Myanmar ingin tutupi kejahatan kemanusiaan dengan menangkap jurnalis
Myanmar ingin tutupi kejahatan kemanusiaan dengan menangkap jurnalis. Menyembunyikan kasus pembantaian massal bukanlah pekerjaan mudah, tapi pemerintah Myanmar berkeras ingin melakukannya.
Menyembunyikan kasus pembantaian massal bukanlah pekerjaan mudah, tapi pemerintah Myanmar berkeras ingin melakukannya. Foto satelit telah memperlihatkan kehancuran, para penyintas menceritakan pengalaman mereka, para jurnalis berusaha mencari bukti. Meski sulit untuk ditutup-tutupi, kebenaran juga sulit untuk dibuktikan, pengadilan memerlukan berbagai alat bukti untuk menyimpulkan.
Ketika Wa Lone dan Kyaw Soe Oo, dua wartawan Reuters, hilang pada pertengahan Desember lalu setelah menerima undangan makan malam seorang pejabat polisi, kondisi ini cukup mengkhawatirkan. Pemerintah Myanmar kemudian mengatakan keduanya ditangkap karena memiliki 'bukti rahasia' tentang kekerasan militer di Negara Bagian Rakhine, tempat warga Rohingya tinggal. Dan informasi itu hendak disebarkan oleh kedua jurnalis tadi.
-
Apa yang dilakukan Rohingya ini? Anggota Polsek Panipahan menemukan 11 orang Rohingya dan 11 Warga Negara Indonesia (WNI) yang akan menyebrang ke Malaysia secara ilegal.
-
Apa yang dilakukan oleh warga Rohingya di Pekanbaru? Mereka tiba tadi malam dan mengaku tidak tahu siapa yang membawa. Polisi mengamankan sebanyak 13 orang etnis Rohingya yang masuk wilayah Kota Pekanbaru, Riau. Mereka terlantar di jalan protokol yakni di pinggir Jalan Sudirman, Kota Pekanbaru.
-
Dimana sebagian besar Rohingya tinggal di Myanmar? Etnis Rohingya adalah kelompok etnis minoritas Muslim yang mayoritas tinggal di negara bagian Rakhine di Myanmar.
-
Kenapa Rohingya melarikan diri dari Myanmar? Mereka telah menghadapi diskriminasi, kekerasan, dan penganiayaan dari pemerintah dan mayoritas Buddhisme Rakhine.
-
Bagaimana situasi Rohingya di Bangladesh? Pemerintah Bangladesh telah berupaya untuk menangani masalah keamanan ini dengan meningkatkan patroli dan keamanan di sekitar kamp-kamp pengungsian.
-
Di mana pengungsi Rohingya di Aceh berlabuh? Pantai di Pidie, Bireuen, Aceh Timur, dan Sabang yang menjadi tempat mereka bersandar.
Dilansir dari laman Time, Selasa (23/1), kedua wartawan Reuters itu masih ditahan setelah menjalani persidangan di Yangon tiga hari lalu. Pemimpin Myanmar peraih penghargaan Nobel Perdamaian, Aung San Suu Kyi masih juga bungkam terhadap tuduhan militer melakukan kekerasan terhadap jutaan muslim Rohingya. Ada dua kemungkinan soal sikap Suu Kyi ini: entah dia tidak berdaya di hadapan militer yang masih berkuasa di atas segalanya ataukah dia sebetulnya sedang berkhayal.
Wa Lone (kiri) dan Kyaw Soe Oo ©Reuters
Kekerasan dilakukan aparat keamanan Myanmar menjadi sorotan dunia internasional. Pemerintah AS menyebut perbuatan itu 'pembersihan etnis'. PBB mengatakan kekerasan itu termasuk genosida. Sebanyak lebih dari 650 ribu warga rohingya mengungsi ke Bangladesh sejak akhir Agustus lalu karena mengalami berbagai kekerasan, termasuk dibakar, diperkosa, dan dibunuh.
Meski disangkal oleh pihak berwenang di Myanmar, sebagian gambaran apa yang dialami orang Rohingya bisa diketahui lewat media massa, seperti Reuters, yang sudah mendokumentasikannya. Pada 2014 Reuters meraih Penghargaan Pulitzer karena mengungkap jaringan perdagangan manusia di kawasan Asia Tenggara dan menyebabkan tewasnya ribuan orang. Laporan Reuters tentang temuan kuburan massal berisi 10 mayat Rohingya semakin memojokkan militer Myanmar.
foto satelit desa rohingya dibakar ©HRW
Dua wartawan Reuters itu kini terancam hukuman 14 tahun penjara. Rekan sejawat dan koleganya menyebut Wa Lone, 31 tahun, adalah orang baik dan suka sastra. Dia menulis buku anak-anak dan banyak menghabiskan waktunya di lembaga amal untuk yatim piatu. Kyaw Soe Oo, 27 tahun, adalah penganut Buddha yang besar di Rakhine, tempat krisis Rohingya terjadi. Dia sering meliput soal konflik etnis dan agama yang membuat kampung halamannya terpecah belah. Dia negara lain keduanya bisa dianggap pahlawan, bukan penjahat.
"Sudah sangat jelas mereka tidak bersalah," ujar Stephen J Adler, presiden dan pemimpin redaksi Reuters dalam pernyataannya. Dia menyebut penangkapan kedua wartawan itu sebagai serangan terhadap kebebasan pers. Reuters, pemerintah AS, PBB, Uni Eropa sudah menyerukan agar keduanya dibebaskan tapi mereka kini sudah sebulan lebih berada di balik jeruji.
Undang-undang Rahasia Negara di era kolonial membuat siapa saja yang menyebarkan informasi yang ingin ditutupi pemerintah akan ditangkap. Anggota senior partai berkuasa di Myanmar mengatakan kedua wartawan itu ditangkap beberapa saat setelah bertemu seorang pejabat polisi yang diyakini menyerahkan dokumen soal operasi keamanan di Rakhine.
Di negara yang tengah beralih dari era kediktatoran ke demokrasi, dengan minimnya perlindungan bagi jurnalis yang mengungkap kejahatan, Reuters menjadi korban.
Myanmar adalah tempat di mana kenyataan buruk sering kali dianggap 'berita palsu' dan kredibilitas dari institusi terpercaya diserang. Suu Kyi pada September lalu mengatakan ada 'gunung en informasi keliru' dalam krisis ini. Koran pemerintah juga menulis tajuk rencana yang menuding media internasional bersekongkol dengan teroris. Utusan khusus PBB bidang hak asasi manusia, Yanghee Lee, bulan lalu dilarang masuk ke Myanmar karena penilaiannya terhadap krisis ini dianggap biasa dan tidak seimbang. Lee menyebut pemerintah Myanmar sedang menyembunyikan 'sesuatu yang sangat buruk'.
Baca juga:
Menengok kamp yang dibangun Myanmar untuk tampung warga Rohingya
Sebelum bertolak ke Sri Lanka, Jokowi cek bantuan untuk Rohingya
Fadli Zon gandeng Iran tekan Myanmar untuk bantu Muslim Rohingya
Bangladesh sepakat kembalikan pengungsi Rohingya dalam dua tahun
Cerita mereka yang takut kembali, pengungsi Rohingya terhalang aturan kewarganegaraan