Sirna harapan di Afghanistan
Taliban kembali bangkit. Tak ada lagi harapan di Kabul. Kembalinya Taliban membuat kehidupan menjadi semakin sulit dari sebelumnya.
Setelah berada dalam fase kegelapan di bawah pemerintahan Taliban, Afghanistan akhirnya menemukan secercah harapan lewat invasi Amerika Serikat. Tahun-tahun tersebut adalah masa keemasan negara tersebut. Rakyat seolah berada di jalan menuju kehidupan lebih baik.
Namun tahun ini, tepatnya 15 tahun setelah masa-masa itu, Taliban kembali bangkit. Harapan yang dirasakanm kini sudah lenyap dan kehidupan rakyat Afghanistan kembali dilanda kesulitan.
-
Apa yang diresmikan oleh Jokowi di Jakarta? Presiden Joko Widodo atau Jokowi meresmikan kantor tetap Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) Asia di Menara Mandiri 2, Jakarta, Jumat (10/11).
-
Bagaimana prajurit Mataram akhirnya berjualan di Jakarta? Meskipun kalah perang, para prajurit yang kalah justru mulai berjualan di Jakarta dengan dua menu yaitu telur asin dan orek tempe.
-
Siapa saja yang diarak di Jakarta? Pawai Emas Timnas Indonesia Diarak Keliling Jakarta Lautan suporter mulai dari Kemenpora hingga Bundaran Hotel Indonesia. Mereka antusias mengikuti arak-arakan pemain Timnas
-
Apa yang terjadi pada kasus Covid-19 di Jakarta menjelang Nataru? Kasus Covid-19 meningkat di Ibu Kota menjelang Natal 2023 dan Tahun Baru 2024.
-
Bagaimana Adrian Maulana mengatasi kemacetan di Jakarta? Adrian Maulana lebih prefer jalan kaki dan naik transportasi umum, dari ojol sampe kereta.
-
Kapan kemacetan di Jakarta terjadi? Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Rani Mauliani menerangkan, kemacetan parah di beberapa titik di Jakarta kerap terjadi pada jam berangkat dan pulang kerja.
Shah Marai pertama kali bekerja sebagai jurnalis foto untuk AFP pada 1998. Saat itu, kelompok Taliban masih menguasai Afghanistan. Taliban sangat membenci wartawan, sehingga Marai harus selalu berhati-hati saat meliput dan berburu gambar terbaik.
"Saya selalu mengenakan shalwar kameez atau pakaian tradisional ketika pergi keluar untuk mengambil gambar. Saya juga menyelipkan kamera kecil di dalam syal yang melilit tangan," tulis Marai di blog pribadinya, dikutip dari laman AFP, Senin (1/5).
Di bawah pemerintahan Taliban, Marai selalu berada dalam kesulitan setiap kali bekerja. Sebab, Taliban melarang siapapun memotret semua makhluk hidup. Baik manusia maupun hewan.
Pernah suatu kali Marai memotret sebuah lokasi di luar toko roti. Saat itu masyarakat banyak yang tidak bekerja dan harga barang-barang sedang meroket. Kehidupan masyarakat berada di titik terendah. Kondisi itu selalu ingin diungkap Marai untuk membuka mata dunia. Namun Taliban tak pernah mengizinkannya.
"Mereka mendekat dan menanyakan apa yang sedang saya lakukan. Namun saya berdalih bahwa saya sedang memotret roti. Untungnya saya hidup di zaman sebelum kamera digital ada, sehingga mereka tidak bisa memeriksa gambar yang telah saya ambil," ungkapnya.
Agar tidak terlalu mencolok dan menarik perhatian, Marai jarang menaruh namanya di foto yang diterbitkan. Bisanya Marai hanya menulis 'stringer' untuk menandai foto-foto hasil bidikannya.
Pada masa itu, AFP tidak memiliki biro di Afghanistan. Marai dan rekan-rekannya menempati sebuah rumah di Wazir Akbar Khan yang dijadikan sebagai markas. Hanya ada tiga media asing yang menetap selain AFP yakni AP, Reuters, dan BBC. Namun pada tahun 2000, semua orang diusir sehingga Marai harus sendirian menetap di markas tersebut.
