Sederet Ancaman Keras Erdogan kepada Trump dan Amerika
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dikenal sebagai sosok yang kerap melontarkan pernyataan keras terhadap berbagai isu dunia, termasuk kepada Amerika Serikat dan Presiden Donald Trump.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dikenal sebagai sosok yang kerap melontarkan pernyataan keras terhadap berbagai isu dunia, termasuk kepada Amerika Serikat dan Presiden Donald Trump.
Terlebih lagi Turki kini tengah bersiap menggelar pemilu lokal dua hari lagi. Ajang pemilu ini dipandang sebagai ujian bagi Erdogan dan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang mengusungnya. Kemenangan dalam pemilu ini berarti akan sangat berarti bagi kepemimpinan Erdogan di tengah kondisi ekonomi yang kurang baik di Turki setelah krisis tahun lalu.
-
Apa yang dilakukan Presiden Erdogan saat wisuda anggota Polri? Dalam video yang diunggah akun Instagram @polisi_indonesia, terlihat Erdogan menjabat tangan Briptu Tiara. Terlihat juga beberapa Erdogan mengucapkan sesuatan dan dijawab oleh Tiara.
-
Apa yang diramalkan tentang Donald Trump? Roberts menunjukkan bahwa Trump mungkin lebih fokus pada kekalahannya di masa lalu dibandingkan peluang yang ada saat ini. Maksudnya adalah Trump diramalkan bakal kalah di pemilu presiden tahun ini.
-
Kapan Donald Trump diramal? Jauh sebelum Donald Trump mengalami penembakan saat kampanye, pada Januari 2024 lalu, ia pernah diramal.
-
Siapa yang meramal Donald Trump? Ramalannya itu dilakukan oleh seorang paranormal bernama Paula Roberts yang disiarkan oleh Fox News pada Januari lalu.
-
Apa yang dikatakan Donald Trump tentang dirinya dan Israel? "Saya presiden terbaik dalam sejarah Israel. Tidak ada yang melakukan apapun seperti yang saya lakukan ke Israel," kata Trump Maret lalu dalam wawancaranya dengan Israel Hayom.
-
Apa yang terjadi kepada Donald Trump saat sedang berkampanye? Mantan presiden Amerika Serikat Donald Trump ditembak. Peristiwa tersebut terjadi kala Trump sedang kampanye Pilpres AS di depan pada pendukungnya di Butler, Pennsylvania, Amerika Serikat, pada Sabtu (14/7).
Dari mulai isu kudeta militer pada 2016, Yerusalem akhir tahun 2017, hingga Venezuela dan Dataran Tinggi Golan saat ini, Erdogan melontarkan kecaman dan ancaman kepada Amerika dan Trump. Apa saja ancaman Erdogan kepada Trump dan Amerika itu? Simak ulasannya berikut ini, hasil rangkuman merdeka.com dari berbagai sumber:
Erdogan Ancam Putus Hubungan dengan Israel jika AS Akui Yerusalem Jadi Ibu Kota
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan rencana Amerika Serikat mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel menjadi 'garis merah' bagi umat Islam.
Ucapan tersebut dilontarkan Erdogan dalam sebuah pidato di parlemen hari ini. Dia mengatakan langkah tersebut akan menyebabkan Ankara memutus semua hubungan diplomatik dengan Israel, seperti dilansir laman the Associated Press, Selasa (5/12).
Erdogan juga menyatakan akan menggelar pertemuan dengan negara-negara Organisasi Kerjasama Islam (OKI) guna menentang rencana AS ini.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump dikabarkan akan memberikan pidato untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel pada pekan ini. Namun rencana ini kemudian ditunda. Gedung Putih mengklaim penundaan itu tidak bakal berlangsung lama.
"Sikap presiden sudah jelas soal permasalahan ini. Ini bukan lagi soal bagaimana, tetapi kapan," kata juru bicara Gedung Putih, Hogan Gidley, dilansir dari laman AFP, Selasa (5/12).
Erdogan: AS Harus Angkat Kaki dari Manbij
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyatakan kehadiran pasukan Amerika Serikat di Manbij, Suriah, bukan untuk melawan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) melainkan melawan pasukan Turki, Iran, bahkan Rusia.
"AS mengklaim mengirim 5.000 truk dan 2.000 pesawat kargo berisi senjata untuk perang melawan ISIS, namun kami tidak mempercayai hal itu. Dengan pasokan senjata tersebut, bisa dipastikan bahwa AS memperhitungkan untuk melawan Turki dan Iran, dan mungkin juga Rusia," kata Erdogan kepada anggota Partai AK, dikutip dari laman Sputnik, Selasa (6/2).
