Sejarah Puasa Ramadhan beserta Dalilnya, Amalan yang Turun secara Bertahap
Meski sebagai umat Islam kita sudah familiar dengan ibadah puasa di bulan Ramadhan ini, masih ada sebagian kaum muslimin yang belum tahu bagaimana sejarah puasa Ramadhan.
Ramadhan dikenal sebagai bulan puasa yang pelaksanaannya telah ditahbiskan oleh Al Quran untuk setiap muslim yang telah mencapai balig dan yang mampu menjalankannya.
Allah berfirman,
-
Di mana sejarah terasi dapat ditelusuri? Sejarah terasi di kawasan Cirebon dapat ditelusuri hingga masa kekuasaan Pangeran Cakrabuana, yang memainkan peran penting dalam perkembangan kawasan tersebut.
-
Apa isi ramalan Jayabaya tentang masa depan Nusantara? Jayabaya meramal Nusantara akan mengalami masa penuh bencana. Gunung-gunung meletus, bumi berguncang, laut dan sungai meluap. Ini akan menjadi masa penuh penderitaan.
-
Di mana warugan lemah tercatat dalam sejarah? Dalam catatan sejarah, naskah itu sudah ada sejak 1846 dan dikenalkan oleh Bupati Bandung, Wiranatakusumah IV kepada Masyarakat Batavia. Namun diduga pembuatannya sebelum runtuhnya Kerajaan Padjajaran, sekitar tahun 1400-an masehi.
-
Bagaimana sejarah Waduk Sempor? Waduk Sempor diresmikan pada 1 Maret 1978 yang ditandai dengan adanya prasasti bertanda tangan Presiden Soeharto. Semula, waduk ini difungsikan sebagai sumber pengairan bagi sejumlah kompleks persawahan di sekitarnya. Namun lambat laun waduk itu menjadi destinasi wisata baru bagi warga sekitar.
-
Bagaimana sejarah Lembah Anai terbentuk? Konon, dulunya air terjun ini menjadi saksi bisu pergerakan rakyat Minang dalam melawan penjajahan. Pada masa kolonial, masyarakat setempat dipaksa untuk menjadi pekerja membangun jalan lintas Sumatera yang menghubungkan antara Kota Padang dan Padang Panjang via Lembah Anai.Masyarakat Minang yang bekerja dalam proyek pembangunan jalan tersebut harus menempuh jarak yang cukup jauh, bahkan bisa berhari-hari dari tempat mereka tinggal menuju lokasi pembangunan jalan.
-
Apa yang ditemukan di situs sejarah di Desa Ngloram? Di tengah situs itu terdapat tumpukan batu yang berundak. Di sana terdapat makam yang tak diketahui pemiliknya. Di bawahnya terdapat tumpukan bata yang membatasi punden dengan bidang kosong. Di sebelah kiri agak ke bawah terdapat gundukan bata yang disebut dengan Punden Ngloram.
“Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain” (QS. Al Baqarah: 185).
Puasa di bulan Ramadhan dilakukan sejak matahari terbit hingga matahari terbenam. Sebelum berpuasa, umat muslim yang mampu menjalankannya dianjurkan untuk bangun lebih awal sebelum salat subuh untuk makan sahur.
Meski sebagai umat Islam kita sudah familiar dengan ibadah puasa di bulan Ramadhan ini, masih ada sebagian kaum muslimin yang belum tahu bagaimana sejarah puasa Ramadhan. Mengetahui sejarah puasa Ramadhan bisa menjadi tambahan ilmu baru terkait Islam, sekaligus mengetahui bagaimana kasih sayang Allah kepada para hamba-Nya.
Artikel kali ini akan mengajak Anda untuk menelusuri bagaimana sejarah puasa Ramadhan hingga membuat amalan ini menjadi ibadah yang wajib dilaksanakan oleh umat Islam di seluruh dunia.
Puasa Asyura
Menahan diri dari makan, minum dan juga syahwat biologis bukanlah perkara yang mudah bagi banyak orang. Oleh karena itu, Allah SWT yang memahami kondisi hamba-Nya baru memerintahkan kewajiban untuk menjalankan puasa Ramadhan di tahun ke dua setelah hijrah ke Madinah.
