Hilang 155 Juta Tahun Lalu, Benua Seluas AS Akhirnya Ditemukan di Dasar Laut
Beberapa bagian benua ini ada di Indonesia, tersembunyi di bawah hutan.
Hilang 155 Juta Tahun Lalu, Benua Seluas AS Akhirnya Ditemukan di Dasar Laut
Walaupun Atlantis, benua dalam mitos yang konon telah ditelan laut, terus luput dari perhatian para pencarinya, sebuah daratan yang pernah hilang dan kurang terkenal akhirnya ditemukan di dasar lautan. Sisa-sisa Argoland, sebuah benua berusia 155 juta tahun yang dulunya terbentang seluas Amerika Serikat, baru-baru ini ditemukan tersebar di sepanjang Samudra Hindia dan Asia Tenggara.
Sumber: Phys.org
"Menemukan Argoland ternyata menantang," tulis para ahli geologi dalam sebuah studi pra-cetak yang diterbitkan pada 19 Oktober di jurnal Gondwana Research.
Foto: CC0 Public Domain
-
Di mana fosil bintang laut berusia 410 juta tahun ditemukan? Para ahli paleontologi menemukan fosil bintang laut brittle atau biasa dikenal bintang rapuh, dari era Devonian di 'unit atas' Formasi Baviaanskloof di Afrika Selatan.
-
Apa yang ditemukan para ilmuwan tentang dinosaurus di masa lalu? Salah satu perkembangan paling mengejutkan dalam paleontologi dalam beberapa tahun terakhir adalah penemuan bahwa banyak dinosaurus yang memiliki bulu.
-
Di mana fosil laba-laba berusia 300 juta tahun itu ditemukan? Beberapa tahun lalu, fosil arachnid yang tidak teridentifikasi ditemukan dari lapisan Strata Kapur Akhir (Moscovian) di Piesberg dekat Osnabrück, di Lower Saxony, Jerman.
-
Apa yang ditemukan oleh para ahli paleontologi di Argentina? Ahli paleontologi Argentina temukan fosil dinosaurus sauropoda rebbachisaurid, berusia 90 juta tahun.
-
Apa yang ditemukan para ahli paleontologi di Afrika Selatan? Para ahli paleontologi menemukan fosil bintang laut brittle atau biasa dikenal bintang rapuh, dari era Devonian di 'unit atas' Formasi Baviaanskloof di Afrika Selatan.
-
Di mana arkeolog menemukan minuman anggur berusia 6.000 tahun? Sampel anggur tertua yang tercatat di Eropa berhasil ditemukan para arkeolog di permukiman prasejarah Dikili Tash, Yunani Utara.
"Kami menghabiskan tujuh tahun untuk menyusun teka-teki ini."
Eldert Advokaat, salah satu penulis studi.
Argoland diyakini terpisah dari Australia pada akhir periode Jurassic, ketika Brachiosaurus dan Stegosaurus berkelana di Bumi. Selama ribuan tahun, benua ini kemudian menyebar ke arah Asia Tenggara sebelum akhirnya menghilang.
Para peneliti telah lama menduga benua ini memang pernah ada, sebagaimana terbukti dengan adanya "ruang hampa" atau cekungan yang ditinggalkannya yang dikenal dengan nama Dataran Argo Abyssal. Namun tidak pernah ditemukan sisa-sisa daratan sebesar ini.
"Jika benua-benua bisa tenggelam ke dalam mantel bumi dan lenyap sepenuhnya, tanpa meninggalkan jejak geologis di permukaan bumi, maka kita takkan memiliki gambaran yang jelas tentang bagaimana penampilan bumi di masa lalu secara geologis," jelas salah satu penulis studi, Douwe van Hinsbergen dalam rilisnya.
Ada di Indonesia
Namun akhirnya pecahan-pecahan batu dari Argoland telah terdeteksi. Para ahli geologi Belanda menemukan jejak-jejak dari benua yang hilang ini dalam bentuk "mega-unit" tektonik yang tersebar di dasar lautan dan tertanam di pulau-pulau kecil.
Beberapa bagian benua ini, yang dulunya membentang lebih dari 4.800 kilometer, ditemukan "tersembunyi di bawah hutan hijau di sebagian besar wilayah Indonesia dan Myanmar," kata para peneliti.
Dengan menggunakan sisa-sisa ini, para ahli geologi bisa dengan cermat memetakan kehancuran perlahan Argoland, yang kemudian mereka rekonstruksi dalam sebuah video.
Benua ini tampaknya pecah menjadi gugusan kepulauan selama periode Trias Akhir, beberapa di antaranya kemudian tenggelam ke laut, kata para peneliti.
Benua hilang lainnya juga mengalami proses serupa, termasuk Zealandia, sebuah benua yang tenggelam di dekat Australia, dan Greater Adria, sebuah benua yang dulunya pernah terletak di Laut Mediterania.
Sumber: Phys.org
Menyatukan kehidupan dan kematian benua ini "sangat penting bagi pemahaman kita tentang proses seperti evolusi keanekaragaman hayati dan iklim, atau untuk menemukan sumber daya alam," kata van Hinsbergen dalam rilisnya.
"Dan pada tingkat yang lebih mendasar: untuk memahami bagaimana gunung terbentuk atau mengetahui kekuatan yang mendorong di balik lempeng tektonik."