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu menegaskan bahwa pihaknya tidak akan membatasi tindakan pencegahan terhadap pejuang Kurdi di Afrin, namun akan memindahkan pasukan ke Manbij di mana AS memiliki sekitar 2.000 personil militer di wilayah tersebut.
"AS harus meninggalkan Manbij di Provinsi Aleppo karena Turki berencana mengembalikan wilayah itu kepada 'pemilik sebenarnya'," tegas Erdogan.
Meski telah mengumumkan pemindahan pasukan, Pentagon menyatakan pihaknya tidak melihat indikasi Turki berencana memperpanjang operasi ke Manbij.
Seperti diketahui, Turki telah melakukan operasi militer dengan kode nama 'Ranting Zaitun' di Afrin untuk melawan pasukan Kurdi sejak 20 Januari lalu sebagai tanggapan atas pengumuman AS yang akan melatih 30.000 pasukan keamanan perbatasan di Suriah yang disebut Turki sebagai 'tentara teroris'.
Erdogan Kecam AS dan Uni Eropa Campuri Urusan Venezuela
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan kembali menyatakan dukungannya kepada Presiden Venezuela, Nicolas Maduro, di tengah krisis politik dan ekonomi yang melanda negara Amerika Latin itu. Erdogan menyebut ada upaya negara-negara Barat untuk menggulingkan Maduro dengan alasan demokrasi.
"Apakah Venezuela milikmu?" sindir Erdogan di hadapan anggota parlemen Turki, sebagaimana dilansir dari Russia Today, Rabu (6/2).
"Bagaimana Anda menggulingkan seseorang yang menang melalui pemilihan? Bagaimana Anda menyerahkan (kekuasaan) presiden kepada seseorang yang bahkan tidak terpilih? Apakah Anda tahu apa itu demokrasi?," lanjutnya.
Setelah Amerika Serikat (AS), beberapa negara anggota Uni Eropa menyusul menyatakan dukungannya dan mengakui pemimpin oposisi Juan Guaido sebagai presiden sementara Venezuela.
Barat, tegas Erdogan, mendorong keputusan yang melanggar hukum dengan tujuan mendepak Maduro dari kekuasaan. Erdogan menentang apa yang dilakukan AS dan sejumlah negara Eropa di Venezuela.
"Kita menentang sikap imperialis ini," tegasnya.
Ini bukan pertama kalinya Erdogan memberikan dukungan kepada Maduro. Sebelumnya, dia mengatakan rekannya di Caracas tengah menghadapi "aksi sabotase pembunuh ekonomi." Erdogan menjanjikan penguatan hubungan perdagangan antara Turki dan Venezuela.
Pada akhir Januari, ketika krisis sedang berlangsung, Ankara mengkritik AS karena ikut campur urusan dalam negeri Venezuela. Menteri Luar Negeri Mevlut Cavusoglu menilai deklarasi Guaido sebagai presiden sementara sangat aneh. Sementara Erdogan menyuarakan solidaritasnya kepada Maduro dan berpesan, "Saudara Maduro, berdiri tegak lah".
Erdogan juga pernah mengalami percobaan kudeta pada tahun 2016. Ankara menuding percobaan kudeta dipimpin Fethullah Gulen, tokoh Turki yang tinggal di AS. Washington menolak untuk mengekstradisi Gulen ke Turki.
Hubungan Ankara dan Caracas mulai berkembang sejak 2016, ketika Maduro melakukan empat kali kunjungan ke Turki. Pada 2018, Erdogan melawat ke Venezuela sebagai kunjungan balasan dan merupakan kunjungan pertama kali pemimpin Turki dalam sejarah.
Erdogan: Turki akan Boikot Produk Elektronik AS
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan hari ini mengumumkan negaranya akan memboikot produk elektronik buatan Amerika Serikat. Menurut dia, Turki perlu mempertahankan sikap tegasnya terhadap AS, terlebih lagi di tengah kondisi mata uang lira yang terus merosot nilai tukarnya terhadap dolar.
