Omzet Menurun selama Pandemi, Suplier Batik di Yogyakarta Ini Coba Rintis Bisnis Lain
Pandemi Covid-19 yang menyebar di Indonesia tidak hanya memberikan dampak buruk bagi kesehatan, tapi juga pada para pelaku usaha, termasuk bisnis penjualan batik.
Hingga saat ini, pandemi Covid-19 masih belum menandakan tanda-tanda akan segera berakhir. Bahkan di beberapa daerah, jumlah kasus positif justru meningkat. Kondisi ini tentu bukan kabar yang baik bagi setiap orang, khususnya bagi para pelaku usaha.
Virus corona yang menyebar di Indonesia tidak hanya memberikan dampak buruk bagi kesehatan, tapi juga pada para pelaku usaha. Banyak dari mereka yang pendapatannya menurun, dan beberapa bahkan terpaksa menutup usaha yang telah dirintisnya.
-
Kapan virus menjadi pandemi? Contohnya seperti virus Covid-19 beberapa bulan lalu. Virus ini sempat menjadi wabah pandemi yang menyebar ke hampir seluruh dunia.
-
Apa yang menjadi tanda awal mula pandemi Covid-19 di Indonesia? Pada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia melaporkan kasus pertama virus Covid-19, menandai awal dari pandemi yang memengaruhi seluruh masyarakat.
-
Kapan virus corona ditemukan? Virus virus adalah sekelompok virus yang meliputi SARS-CoV (virus korona sindrom pernafasan akut parah), MERS-CoV (sindrom pernapasan Timur Tengah coronavirus) dan SARS-CoV-2, yang menyebabkan Covid-19.
-
Kapan peningkatan kasus Covid-19 terjadi di Jakarta? Adapun kasus positif Covid-19 pada 27 November sampai 3 Desember mengalami kenaikan sebanyak 30 persen dibanding pekan sebelumnya, yaitu pada 20-26 November.
-
Bagaimana Pilkada 2020 diselenggarakan di tengah pandemi? Pemilihan ini dilakukan di tengah situasi pandemi COVID-19, sehingga dilaksanakan dengan berbagai protokol kesehatan untuk meminimalkan risiko penularan.
-
Siapa yang dilibatkan dalam penanganan pandemi Covid-19 dalam disertasi Kombes Pol Dr. Yade Setiawan Ujung? Analisis ini menawarkan wawasan berharga tentang pentingnya kerjasama antar-sektor dan koordinasi yang efektif antara lembaga pemerintah dan non-pemerintah dalam menghadapi krisis kesehatan.
Kerugian yang diakibatkan oleh pandemi ini juga turut dirasakan oleh salah seorang supplier batik bernama Tama (26). Dirinya mengaku bahwa selama pandemi jumlah penjualan batiknya berkurang, bahkan salah satu toko sempat meminta menghentikan suplai darinya.
"Pernah minta dihentikan juga karena ada pandemi. Jadi itu tokonya sementara tutup beberapa bulan," jelasnya, saat ditemui pada Minggu (29/11).
Mulai Usaha karena Dorongan Orang Tua
©2020 Merdeka.com
Tama memulai usaha batiknya pada awal tahun 2019 lalu. Sebelumnya, orang tua Tama sudah mulai usaha batik ini dengan menawarkan ke toko-toko batik. Orang tuanyalah yang membuat Tama terjun ke usaha batik ini.
"Awal 2019, atau akhir 2018. Ya masuk-masukin ke toko itu. Awalnya disuruh orang tua suruh nyoba masukin sendiri ke toko oleh-oleh," kenangnya.
Di usaha ini, dirinya berperan sebagai supplier batik untuk beberapa toko di Yogyakarta. Dia mengambil stok batik dari produsen batik di beberapa tempat, seperti Solo, Klaten, dan Pekalongan. Saat ini sudah ada tiga toko yang menjadi langganan atas jasa Tama ini.
"Ngambil dari banyak tempat, ada yg dari Solo, Klaten, Pekalongan. Ada yang dianter ke rumah, ada yg dikirim. Jadi aku minta dulu sebelum kirim," jelasnya.
Dari usahanya ini, Tama bisa mendapatkan omzet hingga belasan juta dalam waktu sebulan.
"Kalau awal-awal paling masih di bawah 10 juta. Semakin ke depan, Alhamdulillah rata-rata lima belasan," imbuhnya.
Pendapatan Menurun
Selama pandemi, banyak usaha yang harus mengalami kerugian. Tak sedikit juga yang terpaksa menghentikan aktivitas usahanya selama beberapa waktu. Sebagai supplier batik, Tama pun juga ikut merasakan dampak pandemi ini.