Berbagai peristiwa penting terekam dalam kamera Marai sebagai fotografer. Saat terjadi serangan ke AS pada 11 September yang dikerahkan oleh Alqaeda, kantor biro Marai di Islamabad memberi peringatan bahwa AS akan melakukan serangan balik ke Afghanistan. Balas dendam terekam dalam bidikan kamera.
"Pemboman dilakukan sebulan kemudian, tepatnya pada 7 Oktober 2001 lalu. Mereka menargetkan kota Kandahar dekat perbatasan Pakistan yang diklaim oleh Taliban sebagai ibu kota mereka," jelasnya.
"Saat kejadian saya mendengar pesawat di Kabul. Bom pertama dijatuhkan di dekat bandara. Saya tidak bisa tidur malam itu dan tidak bisa keluar," tambahnya.
Paginya, Marai bertolak ke bandara untuk mengambil beberapa foto. Namun kelompok Taliban yang sedang berjaga di sana menyuruhnya keluar sehingga dia pun tidak bisa mengambil banyak foto.
"Saya mengambil enam foto hari itu, hanya enam. Lalu saya pun kembali dengan sepeda, seperti pria biasa dengan syal melilit tangan saya untuk menyembunyikan kamera saya," kenangnya.
Setelah serangan itu, Taliban tak pernah lagi terlihat. Mereka menghilang bagai udara. Sejak itu, jalan-jalan mulai dipenuhi orang-orang dan mereka yang hidup di bawah bayang-bayang sebelumnya, kembali menemukan cahaya kehidupan.
Beberapa rekan wartawan mulai kembali berdatangan. Kantor Marai yang semula kosong, kini selalu terlihat ramai.
"Sungguh luar biasa melihat semua orang asing itu setelah bertahun-tahun terisolasi oleh Taliban. Itu adalah masa penuh harapan. Tahun-tahun emas. Tidak ada pertempuran di kota, dan pasukan militer dari Inggris, Prancis, Jerman, Kanada, Italia, serta Turki memenuhi berbagai wilayah," cerita Marai.
Para prajurit berpatroli di kota dengan berjalan kaki. Mengucapkan salam sambil menebar senyuman. "Saya pun bisa memotret mereka sebanyak yang saya inginkan. Saya bisa bepergian kemana saja. Semua tempat aman," lanjutnya.
Namun pada 2004, Taliban kembali. Dua tahun berikutnya mereka mulai menyebar seperti virus. Mereka pun mulai mengerahkan serangan di Kabul dan tempat-tempat yang sering dikunjungi orang asing.
"Kini Taliban ada di mana-mana. Dan kita terjebak di Kabul hampir sepanjang waktu. Pesta itu telah berakhir. Orang-orang kini tak lagi ramah di hadapan kamera. Mereka tidak lagi memercayai siapapun. Bahkan sering mengira saya sebagai mata- mata," ungkapnya.
Bagi Marai, tak ada lagi harapan di Kabul. Kembalinya Taliban membuat kehidupan menjadi semakin sulit dari sebelumnya. Dia tidak lagi berani mengajak anak-anaknya keluar rumah. Takut ada bom yang ditanam di mobil saat mereka melintas.
Ketakutan Marai menjadi kenyataan. Pada Senin (30/4) bom bunuh diri meledak di Kabul. Sebanyak 21 orang tewas di mana Marai merupakan salah satu di antaranya.
Insiden tersebut tejadi sebelum pukul 08.00 pagi di dekat markas dinas intelijen Afghanistan. Ledakan bom terdengar dua kali. Bom terakhir meledak di antara kerumunan wartawan. Pembom rupanya sengaja menyamar sebagai wartawan agar bisa menyasar para kuli tinta.
Baca juga:
Mencekam, begini usai ledakan bom bunuh diri yang tewaskan jurnalis AFP di Kabul
Bom bunuh diri meledak di Kabul, 21 orang tewas termasuk wartawan
4 Tragedi bom hantam pesta pernikahan, korbannya anak-anak
Derita gadis 18 tahun Afghanistan dipaksa jadi anak laki-laki
63 Orang tewas terkena bom di pusat pendaftaran pemilih di Afghanistan
Taliban serang distrik di Afghanistan, belasan tewas termasuk gubernur