PBB Prihatin Pengungsi Rohingya di Bangladesh Dipindah ke Pulau Terpencil
Penyidik khusus Komisi HAM PBB untuk Myanmar, Yanghee Lee menyatakan keprihatinan mendalam atas rencana Bangladesh memindahkan 23 ribu pengungsi Rohingya ke sebuah pulau terpencil. Lee memperingatkan pulau tersebut kemungkinan tidak layak huni dan bisa memicu krisis baru.
Penyidik khusus Komisi HAM PBB untuk Myanmar, Yanghee Lee menyatakan keprihatinan mendalam atas rencana Bangladesh memindahkan 23 ribu pengungsi Rohingya ke sebuah pulau terpencil. Lee memperingatkan pulau tersebut kemungkinan tidak layak huni dan bisa memicu krisis baru.
Bangladesh sebelumnya mengumumkan rencana memindahkan para pengungsi ke pulau Bhasan Char untuk mengurangi kepadatan di tempat penampungan pengungsi Cox's Bazar.
-
Bagaimana situasi Rohingya di Bangladesh? Pemerintah Bangladesh telah berupaya untuk menangani masalah keamanan ini dengan meningkatkan patroli dan keamanan di sekitar kamp-kamp pengungsian.
-
Apa yang dilakukan Rohingya ini? Anggota Polsek Panipahan menemukan 11 orang Rohingya dan 11 Warga Negara Indonesia (WNI) yang akan menyebrang ke Malaysia secara ilegal.
-
Apa yang dilakukan oleh warga Rohingya di Pekanbaru? Mereka tiba tadi malam dan mengaku tidak tahu siapa yang membawa. Polisi mengamankan sebanyak 13 orang etnis Rohingya yang masuk wilayah Kota Pekanbaru, Riau. Mereka terlantar di jalan protokol yakni di pinggir Jalan Sudirman, Kota Pekanbaru.
-
Di mana pengungsi Rohingya di Aceh berlabuh? Pantai di Pidie, Bireuen, Aceh Timur, dan Sabang yang menjadi tempat mereka bersandar.
-
Kenapa pengungsi Rohingya datang ke Indonesia? Para pengungsi itu kabur dari Cox's Bazar di Bangladesh, tempat penampungan terbesar warga Rohingya yang kabur dari Myanmar.
-
Apa yang dilakukan warga terhadap pengungsi Rohingya? Ratusan pengungsi Rohingya yang berlabuh di Dusun Blang Ulam, Gampong Lamreh, Kecamatan Masjid Raya, Aceh Besar, diangkut warga menggunakan mobil ke kantor Gubernur Aceh.
Saat ini sekitar 730 ribu warga Rohingya ditampung di Cox's Bazar, sekaligus menjadikannya kamp pengungsi terbesar di dunia. PBB menyatakan minoritas Muslim ini melarikan diri dari pembunuhan massal dan pemerkosaan di negara bagian Rakhine, Myanmar, sejak Agustus 2017.
Sejumlah pihak mengkritik rencana relokasi ini. Mereka menyatakan pulau itu sering diterjang badai dan tidak dapat menyediakan mata pencaharian bagi ribuan orang.
"Ada sejumlah hal yang belum jelas bagi saya bahkan setelah mengunjungi pulau itu," ujar Lee, dilansir dari ABC Indonesia, Selasa (12/3).
Termasuk, katanya, apakah pulau itu benar-benar bisa dihuni manusia.
"Relokasi yang tak terencana dengan baik serta tanpa persetujuan para pengungsi yang bersangkutan, berpotensi menciptakan krisis baru," kata Lee yang berkunjung ke pulau itu pada Januari lalu.
Pemerintah Bangladesh, lanjutnya, berkewajiban memastikan relokasi ini tidak menimbulkan krisis baru. Sementara itu, pemerintah Bangladesh belum memberikan tanggapan terhadap masalah ini.
Status Bisa Dinaikkan ke Tahap Penuntutan
Lee, yang dilarang mengunjungi Myanmar, dalam laporannya ke Komisi HAM PBB di Jenewa menyatakan sekitar 10 ribu warga sipil melarikan diri dari Rakhine sejak November akibat kekerasan dan kurangnya bantuan kemanusiaan.
Dia mendesak Dewan Keamanan PBB untuk segera membawa kasus ini ke Pengadilan Kriminal Internasional (ICC). Menurut dia, para pejabat ICC juga datang ke Bangladesh untuk melakukan pemeriksaan awal kasus ini bisa dinaikkan statusnya ke tahap penuntutan.
"Ini yang belum pernah terjadi sebelumnya. Sebuah langkah kecil ke depan tapi saya sangat berharap hal ini akan membuka banyak kasus lainnya," ujar Lee lagi.
