Kisah Perempuan Indonesia Setia Dampingi Suami di Ukraina di Tengah Gempuran Rusia
Perempuan-perempuan ini di antara 21 warga negara Indonesia yang masih berada di Ukraina sejak invasi Rusia dimulai pada 24 Februari.
Beberapa perempuan Indonesia yang tinggal di Ukraina menolak meninggalkan negara tersebut kendati roket-roket beterbangan di atas kepala mereka. Rumah beberapa perempuan Indonesia juga sempat digeledah tentara Rusia, tapi mereka tetap setia mendampingi suami mereka yang mereka puji sebagai "pria sangat baik".
Perempuan-perempuan ini di antara 21 warga negara Indonesia yang masih berada di Ukraina sejak invasi Rusia dimulai pada 24 Februari. Mereka tetap berada di Ukraina karena alasan keluarga.
-
Bagaimana Bule Rusia tersebut diamankan? Bule tersebut, diketahui linglung di Lapangan Puputan, Badung, Kota Denpasar, pada Rabu (30/8) kemarin sekitar pukul 20:39 WITA.
-
Apa yang ditemukan oleh para peneliti Rusia di Punggung Bukit Atlantik Tengah? Mereka menangkap ikan yang tampak mirip dengan yang ditemukan di Kanada. Setelah para peneliti mengataminya lebih dekat, ikan tersebut memiliki kepala berukuran sedang, mata “sangat kecil” yang memiliki pupil tetapi tidak memiliki lensa dan gigi melengkung.
-
Apa yang terjadi pada Bule Rusia tersebut? Bule tersebut, saat diamankan di Kantor Satpol PP Kota Denpasar, Bali, sempat membuka pakaian dan celananya hingga telanjang dan sempat memanjat pintu sel. "Mungkin dia depresi. Iya (Telanjang) saat baru di ruangan karena depresi ngamuk-ngamuk buka baju itu mungkin, di ruangan binaannya," kata Kepala Satpol PP Kota Denpasar, AA Ngurah Bawa Nendra saat dikonfirmasi, Kamis (31/8).
-
Bagaimana Putin menanggapi kritik Biden terhadap perang di Ukraina? Meski banyak memuji Biden, Putin juga menyebut kecaman presiden AS itu atas perang di Ukraina "sangat menyakitkan dan keliru".
-
Kapan para ilmuwan Rusia menanam semangka di Antartika? Tepat 103 hari setelah benih ditanam, para peneliti disambut dengan delapan buah semangka yang tumbuh.
-
Apa yang berhasil ditanam oleh para ilmuwan Rusia di Antartika? Para ilmuwan telah berhasil menanam semangka di tempat yang tidak terduga: Antartika.
Pekan lalu, di kota Odesa, Ukraina selatan, Maya (44) sedang jalan-jalan bersama suami dan putranya yang berusia tiga tahun ketika Rusia mulai menembakkan rudal.
"Saya melihat roket terbang di atas kepala saya. Saya tidak tahu di mana mendaratnya," kata Maya kepada This Week In Asia melalui wawancara telepon dari Odesa.
Menurut pejabat dan laporan media, sedikitnya delapan orang tewas, termasuk seorang ibu dan seorang anak dalam serangan rudal Rusia tersebut pada hari itu di Odesa.
Kendati demikian, perempuan asal Indramayu Jawa Barat ini tidak gentar.
"Saya tidak mau meninggalkan suami dan ibu mertua saya yang berusia 85 tahun. Suami saya pria yang sangat baik. Dia menjaga saya dan anak-anak saya dari pernikahan saya sebelumnya di Indonesia. Dia merawat mereka," kata Maya yang telah dikaruniai anak dengan suami Ukrainanya.
"Saya sangat mencintai suami saya. Saya tidak bisa hidup tanpa dia," kata Maya yang tinggal di Ukraina sejak 2017, dikutip dari laman South China Morning Post, Minggu (1/5).
Maya berkisah, dia bertemu suaminya di Hong Kong. Saat itu dia bekerja sebagai TKW, sementara suaminya seorang kapten kapal laut. Saat itu dia sedang mengalami patah hati karena suaminya saat itu menikah dengan perempuan lain di Indonesia.
