Mengenal Tradisi Surak Ibra, Digunakan Warga Garut untuk Menyindir Belanda
Kesenian ini biasanya dimainkan oleh puluhan orang untuk menyindir Belanda.
Kesenian ini biasanya dimainkan oleh puluhan orang untuk menyindir Belanda.
Mengenal Tradisi Surak Ibra, Digunakan Warga Garut untuk Menyindir Belanda
Berbagai kesenian lokal bisa ditemui di Garut, Jawa Barat, mulai dari Lais, adu domba sampai pencak silat. Namun ada satu tradisi yang mungkin dilupakan bernama Surak Ibra.
-
Apa ciri khas dari Domba Garut? Dilansir dari berbagai sumber, Domba Garut memiliki ciri khas yang terletak pada bentuk kuping dan ekor domba yang kombinasi antara kuping rumpung atau ngadaun hiris dengan ekor ngabuntut beurit atau ngabuntut bagong.
-
Apa isi dari Ikrar Sumpah Pemuda? Adapun Isi ikrar Sumpah Pemuda yaitu: 1. Ikrar Pertama "Kami Putra dan Putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia" 2. Ikrar Kedua "Kami Putra dan Putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia" 3. Ikrar Ketiga "Kami Putra dan Putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia".
-
Apa saja tanda-tanda Kiamat Kubra yang dijelaskan dalam konteks ini? Tanda-tanda Kiamat Kubra merujuk pada tanda-tanda besar yang akan terjadi sebelum datangnya hari kiamat. Tanda-tanda ini termasuk peristiwa-peristiwa besar yang akan mengubah tatanan alam semesta dan kehidupan manusia. Beberapa tanda-tanda kiamat kubra termasuk munculnya Dajjal, sosok yang akan muncul sebagai pemimpin palsu membawa kehancuran dan kebingungan, terjadinya perang besar yang melibatkan banyak negara dan meluas ke seluruh dunia, serta munculnya tanda-tanda alam seperti hewan-hewan bertutur kata dan matahari terbit dari barat.
-
Senjata berburu apa yang ditemukan di Gua Harta Karun? Alat berburu itu berupa tombak dan dua anak panah kayu dari abad pertama.
-
Apa yang menjadi ciri khas dari Kuburan Sukun? Kompleks Kuburan Sukun di Kota Malang ini unik karena punya koridor pintu di bagian depannya. Tak hanya itu, di sisi kanan dan kiri koridor pintu ada gedung yang difungsikan sebagai perkantoran.
-
Bagaimana ciri khas Pura Giri Salaka Alas Purwo? Ciri Khas Pura Giri Salaka Alas Purwo memiliki ciri khas yang membedakannya dengan pura lain di Banyuwangi. Pelinggih padmasana di Pura Giri Salaka Alas Purwo menghadap ke utara, sedangkan kebanyakan pura di Banyuwangi padmasananya menghadap ke timur. Selain itu, ada bangunan rajahkolocokro pada Pura Giri Salaka Alas Purwo yang tidak ditemukan di pura lain.
Surak Ibra menjadi kesenian asli Garut dengan memadukan antara tarian, musik, dan drama yang bisa ditampilkan saat acara kebudayaan setempat. Dulunya Surak Ibra dimainkan untuk menyatakan ketidaksetujuan atas hadirnya para penjajah Belanda di sana. Bahkan, para pejuang menggunakannya sebagai media untuk menyindir para tentara kolonial agar mereka tidak betah berada di Garut. Berikut informasi selengkapnya tentang Surak Ibra.
Kesenian Surak Ibra banyak mengadopsi gerakan pencak silat
Dikutip dari laman Warisan Budaya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Rabu (16/8), kesenian Surak Ibra ternyata banyak mengadopsi gerakan dari pencak silat. Secara teknis, kesenian ini dimainkan oleh puluhan orang, dengan menempatkan satu orang tokoh utamanya. Setelah semuanya berkumpul, para pemain kemudian membuat posisi berbanjar, sembari menyalakan obor. Diiringi musik tradisional, mereka kemudian menari menirukan gerakan silat.
Mengangkat tokoh utama
Setelah dibuat formasi dan melakukan gerakan tari, satu tokoh utama itu kemudian diangkat oleh para pemain secara beramai-ramai, diiringi sorak sorak dengan menggunakan bahasa Sunda.
Tokoh yang diangkat itu, harus bisa menahan keseimbangan karena akan diangkat-angkat ke atas, dan dipindah ke tangan yang lain di sana. Semakin meriah sorak yang lontarkan, lantunan musik juga semakin cepat. Di tengah-tengah penabuh musik, terdapat seorang lainnya yang memberikan komando kepada para penari yang mengangkat salah seorang ke atas.
Sejarah Surak Ibra
Mengutip penelitian Rudi Sirojudin Abas, seni Surak Ibra pertama kali dimainkan pada 1910 oleh Raden Djajadiwangsa bin Raden Wangsa Muhammad di Desa Cinunuk, Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut. Djadjadiwangsa sendiri merupakan tokoh yang disegani sebagai penyebar Agama Islam dan penentang politik-politik penjajahan. Ketika itu, dirinya mengenalkan kesenian itu sebagai pembangkit semangat warga agar tidak menyerah kepada pihak penjajah.
- Mengenal Perang Lempar Air, Tradisi Masyarakat Tionghoa di Selatpanjang Riau
- Mengenal Peresean, Tradisi Adu Kuat Para Lelaki di Lombok Sambut Hari Kemerdekaan
- Mengenal Tradisi Buka Luwur, Momen Penggantian Kain Penutup Makam Sunan Kudus
- Peringati Malam Satu Suro, Begini Keseruan Warga Boyolali Adakan Tradisi Sedekah Merapi
Jadi media warga menyindir Belanda
Adanya penjajah Belanda membuat warga di Cinunuk, dan Kabupaten Garut secara keseluruhan dipengaruhi sistem berpolitiknya. Hal ini membuat warga tidak bisa beraktivitas dan berekspresi secara bebas.
Untuk membangkitkan semangat motivasi warga dalam menciptakan tatanan pemerintahan yang mandiri, merdeka dan berdiri sendiri, kesenian ini dikenalkan. Simbol seorang warga yang diangkat ke atas oleh para pemainnya menggambarkan semangat warga melawan para penjajah, dan juga simbol kesatuan warga. Konon ini membuat para tentara Belanda mundur.
Digelar setiap momen kemerdekaan RI
Kentalnya makna perjuangan di kesenian Surak Ibra, membuat masyarakat Garut terus mempertahankan kesenian berkelompok ini. Selain digelar saat momen-momen hajat kebudayaan, Surak Ibra juga digelar sebagai ajang untuk memeriahkan kemerdekaan Republik Indonesia, setiap tanggal 17 Agustus. Adapun kesenian ini mulanya bernama “Bongboyongan” atau memboyong/mengangkat seseorang dalam penuh semangat, kemudian pada 1950 kesenian ini dikembangkan menjadi Surak Ibra.