Pemuda asal Yogyakarta ini biasa menyuplai batik untuk tiga toko di Yogyakarta. Namun, selama pandemi, salah satu toko terpaksa tutup sehingga membuat pengiriman barang ke toko tersebut ikut terhenti.
Akibat pandemi ini pula, pendapatan yang mengalir juga ikut menurun. Bahkan dirinya mengaku pernah mendapatkan omzet hanya ratusan ribu dalam sebulan.
"Selama pandemi ini pernah sebulan cuma dpt 500 ribu. Malah penjualan terakhir ini cuma dapet 200 ribu. 200 ribu itu ngga sampai 10 buah yang kejual," katanya.
Meskipun saat ini Tama sudah bisa menyetor batik untuk tiga toko seperti sebelumnya, namun pendapatan dari batik ini masih belum optimal.
"Alhamdulillah sekarang udah buka, tapi ya tetep sedikit. Tapi untungnya masih ada yg laku," imbuh Tama.
Mencari Peluang melalui Sosmed
Pendapatan yang menurun ini tentu membuat Tama harus memutar otak untuk membuat omzetnya tetap terjaga. Untuk menjaga pendapatannya, dirinya rajin mengamati tren pakaian yang saat ini sedang digemari.
"Misal aku liat di sosmedlah, yang lagi tren kira-kira apa, kan ada yang biasanya minta model daster gitu, setelan gitu," jelas Tama.
Dirinya juga memanfaatkan aplikasi online shop, bukan untuk memasarkan produknya secara online, tetapi untuk mengamati model apa saja yang sedang ramai dibeli oleh masyarakat.
"Jadi jenis pakaian yang lagi rame apa, misal kayak daster atau setelan, piyama. Liat di online shop, kira-kira yang banyak dibeli yang mana," imbuhnya.
Bergantung pada Penjualan Non Batik
Selain menjual pakaian batik, Tama juga mencoba peruntungannya di usaha non batik, tepatnya celana khusus perempuan. Usahanya ini sebenarnya juga sudah dimulainya sebelum pandemi, di pertengahan tahun 2019.
Tama mencoba usaha ini karena memang pasarnya tersedia dan beberapa toko juga berminat dengan produk yang dia sebut sebagai non batik ini.
©2020 Merdeka.com
Omzet yang didapat dari usaha ini ditaksir sekitar Rp3-4 juta. Meski tidak sebesar omzet yang didapat dari hasil penjualan batik, produk non batik ini justru menjadi penyelamat karena penjualannya yang tetap stabil meskipun dalam masa pandemi.
"Omzetnya sekitar 3-4 jutalah. Tapi celana non batik ini penjualannya stabil pas pandemi, ngga kayak batik. Jadi setiap nyetor ke toko jumlah celana yang disetor stabil terus, kalau batik kan menurun menurun, jadi stoknya masih banyak di toko sama di rumah," jelasnya.
Rintis Usaha Lakban
Selain fokus berbisnis di bidang busana, Tama juga sedang memulai usaha barunya, yaitu menjual lakban. Dia memulai usaha ini juga berawal dari orang tuanya, yang berjualan lakban ini lebih dulu.
"Usaha lakban ini baru. Belum ada sebulan, baru 3 minggu. Jadi yang pertama kan orang tua dulu nawarin ke pabrik-pabrik. Stok di rumah kan juga banyak. Terus aku juga ikut nyoba nawarin," jelas Tama.
©2020 Merdeka.com
Namun, jika orang tuanya menjadikan pabrik sebagai target pasar, Tama justru mengincar usaha-usaha online yang saat ini sedang ramai. Tapi dirinya mengaku jika penjual tanaman adalah peminat yang paling tinggi dari usaha lakbannya.
"Aku liat di sosmed kan banyak yang jualan cupang, tanaman, pada dikirim-kirim. Ya udah coba tawarin, khususnya ke orang jual ikan hias, cupang sama ke toko tanaman. Tapi paling besar peminatnya ya yang jual tanaman," jelas Tama.
Namun karena usaha lakban ini masih baru, omzet yang didapat pun juga masih belum sebanding dengan usahanya yang lain. Tapi dirinya tetap yakin jika usaha ini masih memiliki peluang untuk bisa menjadi lebih besar.
"Omzet dari lakban ini masih belum keliatan, paling cuma untuk jajan sama keperluan lain. Tapi tetep ada peluang buat diseriusin ini bisnisnya. Tapi ya itu, cari-cari pasarnya. Jadi masih ngamatin mana yang kira-kira butuh," pungkasnya.