Pada September lalu, jaksa ICC memulai pemeriksaan awal apakah dugaan deportasi paksa orang Rohingya dari Myanmar masuk kejahatan perang atau kejahatan terhadap kemanusiaan. Namun perwakilan tetap Myanmar untuk PBB, Kyaw Moe Tun, menegaskan pengadilan yang bermarkas di Den Haag dan secara hukum independen dari PBB, tidak memiliki yurisdiksi atas Myanmar.
"Meski pemerintah tidak bisa menerima intervensi ICC yang memang secara hukum meragukan, namun Myanmar siap bertanggung jawab penuh jika ada bukti kredibel terjadinya pelanggaran HAM yang dilakukan di Negara Bagian Rakhine," kata Moe Tun.
Tugas paling mendesak, kata Moe Tun, justru fokus pada upaya pemulangan kembali para pengungsi ke Myanmar - tanpa menyebut kata Rohingya sehingga tak jelas pengungsi mana yang dia maksudkan.
Pemerintah Bangladesh berencana merelokasi setidaknya 100.000 orang pengungsi Rohingya yang saat ini berada di kamp pengungsian Cox's Bazaar dekat perbatasan Myanmar, ke Bhasan Char, sebuah pulau di selatan Bangladesh.
Relokasi yang diimplementasi oleh Angkatan Laut Bangladesh tengah berjalan dan diperkirakan komplit tahun ini.
Perdana Menteri Bangladesh, Sheikh Hasina telah menginstruksikan dua pekan lalu untuk menyelesaikan relokasi gelombang pertama, berjumlah 23.000 keluarga Rohingya, dari Cox's Bazaar ke Bhashan Char pada 15 April. Demikian disampaikan Menteri Negara Penanggulangan Bencana dan Manajemen Bantuan, Md Enamur Rahman belum lama ini, dilansir dari The Dhaka Tribune.
Mengonfirmasi bahwa pemerintah telah menyelesaikan semua persiapan dalam hal itu, Rahman mengatakan: "Perumahan, listrik, komunikasi, perawatan kesehatan, perlindungan badai, pusat-pusat perlindungan topan dan setiap fasilitas lainnya ada di sana."
Ditanya apakah komunitas internasional --semisal Badan PBB untuk urusan pengungsi-- dinotifikasi terkait rencana itu, Enamur Rahman mengatakan: "Kami melakukan pertemuan dalam hal ini di kantor perdana menteri dan yang lain dijadwalkan pada 6 Maret."
Berdasarkan rencana pemerintah, 103.200 Rohingya dari lebih dari 1 juta yang saat ini terlindung di kamp-kamp sempit Cox's Bazar akan dipindahkan ke Bhashan Char di bawah sebuah proyek dengan perkiraan biaya lebih dari Rp 3,8 triliun.
Kesulitan Akses
Bhashan Char, juga dikenal sebagai Thengar Char, terletak 21 mil laut dari Noakhali, 11 mil laut dari Jahajir Char, 4.2 mil laut dari Sandwip, 28 mil laut dari Patenga, dan 13,2 mil laut dari Hatia. Satu-satunya moda perjalanan bagi penduduk Bhasan Char, yang terletak 30 km dari daratan, akan menjadi kapal yang memakan waktu tiga hingga tiga setengah jam untuk melakukan perjalanan dari Hatia.
Meskipun ada keberatan dari Rohingya dan komunitas internasional, pemerintah masih berharap bahwa rencana itu akan membantu mengelola populasi pengungsi masif secara disiplin. Salah satu kekhawatiran utama yang diajukan oleh Rohingya terhadap Bhasan Char adalah bahwa mereka khawatir pulau itu akan tersapu oleh gelombang pasang.
Daerah tersebut, dinyatakan sebagai cadangan hutan pada tahun 2013, adalah 10 ribu hektar pada saat air pasang dan 15 ribu hektar pada saat air surut. Pulau itu sebelumnya tak berpenghuni dan sebagian besar dimanfaatkan untuk penggembalaan ternak sampai pembangunan tempat penampungan untuk Rohingya dimulai.
Sumber: Liputan6
Baca juga:
Bangladesh Akan Relokasi Pengungsi Rohingya ke Sebuah Pulau
100 Ribu Pengungsi Rohingya di Bangladesh akan Direlokasi ke Sebuah Pulau
China Diperkirakan Bakal Tolak Pembahasan Rohingya di Sidang PBB
Angelina Jolie Desak Myanmar Bertanggung Jawab Atas Nasib Pengungsi Rohingya
Angelina Jolie Kunjungi Pengungsi Rohingya di Bangladesh
Diamankan Imigrasi Sumut, 10 Pengungsi Rohingya Dijanjikan Dibawa ke Malaysia