Lima TKI disiksa majikan keji akhirnya dapat keadilan
Keadilan kadang baru datang setelah TKI nahas itu wafat. Daftar ini mengingatkan banyak TKI bernasib lebih buruk
Upaya Erwiana Sulistyaningsih memperjuangkan keadilan akhirnya tercapai. Pengadilan Hong Kong kemarin menjatuhkan vonis bersalah pada bekas majikannya, Law Wan-tung, yang sudah menyiksa habis-habisan Tenaga Kerja Indonesia itu pada 2014.
Hukuman maksimal yang akan diterima majikan perempuan keji itu adalah tujuh tahun penjara ditambah denda.
-
Apa yang dimaksud dengan HKG PKK? Pembukaan Hari Kesatuan Gerak (HKG) TP PKK ke-51 Provinsi Maluku Utara dipusatkan di Kabupaten Pulau Taliabu berlangsung meriah.
-
Apa yang dijual oleh mantan TKW Hong Kong itu? Ayu Dini, wanita yang dulunya pernah berprofesi sebagai TKW, mengawali usahanya dengan berjualan basreng di pinggir jalan, ia kini meraih sukses besar.
-
Kenapa prajurit TNI menganiaya anggota KKB? Penyiksaan itu dilakukan prajurit TNI diduga kesal atas sikap Denius Kogoya yang ingin menebar teror membakar puskesmas kala itu.
-
Bagaimana TKW tersebut menghibur majikannya? TKW berkerudung yang bernama Fitri itu terlihat duduk di samping majikan yang sedang memegangi kepalanya. Ia kemudian menawarkan diri untuk membacakan sholawat.
-
Apa yang ditemukan di TKP? Petugas Polsek Denpasar Selatan mengamankan sejumlah barang bukti di TKP. Bukti yang diamankan berupa KTP, kartu nikah, dompet warna cokelat, Kartu Indonesia Sehat, kartu vaksin covid, dan kabel catok rambut warna hitam yang dipakai melilit leher korban.
-
Siapa yang kagum dengan kekuatan TNI? Gamal Abdul Nasser Adalah Sahabat Dekat Presiden Sukarno Keduanya menjadi pelopor gerakan Non Blok. Karena dekat, Nasser bicara terus terang pada Presiden Sukarno.
Walau terkesan kurang adil mengingat luka fisik parah yang dideritanya, Erwiana menilai hukuman apapun sudah pantas. Dia secara pribadi memaafkan Law.
Sekadar mengingatkan, berdasarkan bukti persidangan, buruh migran dari Tanah Air itu selama berbulan-bulan Erwiana rutin dipukuli dengan penggaris, gantungan baju, hingga besi dari alat pengisap debu. Law juga tak pernah membayar gajinya.
"Kepada setiap majikan di Hong Kong, dengan putusan ini saya berharap anda semua memperlakukan buruh migran asing yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga secara manusiawi. Karena kami manusia juga seperti kalian dan punya hak yang sama," kata Erwiana melalui pernyataan tertulis dibacakan saat vonis.
Majalah TIME menempatkan kasus Erwiana sebagai salah satu tonggak penegakan hukum kekerasan terhadap buruh migran asal Indonesia dan Filipina di Hong Kong.
Kendati demikian, masih banyak pekerjaan rumah tangga pemerintah Indonesia terkait perlindungan buruh migran. Tak sedikit penyiksaan malah berbalik menguntungkan majikan. Ataupun kalau dinyatakan bersalah, hakim hanya memvonis ringan sang majikan.
Merdeka.com berhasil merangkum lima daftar keadilan yang berhasil diperoleh TKI korban penyiksaan. Tidak semua merupakan keadilan yang berujung cerita manis, sebab datangnya setelah buruh migran nahas itu meninggal lantaran tak sanggup menahan derita. Selain itu masih banyak TKI lainnya yang belum seberuntung mereka.
Daftar ini adalah pengingat bahwa ratusan ribu WNI mengadu nyawa di luar negeri tanpa perlindungan memadai dari negara. Dan mereka yang masuk dalam daftar berikut ini barangkali hanya satu dari seribu.
Selamat membaca!
Muntik Bani
Kasus yang dialami Muntik Bani ini adalah tonggak bagi kasus-kasus penyiksaan TKI di Malaysia. Kendati demikian, mendiang harus menjadi martir bagi perlindungan yang lebih maksimal bagi buruh migran asal Tanah Air lainnya.
Oktober 2009, Muntik ditemukan tak bernyawa. Aparat menemukan korban babak belur dipukuli, tidak diberi makan dan dikurung di kamar mandi. Tragedi ini hanya berselang beberapa bulan setelah Indonesia menggelar moratorium pengiriman tenaga kerja ke Malaysia.
Walaupun pahit bagi keluarga almarhumah, setidaknya perjuangan KBRI dan Polis Diraja Malaysia membuahkan hasil. Sang majikan bernama A Murugan (36 tahun) terbukti merupakan pelaku penyiksaan itu.
