15 Januari 1949: Mengenang Peristiwa Situjuah Berdarah, Tewaskan Banyak Pejuang PDRI
74 tahun berlalu, ini kisah Peristiwa Situjuah yang renggut banyak pejuang Pemerintah Darurat RI.
75 tahun berlalu, ini kisah Peristiwa Situjuah yang renggut banyak pejuang Pemerintah Darurat RI.
15 Januari 1949: Mengenang Peristiwa Situjuah Berdarah, Tewaskan Banyak Pejuang PDRI
Peristiwa Situjuah merupakan salah satu rangkaian perjuangan berdarah bangsa Indonesia pada masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) 22 Desember 1948 hingga 13 Juli 1949.
Peristiwa ini terjadi pada 15 Januari 1949 kala subuh hari. Oleh karenanya, setiap tanggal 15 Januari di Indonesia diperingati sebagai hari Peristiwa Situjuah. Tahun 2024 ini adalah peringatan ke-75 tahunnya.
-
Kenapa Siti Purwanti meninggal? Diketahui bahwa mendiang Siti Purwanti telah lama menderita penyakit jantung dan gagal ginjal.
-
Bagaimana suasana petilasan Prabu Siliwangi? Mengutip laman resmi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Majalengka, Senin (16/1), suasana petilasan Prabu Siliwangi memiliki suasana yang asri.
-
Mengapa Stupa Sumberawan penting? Stupa melambangkan nirbana (kebebasan) yang merupakan dasar utama dari seluruh rasa dharma yang diajarkan Guru Agung Buddha Gautama. Nirbana juga menjadi tujuan setiap umat Buddha.
-
Kenapa Prasasti Huludayeuh penting? Di masa itu, Prabu Siliwangi melalui program kerajaannya memiliki sejumlah proyek terkait infrastruktur seperti parit untuk kebutuhan pertahanan ibu kota Pakuan, membuat monumen gunungan, menggencarkan perkerasan jalan, menyelamatkan hutan lindung dan sebagainya.
-
Siapa Syekh Nurjati? Syekh Maulana Idhofi Mahdi Datuk Kahfi atau Syekh Nurjati menjadi tokoh penyebar Agama Islam yang berpengaruh di sekitar abad ke-14.
-
Kenapa Tahu Siksa dinamai begitu? Iman mengatakan, nama tahu siksa sebenarnya berasal dari proses membuatnya sebelum disajikan.Tahu kuning awalnya dipanggang di atas wajan atau nampan besi yang diberi minyak goreng sedikit. Katanya, memanggang tahu dengan cara tersebut mirip seperti penyiksaan.
Peristiwa Situjuah merupakan bentuk perjuangan dalam mempertahankan Republik Indonesia dari serangan penjajah. Tercatat sebanyak 69 pejuang gugur dalam peristiwa ini.
Peristiwa penyerangan oleh pasukan penjajah Belanda terhadap para pejuang kemerdekaan Indonesia pada masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) menewaskan beberapa orang pimpinan pejuang dan puluhan orang anggota pasukan lainnya, di antaranya Chatib Sulaiman, Arisun Sutan Alamsyah, dan Kapten Thantowi. Ini kisahnya.
Berawal dari Pembentukan PDRI
PDRI (Pemerintahan Darurat Republik Indonesia) adalah suatu pemerintahan darurat yang dibentuk pada 22 Desember 1948 oleh beberapa orang pimpinan pejuang kemerdekaan Indonesia dan dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara.
PDRI dibentuk sebab adanya Agresi Militer Belanda Kedua pada 19 Desember 1948 di Yogyakarta. Dalam agresi tersebut, Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta ditawan oleh Belanda. Penawanan ini menyebabkan adanya vakum kekuasaan di Indonesia yang baru merdeka.
Pada 19 Desember sore hari Syafruddin Prawiranegara bersama Kol. Hidayat, Panglima Tentara dan Teritorium Sumatra, mengunjungi Mr. Teuku Mohammad Hasan, Gubernur Sumatra/Ketua Komisaris Pemerintah Pusat di kediamannya, untuk mengadakan perundingan.
Malam itu juga mereka meninggalkan Bukittinggi menuju Halaban, daerah perkebunan teh, 15 km di selatan Kota Payakumbuh. Sejumlah tokoh pimpinan republik yang berada di Sumatra Barat dapat berkumpul di Halaban, dan pada 22 Desember 1948 mereka mengadakan rapat.
Dalam rapat tersebut diputuskan untuk membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI). Ibu kota PDRI adalah Bukittinggi, namun perjuangannya lebih banyak terjadi di desa-desa dan hutan-hutan Sumatra Tengah sehingga disebut "Pemerintahan Dalam Rimba Indonesia" (PDRI) oleh pihak Belanda.
Awal Mula Peristiwa Situjuah 15 Januari 1949
Mengutip laman umsb.ac.id, tragedi bermula pada 14 Januari 1949. Ketika pimpinan PDRI, laskar pejuang dipimpin Ketua Laskar Pertahanan Rakyat Sumatra Tengah, Chatib Sulaiman mengadakan rapat membahas strategi perjuangan di sebuah lembah, yang dikenal dengan Lurah Kincia.
Rapat dilaksanakan atas instruksi Gubernur Militer Sumatra Tengah Sutan Mohammad Rasjid dan dipimpin oleh Chatib Sulaiman selaku Ketua Markas Pertahanan Rakyat Daerah.
Selain itu rapat juga diikuti oleh beberapa orang pimpinan pejuang lainnya, di antaranya Arisun Sutan Alamsyah (Bupati Militer Lima Puluh Kota), Letnan Kolonel Munir Latief, Mayor Zainuddin, Kapten Tantawi, Lettu Azinar, Letda Syamsul Bahri serta 69 orang pasukan BPNK.
Hasil rapat memutuskan bahwa mereka akan menyerang Kota Payakumbuh yang diduduki Belanda, dan akan menduduki kota itu sambil menggelorakan semangat perlawanan gerilya rakyat untuk membuktikan pada dunia internasional bahwa Pemerintahan Republik Indonesia masih ada dan didukung rakyat yang terus melakukan perlawanan dan perjuangan.
Semua dilakukan untuk melawan propaganda Belanda yang selalu mengatakan bahwa mereka telah menguasai Indonesia sepenuhnya setelah mereka berhasil menduduki ibu kota Republik Indonesia, Yogyakarta, serta menangkap dan mengasingkan para pemimpin Republik.
Seusai rapat, peserta beristirahat di sebuah surau di Lurah Kincia, di kala subuh pasukan Belanda menghujani lembah itu dengan berondongan peluru. Lokasi yang tak menguntungkan, senjata yang tak memadai, para pejuang pun tak mampu memberikan perlawanan.
Chatib Sulaiman, Bupati Limapuluh Kota Arisun St. Alamsyah, Letkol Munir Latif, Mayor Zainuddin, Kapten Tantawi, Letnan Anizar, Sjamsul Bahri, Rusli dan Baharuddin, gugur bersama 60 pejuang lainnya. Peristiwa yang terjadi di Lurah Kincia, Situjuah Batua, Kecamatan Situjuah Limo Nagari, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatra Barat ini pun dikenal dengan sebutan Peristiwa Situjuah Berdarah.
Jenazah Chatib Sulaiman bersama delapan penjuang lainnya dimakamkan di Lurah Kincia, delapan orang di Banda Dalam, 13 orang di Situjuah Gadang, dan 39 orang lainnya di Nagari Situjuah Batua.