"Ada serangan ekonomi terhadap Turki. Sebelumnya hal semacam itu terjadi secara diam-diam tapi kini terang-terangan. Kita bisa melakukan dua hal, secara ekonomi dan politik. Dari sisi ekonomi, kita akan mengambil tindakan, Kementerian Keuangan kita bekerja siang malam. Selain itu kita akan memboikot barang-barang elektronik dari AS. Mereka boleh punya iPhone, tapi selain itu juga ada masih ada Samsung. Kita punya merek lokal Venus Vestel, kita akan pakai itu," kata dia, seperti dilansir laman Sputnik News, Selasa (14/8).
Pernyataan Erdogan ini hanya selang beberapa hari setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan di akun Twitternya, dia mengizinkan tarif impor baja dan alumunium dari Turki dilipatgandakan sembari tetap menghormati Turki.
Erdogan menanggapi pernyataan itu dengan mengatakan dia sudah memperingatkan AS bahwa Turki akan mencari teman dan sekutu baru lantaran Washington tidak menghormati negaranya. Dia juga menyebut tarif impor yang diterapkan AS melanggar aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
AS sebelumnya menerapkan sanksi terhadap Turki lantaran pastur asal AS Andrew Brunson ditangkap di negara itu. Pemerintah Turki menuding dia terkait dengan gerakan ulama Fethullah Gulen yang dianggap dalang kudeta militer yang gagal pada 2016.
Erdogan Sebut Trump Bocah Tukang Bully Lantaran Pengakuan AS soal Dataran Tinggi Golan
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan kemarin menyebut Presiden Amerika Serikat Donald Trump sebagai 'bocah tukang bully' dalam menanggapi pengakuan AS terhadap klaim Israel atas Dataran Tinggi Golan di Suriah.
"Sayangnya, Trump berkelakuan macam bocah tukang bully," kata Erdogan dalam wawancara dengan stasiun televisi Haber, seperti dilansir laman Channel News Asia, Kamis (28/3).
"Dia juga begitu ketika soal Yerusalem."
Trump Senin lalu menandatangani pernyataan yang mengakui Israel berhak menguasai Dataran Tinggi Golan setelah Israel mencaplok kawasan di usai Perang Enam Hari pada 1967.
Langkah Israel itu selama ini tidak diakui secara internasional dan PBB sudah mengeluarkan tiga resolusi yang meminta Israel menarik mundur pasukannya dari wilayah itu.
"Bagaimana mungkin Anda mengabaikan PBB?" kata Erdogan. "Apa yang Anda lakukan? Berkuasa di negara seperti Amerika tidak membuat Anda punya hak untuk itu."
Menurut Erdogan Amerika sudah memilih untuk memperuncing keadaan ketimbang berperan dalam proses perdamaian.
Erdogan Ancam AS Jika Tidak Pulangkan Sosok Diduga Dalang Kudeta
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengancam tidak akan menyerahkan tersangka teroris kepada Amerika Serikat jika Washington tidak menyerahkan Fethullah Gulen, ulama yang disebut dalang kudeta militer pada 2016.
Ankara sudah berulang kali meminta Washington menyerahkan Gulen namun AS mengatakan tidak cukup bukti untuk mengekstradisi pria itu yang diduga dalang kudeta itu.
"Sejauh ini kami menyerahkan 12 teroris kepada Amerika Serikat, tapi mereka juga menyerahkan satu orang yang kami inginkan. Mereka terus beralasan," kata Erdogan kemarin di hadapan para pemimpin daerah di Istana Kepresidenan di Ankara, seperti dilansir laman Middle East Monitor, Jumat (12/1).
Erdogan menambahkan jika AS tidak memberikan Gulen, maka selama dia menjabat sebagai presiden, AS tidak akan mendapatkan teroris lain dari negara mereka.
"Kalau kalian (AS) tidak menyerahkan dia (Gulen) kepada kami, maka maaf saja, mulai sekarang, tiap kali kalian meminta kami menyerahkan teroris lagi, selama saya masih menjabat, itu tidak akan terjadi," kata Erdogan.
Turki adalah negara muslim terbesar anggota organisasi negara NATO dan menjadi sekutu penting AS di Timur Tengah.
Menteri Luar Negeri Mevlut Cavusoglu Rabu lalu mengatakan hubungan kedua negara dirusak oleh Washington karena mereka tidak mengekstradisi Gulen dan mendukung kelompok milisi Suriah Kurdi (YPG) dan sayap politiknya, PYD.
"AS tidak mendengar kami, mereka malah mendengarkan PYD/YPG. Bisakah itu disebut hubungan kerja sama strategis? Turki adalah negara yang tidak akan tergelincir oleh kebijakan tak konsisten AS di kawasan," ujar Erdogan.
(mdk/pan)