tunjuk ajudan pribadi Suu Kyi jadi presiden baru
PM Australia minta Suu Kyi lebih perhatikan soal HAM di Myanmar
Sederet penghargaan bergengsi Aung San Suu Kyi yang telah dicabut
Myanmar hancurkan rumah dan masjid di Rakhine untuk bangun pangkalan militer
Museum Memorial Holocaust cabut penghargaan HAM untuk Aung San Suu Kyi
Dituding danai kelompok Rohingya, mantan anggota parlemen ditangkap