Pada Juli 2010, Pengadilan Tinggi Kuala Lumpur menyatakan Murugan bersalah dalam kasus pembunuhan. Jaksa Mohamad Dusuki Mokhtar mengakui inilah pertama kali pengadilan Negeri Jiran menjatuhkan hukuman maksimal untuk kasus kekerasan terhadap TKI.
Isti Komariah
Hasil sidang Pengadilan Kuala Lumpur pada 6 Maret 2014 ini mungkin terlambat bagi mendiang Isti Komariah. Pembantu rumah tangga asal Jawa Timur itu tewas saat dibawa ke rumah sakit pada 6 Juni 2011.
Walau demikian, keluarga almarhum masih bisa merasakan keadilan. Kematian Isti yang sangat tidak wajar terbukti ulah dua majikannya. Yakni pasangan suami-istri Fong Kong Meng dan istrinya Teoh Ching Yen.
Mereka disinyalir rajin menghajar Isti sejak 2010 sekaligus tak pernah memberinya makanan yang cukup. Saat diotopsi, ketahuan bahwa bobot TKI nahas ini susut hingga 26 kilogram.
Pengadilan menjatuhkan hukuman gantung bagi majikan keji tersebut. Pemerhati Pemberdayaan Perempuan Mira Rosana Gnagey mengatakan, pengadilan Malaysia jarang memberikan hukuman maksimal diberikan kepada majikan melakukan penganiyaan terhadap Tenaga Kerja Indonesia.
Nirmala Bonat
Lagi-lagi kita ke Malaysia. Kasus Nirmala Bonat sempat menghebohkan publik Indonesia ketika penyiksaan yang dia alami pada 2004 terungkap. Buruh migran asal NTT itu disiksa oleh majikannya Yim Pek Ha.
Betapa sadis perilaku sang majikan. Nirmala biasa disetrika bila dianggap melakukan kesalahan. Beruntung pada Mei 2004, seorang tetangga apartemen di Kuala Lumpur itu menemukannya menangis. Sang tetangga menolong Nirmala lalu membantunya lapor polisi.
Sayang walau sudah didukung maksimal oleh KBRI, sistem hukum Malaysia makan waktu panjang. Butuh waktu hingga 2 Desember 2009 bagi Nirmala memperoleh keadilan. Pengadilan Tinggi Malaysia akhirnya menjatuhkan vonis penjara 12 tahun bagi Yim karena tindakannya menyiksa pembantu.
Ika Kartika Sari
Kasus Ika Kartika Sari asal Cilacap adalah tonggak lain untuk perlindungan TKI di Hong Kong, sebelum Erwiana mengikut jejaknya. Dia merupakan buruh migran asal Tanah Air pertama yang berhasil memenangkan gugatan atas tindakan sewenang-wenang sang majikan.
Kendati demikian, perjuangan ini memang makan waktu. Pada 2012, hakim sudah menjatuhkan vonis 3 tahun penjara kepada Tai Chi-wai (42) dan bui 5 tahun 6 bulan untuk istri Tai, yakni Catherine Au Yuk-shan (41).
Keduanya selama dua tahun selalu menyiksa Kartika. Â Tai memukul Kartika menggunakan rantai sepeda dan sarung tinju. Sedangkan Catherine menghantam Kartika dengan besi panas, gantungan baju, dan sepatu.
Kasasi baru keluar setahun kemudian. Selain bui, kedua terpidana wajib membayarkan gaji Kartika yang tidak pernah diberikan.
Samirah dan Enung
Samirah dan Enung adalah TKI penyintas perbudakan modern di New York, Amerika Serikat. Bekerja kepada pasangan miliarder Mahender Sbahnani dan Varsha Sbahnani tak bikin mereka sejahtera. Mereka justru secara harfiah diperbudak.
Otak kekejian ini adalah Varsha. Perempuan itu menyekap keduanya, memaksa mereka makan sampah atau tinja, menggores kulit mereka dengan pisau, serta tak pernah membayar gaji Samirah dan Enung. Sang suami memang tidak ikut menyiksa, tapi membiarkan penyiksaan itu terjadi.
Mei 2007, Samirah berhasil kabur. Dia hanya memakai pakaian seadanya dan lapor polisi.
Kasus ini mengguncang publik AS. Asosiasi Pembantu rumah tangga di Negeri Paman Sam menggelar unjuk rasa selama sidang.Â
Jaksa penuntut Mark Lesko mengaku sangat terkejut kasus semacam ini bisa terjadi di AS. "Ini bukan tahun 1800-an ketika perbudakan masih legal. Sekarang sudah abad 21," tandasnya dalam persidangan.
Hasilnya, Varsha dibui 11 tahun karena terbukti melakukan 12 dakwaan, sementara suaminya dianggap membantu kejahatan, dipenjara 3 tahun. Samirah dan Enung pun mendapat ganti rugi masing-masing USD 720 ribu (Rp 7 miliar) dan USD 330 ribu (Rp 3 miliar).
(mdk/ard)