Rita Suwanda, 'Kartini' melanglang buana berbekal pencak silat
Pencak silat membuka jalan Rita bertandang ke berbagai negara.
Namanya Rita Suwanda. Dia dikenal sebagai Guru Besar Mande Muda Internasional. Perempuan itu berlatih bela diri itu sejak umur 14 tahun, di perguruan Mande Muda. Perguruan pencak silat itu didirikan ayahnya di Jalan Moch Ramdan, Bandung, pada 1951.
Waktu itu, menurut Rita, pandangan terhadap perempuan dirasa masih kolot. Tugas mereka dianggap tak lebih dari dapur, sumur, dan kasur. Sedangkan pencak silat adalah milik dan urusan laki-laki. Namun, justru itulah Rita ngotot mempelajari seni bela diri khas Jawa Barat itu.
Awalnya sang ayah, Uyu Suwanda, melarang putrinya belajar pencak silat. Tapi Rita keras kepala. Sikapnya itu kelak mengantarnya meraih gelar Guru Besar Mande Muda Internasional berkedudukan di Amerika Serikat.
Bertepatan dengan Hari Kartini, rencananya Rita akan menggelar pelatihan pencak silat ke negara-negara Eropa dan AS.
"Insya Allah 21 April ini saya akan workshop pertama ke Eropa dulu, baru ke AS sampai 13 Juni," kata Rita, kepada wartawan di Bandung, Rabu (20/4).
Di masa kecilnya, Rita merasakan emansipasi wanita belum seperti saat ini.
"Saya latihan pencak silat sejak umur 14 tahun. Karena tiap hari di rumah ada latihan silat, jadi saya sering melihat. Pertama saya tidak boleh latihan silat oleh bapak. Tahun-tahun itu kan perempuan masih tabu, ini kan permainan bela diri laki-laki," tutur ibu tiga anak kini berusia 52 tahun.
Keseriusan dan keuletan Rita membuat sikap sang ayah melunak. Akhirnya hati Uyu luluh dan mengizinkan Rita memperdalam pencak silat, hingga mengikuti berbagai kompetisi seni sampai 1976.
Pada saat itu, Rita disunting murid tertua Perguruan Silat Mande Muda, Dadang Gunawan. Suaminya kini Ketua Mande Muda Indonesia. Cerita pernikahan Rita juga bernuansa romantisme khas pendekar.
Sebagai pendiri perguruan silat ternama, Uyu Suwanda memiliki banyak murid laki-laki. Dia menggelar semacam sayembara bagi murid-muridnya, barangsiapa kemampuan pencak silatnya terbaik akan bisa mengawini putrinya. Pemenangnya adalah Dadang.
"Alhamdulillah sampai sekarang kita sudah hampir 40 tahun berumah tangga," ujar ibu berkerudung ini.
Setelah berkeluarga, semangat Rita terhadap pencak silat tidak mengendur. Dia aktif mengajar silat di SMA Pasundan 3 Bandung. Pada 2000, Rita melanjutkan kepemimpinan kakaknya, Herman Suwanda, pendiri Mande Muda di Amerika Serikat.
Di bawah kepemimpinan sang kakak, Mande Muda di Negeri Abang Sam bisa berkembang pesat di 27 negara bagian. Namun, hal itu tidak berjalan mulus. Pada Maret 2000, Herman bersama istri dan tiga muridnya bepergian di Jerman menggunakan mobil. Saat itu mereka hendak mempromosikan pencak silat. Namun, kendaraan mereka tumpangi terlibat kecelakaan, dan seluruh penumpangnya tewas.
Pasca tragedi itu, Rita dipanggil para murid di AS melanjutkan kepemimpinan Herman. Meski Mande Muda sudah berkembang pesat, tidak mudah melanjutkan kepemimpinan sang kakak. Rita harus menjaga wibawa Mande Muda, juga nama baik Indonesia. Dia juga mesti meyakinkan para murid kakaknya kalau dia kini menjadi guru mereka.
Pertama kali hadir, Rita merasa canggung berhadapan dengan murid-murid kakaknya. Sebab mereka kebanyakan laki-laki dengan postur tinggi besar.
"Saat masuk ke area workshop, saya merasa dipandang sebelah mata. Saya merasa sebagai perempuan kecil," kenang Rita.
Meski demikian, Rita menepis perasaan itu dan memperlihatkan kemampuan silatnya. Setiap memulai latihan, dia selalu meminta muridnya yang paling tinggi besar berduel.
"Jadi pada waktu itu saya seperti mempertaruhkan nyawa demi mempertahankan citra keluarga, citra Indonesia," ucap Rita.
Di bawah sepak terjang Rita, Mande Muda Internasional berhasil merambah Eropa, Jerman, Prancis, Spanyol dan Belanda, sesuai cita-cita sang kakak.