Untuk mengatasi situasi yang memanas di Ukraina saat ini, dia menolak melihat foto para korban perang dan menonton berita. Dia hanya bergantung pada informasi yang dibagikan suaminya.
Selamatkan diri dari serangan bom
Titin (39) melarikan diri dari Odesa melalui jalur darat setelah rumahnya di Bashtanka, kota Mykolayiv terkena gempuran Rusia.
"Pada 12 Maret, pesawat menjatuhkan bom dari udara hanya 600 meter jaraknya dari rumah saya. Seluruh dapur saya bergetar. Saya takut banget," kata Titin.
Ibu dua anak asal Jakarta ini menolak meninggalkan suaminya. Dia bertemu suaminya di Amerika Serikat ketika mereka sama-sama bekerja di sebuah kasino di kapal pesiar.
"Saya enggak tega ninggalin dia pulang ke Indonesia. Anak-anak bisa ikut saya tapi dia enggak," ujarnya.
Titin tinggal di Ukraina sejak 2014. Dia pun lebih memilih mengungsi.
"Sepanjang ada tempat aman untuk melarikan diri di Ukraina, saya tidak akan pergi. Prioritas istri itu suami dan anak-anaknya."
Ukraina melarang pria berusia 18 sampai 60 tahun meninggalkan negaranya karena mereka bisa tiba-tiba dipanggil untuk bertempur.
"Apa yang kami takutkan itu berhadapan dengan tentara Rusia. Hidup saat ini penuh ketidakpastian. Kami menghabiskan waktu kami menunggu dan menunggu kapan perang berakhir," jelas Titin.
Titin menggambarkan laki-laki dan perempuan Ukraina itu "sangat pemberani dan keras kepala".
"Mereka tidak akan pernah menyerah. Mereka akan terus bertarung demi kemerdekaan."
WNI lainnya yang menolak meninggalkan suaminya di Ukraina adalah Pepi Apriyanti Utami (35), seorang desainer tekstil.
"Dia setia, jujur, dan mendukung segala hal yang saya lakukan," kata Pepi memuji suaminya.
Dia bertemu suaminya di dunia maya pada 2007. Setelah menjalin komunikasi selama tujuh tahun, mereka menikah pada 2013.
Pepi tinggal di Ivankiv, luar ibu kota Kiev yang sempat diduduki pasukan Rusia yang menjarah dan menggeledah rumah-rumah di daerah itu.
"Saya tidak tahu kondisinya saat ini," kata Pepi, menambahkan dia telah pindah ke Ukraina barat.
Dirisak pendukung Rusia
Maya, Titin, dan Pepi juga kerap menghadapi perisakan di dunia maya oleh orang Indonesia pro Rusia. Para pendukung Rusia di Indonesia mempercayai propaganda Moskow bahwa tentara Rusia tidak membunuh warga Ukraina atau melakukan kekejaman lainnya.
Tiga perempuan ini kaget ada orang Indonesia yang justru senang dengan pertempuran di Ukraina.
"Saya sangat kaget. Orang Indonesia kan orang yang sangat manusiawi. Tapi melihat Ukraina diduduki seperti Palestina, mereka (netizen) tampak senang melihat bencana kemanusiaan ini," kata Pepi.
Beberapa orang Indonesia yang mendukung invasi Ukraina memuji Presiden Rusia Vladimir Putin karena menentang Amerika Serikat. Mereka juga mempercayai narasi Moskow bahwa pemerintah Kiev menindas penduduk berbahasa Rusia di Ukraina.
Titin mengatakan, orang Ukraina berbahasa Rusia tidak mengalami diskriminasi dan diterima sebagai bagian masyarakat.
"Orang-orang Indonesia pro Rusia ini yang juga membuat saya enggak nyaman pulang," ujar Titin.
"Ada perang di Ukraina. Bagi mereka yang enggak tahu apa-apa, lebih baik diam. Kata-kata kalian menyakitkan."