Letkol Kawilarang Marah Besar, Muak dengan Perwira Berlagak Koboi Tapi Pengecut
Ditugaskan untuk membenahi kekuatan TNI di wilayah Tapanuli dan Sumatera Timur, Letnan Kolonel A.E. Kawilarang harus main gertak dengan para komandan setempat.
Ditugaskan untuk membenahi kekuatan TNI di wilayah Tapanuli dan Sumatera Timur, Letnan Kolonel A.E. Kawilarang harus main gertak dengan para komandan setempat.
Penulis: Hendi Jo
-
Bagaimana KEK Singhasari memanfaatkan sejarah? Keunggulan lain dari KEK Singhasari yakni adanya sektor pariwisata dengan tema heritage and sejarah. Hal ini dilatarbelakangi nilai situs sejarah kerajaan Singhasari.
-
Siapa yang meneliti sejarah Sidoarjo? Mengutip artikel berjudul Di Balik Nama Sidoarjo karya Nur Indah Safira (Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo, 2000), Kabupaten Sidoarjo terkenal dengan sebutan Kota Delta yang merujuk pada sejarah daerah ini yang dulunya dikelilingi lautan.
-
Apa yang dilakukan seniman AI itu pada tokoh-tokoh sejarah? Gambar-gambar tersebut menunjukkan Mahatma Gandhi dalam avatar berotot, Albert Einstein dengan tubuh kekar, dan Rabindranath Tagore memamerkan fisik berototnya.
-
Bagaimana cara sejarawan menentukan kebenaran sebuah peristiwa sejarah? Sejarah menggunakan metode ilmiah dan analisis kritis untuk menilai keandalan sumber dan menyusun narasi yang berdasarkan bukti.
-
Bagaimana K.H. Abbas Abdul Jamil melawan penjajahan? Salah satu yang menjadi modalnya dalam melawan penjajah adalah menghidupkan kembali Tarekat Tijaniyah yang didirikan oleh ulama Aljazair, Syekh Abul Abbas Ahmad At-Tijani (1737-1815).Dalam gerakan ini, Kiai Abbas menyebarkan semangat mengedepankan syariat sesuai ajaran Nabi Muhammad SAW dalam melawan tirani. Ada semangat kerasulan yang dibawa dalam gerakan ini, agar penjajahan yang memperbudak dan menyengsarakan rakyat dihapuskan.
-
Kapan Djamaluddin Adinegoro lahir? Gunakan Nama Samaran Djamaluddin Adinegoro lahir di Talawi, sebuah kecamatan di Sawahlunto, Sumatra Barat pada 14 Agustus 1904.
Pasca berlakunya Perjanjian Renville pada Januari 1948, TNI mendapat kesempatan agak panjang untuk membenahi internal. Salah satu wilayah yang dianggap bermasalah adalah Sumatera.
Panglima Besar Soedirman memerintahkan perwira-perwira muda TNI terbaiknya untuk pergi ke Sumatera. Selain menugaskan para perwira yang baru lulus dari Akademi Militer Yogyakarta, Soedirman pun meminta para perwira yang lebih senior untuk ikut berangkat.
Overste (Letnan Kolonel) Alex Evert Kawilarang, Komandan Brigade Suryakancana Divisi Siliwangi merupakan salah satu perwira yang ditunjuk untuk berangkat ke Sumatera. Bersama Mayor Ibrahim Adjie, Letnan Satu Abu Amar dan Letnan Dua Hutabarat, Alex mendapat misi untuk menuntaskan pertikaian antar tentara Indonesia di Sumatera.
Alex yang tadinya merasa senang akan bertugas di wilayah Jawa Tengah atau Yogyakarta, terkejut dengan perintah itu. Dia merasa penasaran, apa yang menyebabkan dirinya harus pergi ke wilayah yang sama sekali asing baginya. Tak kuat menahan rasa kepenasaran, Alex bertanya langsung kepada Wakil Presiden sekaligus Menteri Pertahanan ad interim Mohammad Hatta saat mereka berjumpa di Bukittingi.
