Misteri Batu-Batu Besar Berwajah Mirip Manusia di Sulawesi, Usianya Lebih dari 2.000 Tahun
Misteri Batu-Batu Besar Berwajah Mirip Manusia di Sulawesi Berusia Lebih dari 2.000 Tahun
Misteri Batu-Batu Besar Berwajah Mirip Manusia di Sulawesi Berusia Lebih dari 2.000 Tahun
-
Kenapa Situs Megalitikum Gunung Padang dianggap sakral? Terletak di Karyamukti, Cianjur, situs ini memiliki serangkaian teras buatan yang dibangun dari batu-batu besar dan dianggap sakral oleh masyarakat Sunda sebagai tempat Prabu Siliwangi berusaha membangun istana dalam semalam.
-
Di mana situs megalitik ini berada? Melansir dari beberapa sumber, situs megalitik ini tak hanya ditemukan di satu titik saja, melainkan tersebar di 64 titik yang berada di 51 desa atau kelurahan di Kabupaten Lahat.
-
Kenapa penemuan meterai batu ini penting bagi para arkeolog? Menurut para arkeolog, artefak itu merupakan "mata rantai yang hilang" dalam perkembangan motif populer yang muncul dalam Alkitab dan mitologi Yunani.
-
Dimana lokasi situs megalitikum di Pagar Alam? Mengutip situs Liputan6.com, Pagar Alam dulunya disebut dengan nama Pasemah. Nama ini tercantum dalam catatan seorang pegawai pemerintah Hindia Belanda, J. S. G. Gramberg pada tahun 1865 silam. Dalam catatannya ia menyebutkan jika seseorang mendaki Bukit Barisan dari arah Bengkulu ke utara Ampang Lawang menuju ke dataran Lintang yang indah.
-
Siapa yang meneliti situs Megalitikum di Pasemah? Mengutip dari situs kebudayaan.kemdikbud.go.id, situs Megaltik di Pasemah, Sumatra Selatan ini mengundang minat peneliti luar negeri, yaitu Von Heine Geldern untuk datang ke sini pada penghujung tahun 1945 silam.
-
Bagaimana cara para arkeolog menemukan seni batu Paleolitikum di Gua Simanya? Survei visual sistematis terhadap dinding dan langit-langit gua telah mengidentifikasi tiga representasi berbeda yang terletak di ruang interior rongga.
Misteri Batu-Batu Besar Berwajah Mirip Manusia di Sulawesi, Usianya Lebih dari 2.000 Tahun
Puluhan patung besar terbuat dari batu yang diukir berwajah mirip manusia ditemukan di Lembah Bada, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, lebih dari 100 tahun lalu.
Catatan arkeologi pertama tentang situs megalitik Lore Lindu tercatat bertahun 1898, "Van Poso naar Parigi en Lindoe", yang ditulis oleh Nicolaus Adriani dan Albertus Christian Kryut.
Selanjutnya semakin banyak ekspedisi dilakukan para peneliti ke lembah-lembah di Sulawesi Tengah ini: 1902,1908, 1910, 1927, 1926.
- Penampakan Lukisan Gua di Sulawesi Berusia 51.200 Tahun, Jadi Catatan Manusia Purba yang Pernah Ditemukan
- Melihat Watu Gilang, Batu Bersejarah Tempat Penobatan Raja Banten yang Penuh Misteri
- Misteri Sigulambak, Sosok Makhluk Halus di Tanah Batak yang Kerap Mengganggu Manusia
- Menguak Misteri Suku Mante, Kelompok Manusia Kerdil yang Mendiami Hutan Aceh
Meski sudah lebih dari 100 tahun berlalu informasi yang orang ketahui tentang batu-batu ini masih sangat sedikit. Misalnya sejak kapan batu-batu besar itu dibuat dan siapa pembuatnya.
Peninggalan batu-batu besar berbentuk tugu (menhir), bejana batu (kalamba), meja batu (dolmen), tempat jenazah (sarkofagus), atau punden berundak, menjadi bukti adanya peradaban manusia ribuan tahun lalu.
Kawasan itu diyakini sebagai
lokasi peninggalan kebudayaan zaman megalitik (batu besar) tertua di Asia Tenggara.
Di kawasan Cagar Budaya Lore-Lindu di Sulawesi Tengah itu ditemukan antara 67 hingga 83 situs megalitik dan sedikitnya ada 30 batu besar menhir berbentuk mirip manusia.
Hasil uji penanggalan karbon peninggalan megalitikum yang tersebar di kawasan Lore menunjukkan usia kebudayaan ini berada di kisaran 2000 tahun sebelum masehi.
Sebagian ahli berspekulasi batu-batu itu diukir sekitar 5.000 tahun lalu. Sebagian lain memperkirakan patung-patung batu itu ada hubungannya dengan budaya megalitikum di Laos, Kamboja wilayah lain di Indonesia sekitar 2.000 tahun silam.
Sedangkan, hasil penelitian berdasarkan temuan tulang-tulang rangka manusia di salah satu kubur tempayan di situs Wineki, Lembah Behoa mengungkapkan sisa-sisa peninggalan tersebut diperkirakan berusia sekitar 2351-1416 sebelum masehi yang kemudian punah pada sekitar tahun 1452-1527 masehi.
Dikutip dari Antara, peninggalan zaman megalitikum tersebut tersebar di lebih dari 200 ribu hektare di kawasan Taman Nasional Lore Lindu di Kabupaten Poso dan Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah yang masih berkarakter vegetasi hutan hujan dataran rendah dan hutan hujan pegunungan.
Di Kabupaten Sigi, kawasan yang memiliki persebaran megalitik dikenal dengan nama Lindu, sedangkan di Kabupaten Poso, dikenal dengan kawasan Lore di mana terdapat tiga lembah yang memiliki persebarannya, yakni Lembah Napu, Lembah Behoa dan Lembah Bada.
Temuan megalitik tersebut berupa bejana batu (kalamba), tempayan kubur, arca, menhir, batu lumpang, batu dakon, batu lesung, batu dulang, punden berundak, hingga pagar/benteng.
Pembuat patung-patung ini masih misteri hingga kini. Meski dianggap masih punya hubungan dengan budaya megalitikum di sejumlah wilayah Asia Tenggara, namun bentuk patung-patung batu besar di Lembah Bada ini sangat unik dan karena itu diduga berasal dari kebudayaan yang berbeda.
Saat ini tak seorang pun tahu kebudayaan mana yang membuat patung-patung itu.
Fungsi atau tujuan dibuatnya patung-patung itu juga belum diketahui. Penduduk lokal meyakini batu-batu besar itu digunakan untuk menyembah nenek moyang. Warga setempat juga punya kisah tentang asal-usul patung itu.
Misalnya sebuah batu besar bernama Tokala'ea, disebut sebagai seorang pemerkosa yang kemudian dihukum jadi batu. Sayatan pada batu besar itu dipercaya sebagai luka karena pisau.
Batu besar lainnya dikenal dengan nama Tadulako. Dia dianggap sebagai pelindung desa. Setelah mencuri beras, dia kemudian dikutuk jadi batu sebagai hukumannya.
Sebagian penduduk meyakini patung-patung itu ada hubungannya dengan tumbal manusia. Sebagian orang percaya patung-patung itu untuk mengusir roh jahat.
Masyarakat setempat percaya patung-patung tersebut dikaitkan dengan dewi Pahit Lidah, sosok mistis yang mengubah manusia menjadi batu karena melanggar aturan moral.