Kain Majalaya Bandung Van Java, Tenun Asli Jawa Barat yang Kian Langka
Mengharumnya nama Bandung sebagai Paris Van Java tidak lepasa dari keberadaan industri tekstilnya yang pernah berjaya. Salah satunya di Majalaya, sebuah kota yang dulunya memasok 40 persen kebutuhan sandang nasional. Namun nasib baik tidak berpihak pada Majalaya.
Julukan kota Paris Van Java memang tak bisa lepas dari sejarahnya tentang dunia fesyen. Begitu mudahnya mengenal kain tenun tradisional Ulos, tenun Lurik, tenun Ikat, dan tenun Toraja. Semua punya motif dan warna khasnya masing-masing. Namun sebaliknya, jarang orang mengetahui kain tenun Majalaya asal Kecamatan Majalaya, Bandung, Jawa Barat. Sama seperti tenun tradisional lainnya, tenun Majalaya dibuat secara manual, dan dikategorikan sebagai Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM).
Kala itu Majalaya mampu menguasai 40 persen kebutuhan tekstil nasional. Sedikitnya 1 juta meter kain dipesan kepada pengrajin tenun Majalaya. Baik itu dalam bentuk sarung, maupun lembaran kain diproduksi secara manual dengan tenun tradisional.
-
Di mana Museum Tekstil berada? Fakta Menarik Museum Tekstil di Jakarta Barat, Dulunya Markas Tentara Rakyat
-
Kapan Batik Ciwaringin mulai berkembang? Mengutip jurnal budaya Departmen Pendidikan Seni, Universitas Pendidikan Indonesia berjudul “ Analisis Makna Motif Batik Ciwaringin Cirebon” karya Aditya Aditama Putri dan Desi Wulandari, batik Ciwaringin sudah berkembang sejak tahun 1940-an.
-
Di mana Pupuk Indonesia menampilkan artwear berbahan kantong pupuk? PT Pupuk Indonesia (Persero) bersama dengan Perkumpulan Istri Karyawan Pupuk Indonesia (PIKA-PI) ikut meramaikan Jember Fashion Carnaval (JFC) 2024 dengan menampilkan 22 artwear berbahan kantong pupuk di Jember, Jawa Timur, Sabtu (3/8).
-
Dimana batik complongan pertama kali ditemukan? Batik complongan pertama ditemukan pada 1800 an di kain panjang, selendang dan penutup emas.
-
Kenapa Museum Tekstil didirikan? Pakaian modern kemudian mulai dilirik dan menjadi tren baru, terutama di kalangan anak muda. Toko-toko busana kala itu mulai menjual berbagai jenis fashion seperti kemeja, kaus berkerah hingga celana cutbray. Usut punya usut, perubahan tren berpakaian ini karena masifnya kebudayaan barat yang mulai masuk di Indonesia.
-
Kenapa Batik Lasem terancam punah? Seiring waktu, eksistensi batik Lasem semakin terancam. Apalagi para pemuda saat ini makin jarang yang ingin belajar membatik. “Anak muda zaman sekarang terutama setelah lulus SMA mencari pekerjaan di pasar modern. Tidak ada yang mau bekerja membatik seperti ini,” kata Lastini (54), salah seorang perajin batik Lasem.
Kini semua tinggal kenangan manis. Merebaknya produk fesyen impor China membuat berbagai industri tekstil di Indonesia kelabakan. Dampaknya sangat terasa bagi para pengrajin tenun Majalaya.
©2021 Merdeka.com/Reival Akbar
Dahulu 1928, empat gadis asal Majalaya, Emas Mariam, Endah Suhaenda, Oya Rohana, dan Cicih dikirim ke Bandung. Merekalah pelopor melejitnya insdustri tekstil di Majalaya.
Di sana mereka belajar membuat kain tenun di Textile Inrichting Bandeng yang didirikan Belanda pada tahun 1921. Kini bangunan tersebut menjadi Sekolah Tinggi Tekstil Bandung.
©2021 Merdeka.com/Reival Akbar
Kini kondisinya diperparah dengan adanya Pandemi yang menjadikan geliat produksi tenun Majalaya seperti mati suri. Usaha tekstil yang sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Majalaya tidak lagi berdenyut. Bagi pemilik usaha mereka merasakan berada di jurang kebangkrutan. Begitupula para pekerja yang mengeluhkan upah mereka.
Tak ada pilihan lain, dapur produksi masih terus menyala. Meskipun banyak para pengusaha masih menyimpan stok kain tenun yang menumpuk. Imbas persaingan membuat tenun Majalaya tak mudah lagi diserap pasar. Kompetisi dengan pasar digital dengan harga dan kualitas yang lebih menggiurkan.
©2021 Merdeka.com//Reival Akbar
Bagai memulai hidup baru, Tenun Majalaya mulai bangkit dan menyesuaikan pasar saat ini. Pangsa pasarnya juga sudah mengikuti tantangan dunia digital. Dengan mengedepankan tenun tradisional yang tentu punya jati diri tersendiri.
Inovasi dan variasi turut dikembangkan untuk mendukung daya jual tenun Majalaya. Tak hanya kain saja, pakaian jadi sedang digagas pasarnya. Produk tenun Majalaya juga terus dikebut untuk merambah ke pasar ekspor. Semua upaya tersebut tidak lain untuk menjadikan Majalaya sebagai sentra tekstil nasional seperti dahulu kala.
©2021 Merdeka.com/Reival Akbar
ATBM menjadi bukti budaya tenun tradisional Indonesia masih bertahan hingga saat ini. Bersanding dengan eksistensi mesin tekstil yang merenggut ketenaran kain tenun tradisional. Sama halnya dengan tenun Majalaya saat ini yang masih mempertahankan metode tradisional, meskipun perkembangannya mulai marak digantikan oleh mesin.
(mdk/Ibr)