Ahok preteli fasilitas PNS DKI
Ahok tegaskan keputusannya menghapus fasilitas operasional bus jemputan tersebut sudah tepat.
Baru saja Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama melakukan perombakan jajaran 1.041 Pegawai Negeri Sipil (PNS) DKI Jakarta eselon II, III dan IV. Mereka mengisi jabatan kepala dinas hingga lurah, Jumat (8/1) lalu. Belum genap sebulan merombak jajaran PNS DKI, Ahok juga mempreteli fasilitas PNS DKI Jakarta.
Rencananya pada Senin (25/1) nanti, Ahok akan memberhentikan fasilitas PNS DKI Jakarta, yaitu operasional bus jemputan. Peraturan tersebut berdasarkan hasil Rapat Pimpinan Gubernur, Senin (18/1) lalu, dan terdapat di Surat Edaran Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Saeful.
Ahok menjelaskan, bahwa keputusannya menghapus fasilitas operasional bus jemputan tersebut sudah tepat. Sebab, menurut Ahok, banyaknya PNS senior yang menyalahgunakan bus jemputan tersebut.
Ahok juga menjelaskan PNS senior kerap melakukan diskriminasi terhadap para PNS muda. Salah satunya dengan tidak memberikan duduk kepada para PNS muda.
"Sekarang kita tanya sama PNS ya, ini namanya ngelunjak, betul-betul ngelunjak sekarang saya bilang. Kita kasih bus pagi-pagi datang tanya sama PNS muda, bisa naik enggak? Dibully loh, di dalam bus sama yang sudah duduk, merasa kursi punya dia," kata Ahok di Balai Kota, Jakarta Pusat, Jumat (22/1) kemarin.
Ahok melanjutkan, para PNS senior ini membentuk kelompok dan biasanya menempati tempat duduk yang diinginkan. Tindakan ini kerap membuat para PNS muda tidak mendapat tempat duduk.
"Saya kira ada grupnya, ada geng-nya nih. Sudah kayak geng membership, yang PNS muda enggak bisa naik, dibully, karena ini kursi punya si A si B," terang dia.
Diketahui bus Pemprov DKI Jakarta memiliki 10 bus yang menjemput PNS di Balai Kota. Untuk operasional, bus single dan berukuran sedang ini disebar 2 hingga 3 unit di tiap kantor Wali Kota.
Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Heru Budi Hartono pun membeberkan alasan Pemprov DKI menghapus operasional bus jemputan bagi pegawai negeri sipil (PNS) DKI. Alasannya, kata Heru, karena sulitnya mengatur jadwal operasional bus jemputan tersebut. Karena, banyak PNS yang mengeluh tidak mendapatkan akses bus karena berbeda waktu berangkat atau pun pulang.
Ada sebagian karyawan yang protes, (pegawai) yang pulang jam 4 (pukul 16.00) naik bus jemputan sudah antre absen dari jam setengah 4 (pukul 15.30). Alasannya takut ketinggalan bus, sehingga (pegawai yang bekerja) overtime sampai pukul 18.00 protes enggak ada jemputan," kata Heru kepada wartawan, Kamis (21/1) malam.
Ditambahkannya, kesulitan untuk mengakomodasi keluhan para PNS ini berujung pada putusan untuk menghapus operasional bus jemputan tersebut. Rencana tersebut diputuskan pada rapat pimpinan (Rapim) Gubernur pada 18 Januari 2016 lalu.
"Sulit mengatur sana sini protes, jadi (bus jemputan) dihapus saja. Lagipula take home pay karyawan DKI sudah besar. Daripada bolak balik (pegawai) protes terus, ya dihapus (operasional bus jemputan untuk PNS DKI)," jelasnya.
Tak hanya memberhentikan fasilitas operasional bus jemputan PNS DKI Jakarta, Ahok juga pernah membuat aturan untuk PNS yang kedapatan membolos pada libur Natal dan Tahun Baru akan memotong Tunjangan Kinerja Daerah (TKD)-nya.