Cara Djarot rayu investor berlabuh di reklamasi Jakarta
Tapi ternyata, NJOP tersebut jauh berada di bawah asumsi mantan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama. Basuki atau akrab disapa Ahok itu pernah memperkirakan NJOP pulau reklamasi akan mencapai Rp 10-20 juta. Asumsi tersebut melihat dari NJOP kawasan di utara Jakarta.
Pemerintah telah mencabut moratorium terhadap pengerjaan Pulau reklamasi C dan D. Kini Pemprov DKI Jakarta berupaya untuk mengundang investor agar mau menanamkan modal mereka di sana. Semua aturan dikebut, mulai dari Hak Guna Bangunan hingga penetapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
Pemprov DKI Jakarta menetapkan NJOP di Pulau C dan D hanya Rp 3,1 juta. Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat mengaku, angka tersebut ditetapkan karena belum ada bangunan di atas pulau buatan tersebut. Selain itu, ini cara dirinya memastikan pulau tersebut akan mendapatkan investor.
Tapi ternyata, NJOP tersebut jauh berada di bawah asumsi mantan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama. Basuki atau akrab disapa Ahok itu pernah memperkirakan NJOP pulau reklamasi akan mencapai Rp 10-20 juta. Asumsi tersebut melihat dari NJOP kawasan di utara Jakarta.
Walaupun berbeda jauh dengan asumsi Ahok, Djarot tetap kukuh dengan angka Rp 3,1 juta. Langkah tersebut diambil, karena dia khawatir jika masih kosong tapi sudah dikenakan pajak yang tinggi, maka tak ada investor yang tertarik berinvestasi.
"Oleh sebab itu Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) untuk sekarang akan berbeda otomatis ketika itu sudah dimanfaatkan dalam bentuk misalnya rumah cottage, itungannya beda PBB beda kita sesuaikan dengan sebelahnya betapa," jelasnya di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (22/9).
Politisi PDI Perjuangan ini mencontohkan, jika NJOP langsung tinggi ditakutkan investor tidak kuat membayar, karena masih banyak tanggungan dimana investor harus membayar 15 persen kontribusi kepada Pemprov DKI.
"Katakanlah Rp 10 juta berapa dia harus bayar, siapa yg mau beli, belum lagi mereka punya kewajiban macam-macam. Satu tadi kasih lima lahan matang PAD Pemprov, sediakan 20 persen untuk ruang terbuka hijau (RTH), tiga berikan alokasikan 5 persen untuk ruang terbuka biru (RTB). Kemudian 20 persen untuk fasos fasum. Banyak banget, belum lagi kewajiban tambahan 5 persen," tutur Djarot.
-
Siapa yang terlibat dalam mempromosikan Sail Teluk Cenderawasih di Jakarta? Warga suku Papua sedang melakukan aksi menabuh gendang saat mengkampanyekan Sail Teluk Cenderawasih di Kawasan Thamrin, Jakarta, Minggu (8/10/2023).
-
Siapa yang terlibat dalam pembuatan iklan RCTI di sawah? Irfan Wahid atau Ipang Wahid, sutradara berbagai iklan televisi yang juga staf ahli di Kemenko Perekonomian, menyajikan jawaban-jawaban dari pertanyaan masyarakat. Ia merupakan kru dalam pembuatan iklan-iklan tersebut.
-
Siapa yang memulai kampanye di Surabaya? Anies memulai kampanye di Jakarta. Sedangkan, Cak Imin bakal berkampanye di Surabaya.
-
Siapa yang diamanahkan untuk mengawasi produk dan iklan rokok yang beredar? Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan, Badan POM RI diamanahkan untuk mengawasi produk dan iklan rokok yang beredar.
-
Siapa yang menggelar sejumlah promo besar-besaran dalam HUT Jakarta ke-497? Sejumlah promo besar-besaran pun digelar Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.
-
Kapan Mahfud MD melanjutkan kampanye di Semarang? Cawapres Mahfud MD melanjutkan kampanye di Semarang, Jawa Tengah, Selasa 23 Januari 2024.
Reklamasi teluk Jakarta tetap dilanjutkan ©2016 Merdeka.com
Namun, rayuan Djarot tersebut bisa pupus jika DPRD DKI Jakarta tak kunjung menyelesaikan dua raperda tentang reklamasi, Perda Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dan Raperda tentang Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (ZWP3K).
Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Iman Satria mengatakan, upaya Djarot tersebut bisa saja percuma. Sebab sampai saat ini aturan untuk pembangunan di atas pulau reklamasi belum juga selesai dibahas.
"Kalau raperda enggak dibahas sama dewan, bisa no value," katanya kepada merdeka.com.
Mengenai rendahnya NJOP yang ditetapkan, politisi Gerindra ini mengaku, itu hal yang wajar. Karena nantinya, jika dua raperda tersebut selesai baru akan terjadi lonjakan harga.
"IMB nya kan belum ada, kalau udah ada IMB-nya harga pasti melambung lahan. Karena kalau gak ada raperda artinya gak bisa menerbitkan IMB kan gak ada acuan buat fungsi lahan tersebut mau buat apa," jelasnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Badan Pajak dan Retribusi (BPRD) DKI Jakarta Edy Sumantri mengungkapkan, jauhnya selisih NJOP yang ditetapkan lantaran hitungannya masih lahan kosong. Sementara asumsi Rp 10-20 juta per meter persegi yang dilontarkan Ahok, menurut Edy, adalah untuk lahan yang sudah ada bangunannya.
"Ini kan masih hamparan kosong. Setelah nanti dibangun per bidang, itu kan pasti ada harga jualnya," katanya di Balai Kota, Selasa (12/9).
Reklamasi Teluk Jakarta ©2016 merdeka.com/arie basuki
Edy mengatakan, nilai sebesar itu telah dihitung lembaga independen yakni Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP). KJPP menetapkan NJOP sebesar Rp 3,1 juta didasarkan atas harga perolehan, yakni biaya yang dikeluarkan untuk membentuk objek pajak. NJOP masih bisa berubah dengan adanya pembangunan, infrastruktur di pulau hasil reklamasi tersebut.
"Kalau itu (Rp 10-20 juta) kan sudah dimanfaatkan, sudah dibangun, ada rumahnya, orang belinya berapa, itulah yang jadi dasar NJOP baru," tutupnya.
Baca juga:
Djarot kukuh pengembang reklamasi harus kontribusi 15% untuk Pemprov
Denyut kehidupan nelayan Kamal Muara terimpit proyek reklamasi
Akhir moratorium reklamasi di Teluk Jakarta
Percepat pembangunan tanggul raksasa untuk wujudkan mimpi Jokowi
BPN DKI benarkan PT KNI dapat HGB seluas 312 Ha di Pulau D