Junta Myanmar terlibat pembantaian muslim Rohingya
Pasukan Myanmar dituduh membunuh, memperkosa, dan menangkap secara massal enit minoritas Rohingya.
Lembaga pemantau hak asasi internasional HUman Rights Watch (HRW) menuding junta Myanmar bertanggung jawab atas pembantaian etnis minoritas muslim Rohingya. Pasukan pemerintah diduga membunuh, memperkosa, dan menahan secara massal muslim Rohingya setelah kerusuhan sektarian di wilayah timur laut negara itu, Juni lalu.
Stasiun televisi Al Arabiya melaporkan, Rabu (1/8), HRW menyimpulkan pasukan Myanmar memblokir dan menangkapi staf Komite Palang Merah Internasional (ICRC) yang ingin membantu korban kerusuhan di Negara Bagian Arakan.
Berdasarkan keterangan 57 warga dari etnis Rakhine dan Rohingya, HRW mengungkapkan bentrokan terjadi karena dendam antara etnis Rakhine penganut Budha dan Rohingya yang memeluk Islam sudah mengakar. "Pasukan keamanan Myanmar gagal melindungi Rakhine dan Rohingya dari bentrokan satu sama lain, lalu menyebarkan kampanye kekerasan dan kini banyak orang melawan Rohingya," kata Brad Adams, Direktur Asia Human Rights Watch.
Brad mengatakan pemerintah Myanmar sudah berkomitmen mengakhiri perselisihan etnis dan kekerasan. Tapi peristiwa terakhir di Arakan menunjukkan negara justru memelihara diskriminasi dan penganiayaan.
Menteri Luar Negeri Myanmar Wunna Maung Lwin Senin lalu menyebutkan pemerintah telah membuat pengamanan maksimal buat mencegah kekerasan berlatar belakang agama. Dia menegaskan pemerintah menyerukan keharmonisan antar ras.
Pembantaian Rohingya terjadi karena muncul selentingan beberapa pemuda muslim Rohingya memperkosa gadis dari kalangan Buddha Rakhine. Segera hal ini berubah menjadi pembantaian etnis minoritas ini. Insiden ini menewaskan 77 orang, 109 luka serius, dan lebih dari lima ribu rumah dibakar.
Rohingya menjadi etnis paling sengsara. Selain tengah mendapat ancaman pembantaian, sekitar 800 ribu muslim Rohingya tidak diakui pemerintah Myanmar sebab dinilai masuk secara ilegal sejak 1948.