Perintah untuk wajib berpuasa di bulan Ramadhan juga tidak serta merta turun begitu saja. Sejarah puasa Ramadhan menjelaskan bahwa ada beberapa tahapan yang dilalui oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat di masa itu sebelum puasa Ramadhan menjadi ibadah yang wajib.
Melansir dari muslim.or.id, sejarah puasa Ramadhan dimulai dengan Allah mewajibkan puasa melalui beberapa tahap, dan tahap pertama adalah mewajibkan puasa ‘Asyura. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk berpuasa ‘Asyura (tanggal 10 Muharram).
Diwajibkannya Puasa Ramadhan
Dalam sejarah puasa Ramadhan, amalan ini mulai menjadi wajib secara perlahan ketika iman para sahabat sudah semakin kuat menancap di hati. Pada momen itu, Allah SWT mewajibkan puasa secara bertahap, di mana kaum muslimin boleh memilih antara berpuasa atau membayar fidyah, meskipun lebih dianjurkan untuk melaksanakan puasa.
Oleh karena itu, barangsiapa yang tidak ingin berpuasa dan memilih membayar fidyah, maka tetap dipersilakan, meskipun mereka sebenarnya mereka mampu menjalankan ibadah puasa.
Hal ini juga tertuang dalam hadis dari ‘Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma yang berkata,
“Dulu, orang-orang Quraisy berpuasa di hari ‘Asyura di masa jahiliyyah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga berpuasa di hari tersebut (di masa jahiliyyah). Ketika beliau tiba di Madinah, beliau mengerjakan puasa ‘Asyura dan memerintahkan kepada para sahabat untuk berpuasa.
Ketika puasa Ramadhan diwajibkan, Rasulullah meninggalkan puasa ‘Asyura. Barangsiapa yang ingin berpuasa, maka dia mengerjakannya. Dan barangsiapa yang tidak ingin berpuasa, maka mereka meninggalkannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Allah SWT juga berfirman,
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) untuk membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 184).
Diwajibkan Berpuasa Bagi yang Mampu
Sejarah puasa Ramadhan berlanjut dengan diwajibkannya puasa bagi orang-orang yang mampu. Allah SWT menurunkan ayat berikutnya untuk menghapus ketentuan hukum dari ayat yang disebutkan sebelumnya. Hal ini dijelaskan oleh dua sahabat, yaitu ‘Abdullah bin Umar dan Salamah bin Akwa’,
“Ayat tersebut (surat Al-Baqarah ayat 184) dihapus (hukumnya) oleh ayat berikut ini,
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya, dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Baqarah: 185) (Hadits riwayat Ibnu Umar terdapat dalam shahih Bukhari. Sedangkan hadits riwayat Salamah bin Akwa’ terdapat dalam shahih Bukhari dan Muslim)
Namun, Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma menjelaskan jika kandungan dari surat Al Baqarah ayat 184 tetap berlaku bagi laki-laki dan perempuan dengan kondisi tertentu, misalnya yang sudah tua renta serta orang sakit yang kesembuhannya sudah semakin sulit atau yang penyakitnya semakin memburuk jika harus berpuasa.
Golongan orang yang diperbolehkan untuk tidak berpuasa harus menggantinya dengan membayar fidyah. Dengan begitu, ketentuan dari surat Al Baqarah ayat 184 (tentang pilihan untuk berpuasa atau membayar fidyah) hanya dihapus bagi orang-orang yang mampu menjalankan ibadah puasa.
Atho’ radhiyallahu ‘anhu mendengar Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma membaca surat Al Baqarah ayat 184 kemudian berkata,
”Ayat ini tidak dimansukh (dihapus hukumnya, pent). Ayat ini tetap berlaku bagi laki-laki dan wanita yang sudah tua yang tidak mampu untuk berpuasa. Keduanya wajib memberi makan bagi orang miskin setiap hari yang dia tidak berpuasa”. (HR. Bukhari).