Fantastis, panti jompo ini dibikin mirip desa!
Siapa sangka jika 152 orang yang hidup di desa ini ternyata seluruhnya menderita demensia. Baca selengkapnya!
Jika dilihat dari luar, desa kecil ini memang tampak normal. Namun, siapa sangka jika 152 orang yang hidup di sana ternyata seluruhnya menderita demensia. Demensia adalah kondisi yang menjelaskan penurunan fungsional yang dipicu oleh kelainan pada otak.
Desa unik ini terletak di pinggiran kota Weesp, Belanda. Penduduk Hogewey menjalani hidup seperti orang pada umumnya. Mereka makan, tidur, berjalan-jalan di sekitar desa, mengunjungi toko-toko dan restoran di sekitar rumah mereka. Mungkin awalnya tidak ada yang tahu bahwa mereka semua menderita kondisi yang sama.
-
Kapan Pantai Menganti ramai dikunjungi? Pantai ini terutama ramai saat akhir pekan, sebab menjadi destinasi wisata keluarga yang diminati.
-
Di mana letak Pantai Tanjung Jumlai? Pantai Tanjung Jumlai terletak di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur adalah destinasi wisata yang menawarkan keindahan alam yang memikat.
-
Kapan pantun hati-hati di jalan sering dipakai? Pantun hati-hati di jalan termasuk jenis pantun nasihat. Pantun merupakan karya sastra yang hingga kini masih sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Biasanya, pantun digunakan untuk menyampaikan salam pembuka atau penutup suatu pidato.
-
Di mana letak Pantai Lombang? Pantai Lombang di Kabupaten Sumenep disebut sebagai salah satu pantai potensial di Indonesia.
-
Di mana letak Pantai Lamolo? Pantai Lamolo merupakan pantai yang berada di Desa Silina, Pulau Simuk, Kabupaten Nias Selatan, Provinsi Sumatera Utara.
-
Kenapa pantat pegal ketika bersepeda? Tekanan yang besar pada area yang kecil menyebabkan tekanan berlebih pada tulang tempat duduk, mengganggu aliran darah dan mengakibatkan peradangan.
Maket desa demensia/Photo byVivium Zorggroep
Disebut sebagai Desa Demensia, Hogewey sebenarnya adalah sebuah panti jompo. Tempat ini dibangun untuk membuat penghuninya merasa bahwa mereka sedang menjalani kehidupan normal. Seratus lima puluh dua pasien yang hidup di sini bahkan tidak tahu bahwa desa mereka adalah sebuah panti jompo, dan tempat tinggal mereka terus dipantau selama 24 jam.
Di desa ini, mereka juga tidak tinggal sendirian di dalam satu rumah, dan tidak ada lorong atau koridor panjang. Sebaliknya, mereka hidup dalam kelompok - enam sampai tujuh - di dalam satu rumah dengan didampingi satu atau dua pengasuh. Rumah-rumah di Hogewey juga dilengkapi dengan memorabilia jangka pendek mereka ketika kenangan mereka berhenti berfungsi dengan baik - dari sekitar tahun 1950-an, 1970-an, dan 2000-an.
Photo byVivium Zorggroep
Penghuni Hogewey juga diperbolehkan untuk berkeliaran di sekeliling kota, karena pengasuh mereka telah ditempatkan di seluruh pelosok desa. Jumlah pengasuh di desa ini 250 pekerja penuh waktu dan paruh waktu, dan spesialis geriatri yang mengembara di seluruh pelosok desa sebagai kasir, pengunjung toko, pegawai kantor pos dan masih banyak lagi.
Namun, semua pasien Hogewey tidak akan pernah bisa meninggalkan tempat itu. Bahkan jika salah satu dari mereka secara kebetulan mendekati pintu keluar, staf Hogewey akan memberitahu mereka dengan sopan bahwa pintu itu terkunci dan kemudian membimbing merek menuju jalan lain.
Keluarga pasien lebih memilih menaruh mereka di sana karena biaya perawatan akan jauh lebih murah, ketimbang jika mereka dirawat di rumah. Theo Visser menempatkan istrinya, Corrie, di sana karena menurutnya lingkungan di Hogewey sangat sempurna untuk kondisi istrinya.
Hampir setiap hari, Theo menempuh perjalanan sejauh 10 mil untuk mengunjungi Corrie, 80. Meski Corrie tidak bisa mengingat segala hal tentangnya, Theo dan Corrie selalu menghabiskan waktu dengan duduk bersama selama berjam-jam, berpegangan tangan, dan saling memandang penuh kasih.
Yvonne van Amerongen, salah satu pendiri Hogewey, mengatakan bahwa dia mendirikan desa ini untuk alasan yang sangat pribadi. Dia datang dengan ide ini ketika dia bekerja di sebuah panti jompo. Ketika itu, ibunya meneleponnya dan mengatakan bahwa ayahnya meninggal tiba-tiba.
"Saat itu, saya berterima kasih kepada Tuhan karena ayah saya tidak pernah berada di sebuah panti jompo. Karena saya bekerja di sebuah panti jompo, saya tidak pernah ingin ayah tinggal di sana," terang Yvonne.
Maka, dia mengajak rekan-rekannya untuk membahas hal tersebut pada tahun 1992. Mereka membahas tentang bagaimana mereka bisa mengubah sebuah panti jompo menjadi lingkungan yang lebih layak huni. Mereka akhirnya menciptakan sebuah kompleks di lahan 1,5 hektar pada tahun 2009, dengan 23 unit rumah.
Tujuan Yvonne dkk adalah untuk memberikan penderita demensia kehidupan yang paling normal. Namun, pembangunan Hogewey sempat dikritik karena mereka yang tinggal di sana dianggap ditipu. Namun Yvonne mengabaikan tuduhan itu dan tetap menjalankan panti jomponya. Biaya perawatan di panti ini sekitar USD 8.000 (sekitar Rp 98,7 juta) per bulan. Namun, pemerintah juga ikut mensubsidi biaya tersebut, sehingga biayanya menjadi lebih terjangkau bagi masyarakat.
Baca juga:
Sehari menjadi Hobbit di Hobbiton Matamata, Selandia Baru
Disambar petir abadi sejak abad 16, tempat ini sabet rekor dunia
Jigokudani, 'Sangeh' Jepang yang dihuni kera salju
Ini sumur Dewa Thor yang tak pernah kenyang meminum air laut
TTS terbesar di dunia ini jawabannya tersebar di seluruh kota