"Di Tapanuli dan Sumataera Timur harus ada komandan yang bukan berasal dari Jawa atau Sumatera. Di sana harus dilakukan pembersihan. Banyak serobotan, lucut melucuti, kurang disiplin dan lagi banyak korupsi," jawab Bung Hatta.
Sebagai catatan, di wilayah Tapanuli memang saat itu sedang terjadi 'perebutan wilayah' antara tentara Indonesia sendiri. Mereka yang terlibat berasal dari kesatuan tentara yang dipimpin oleh Mayor Bedjo dan para pejuang yang ada di bawah Mayor L. Malao.
"Alhasil saya merasa terpilih sebagai 'tukang bersih-bersih'. Jadilah!" ujar Alex seperti dituliskan dalam otobiografinya, Untuk Sang Merah Putih (disusun oleh Ramadhan KH).
November 1948, Alex ditunjuk menjadi Komandan Sub Teritorial VII. Sebagai pimpinan wilayah, dia harus mulai membereskan kekacauan-kekacauan yang ada di Tapanuli, Sumatera Timur Selatan. Langkah pertama yang dilakukan adalah membubarkan brigade-brigade yang ada lalu menggantinya dengan sektor-sektor. Setidaknya ada 4 sektor yang dia bentuk untuk menghadapi kemungkinan agresi militer Belanda yang kedua kalinya.
Pembentukan sektor-sektor otomatis diikuti dengan perpindahan wilayah kekuasaan masing-masing kekuatan bersenjata yang ada saat itu. Sebagai contoh Pasukan Sektor I harus meninggalkan Sibolga digantikan oleh Pasukan Sektor IV dan Sektor S. Aturannya Pasukan Sektor IV dan Sektor S dipersilakan masuk Sibolga usai Pasukan Sektor I pergi. Namun karena ada kesalahpahaman beberapa unit Pasukan Sektor S sudah mulai mendekati Sibolga, sementara saat itu Pasukan Sektor I masih ada di kota tersebut.
Untuk mencegah keributan karena pertemuan dua pasukan yang tadinya bermusuhan itu, maka Letnan Kolonel Alex mengutus Letnan Dua David Munthe untuk mengingatkan komandan Pasukan Sektor S untuk tidak masuk dulu ke Sibolga. Alih-alih disanggupi, komandan Sektor S malah mengancam Letnan Dua David dengan todongan pistol.
"Besok paginya, saya panggil perwira yang menodong Munthe itu…" kenang Alex.
Sang perwira datang dengan pakaian kebesarannya lengkap bersama senjatanya. Dia juga membawa sejumlah pengawal yang bertampang garang. Begitu masuk ke ruangan Alex, dia sudah menggertak dan menyemprot Alex duluan. Sambil menggebrak meja, dia menyatakan penolakannya untuk jangan dulu memasuki Sibolga.
Laiknya senjata mitraliur, mulut Si Perwira terus saja mengomel. Alex yang tadinya akan melakukan teguran juga terkait penodongan Munthe, memutuskan menahan diri, menunggu sampai teriakan-teriakan lelaki di depannya selesai. Begitu dia diam, Alex pun beraksi. Sambil menggebrak meja hingga gelas-gelas di atas meja berjatuhan, Alex langsung balas memaki-maki Komandan Sektor S tersebut.
"Sekarang dalam kondisi aman, kau mau aksi-aksian masuk Sibolga! Tahu kau, kalau kau dan pasukanmu masuk Sibolga sekarang lalu bentrok dengan Pasukan Sektor I, siapa yang menjadi korban? Rakyat dan tentara lagi! Mana tanggungjawabmu?! Mana disiplinmu?! Kau malah mau bermain-main koboi-koboian dengan pistol. Memuakan! Pengecut memang biasa begitu! Tunggu sampai Aksi II, baru kau boleh mencabut pistolmu kepada lawan!"
Alex Kawilarang benar-benar marah besar. Sejumlah kalimat lain masih dilontarkannya saat Si Komandan itu terlihat gugup dan ketakutan. Dalam situasi panas itu, tiba-tiba Si Komandan berdiri. Sambil mengambil sikap tegap sempurna, dia memberi hormat di hadapan lelaki Minahasa itu.
"Saya taat perintah!" teriaknya dalam nada sedikit gugup.
(mdk/noe)