Jokowi, Obama dan 'ground zero'
Permasalahan toleransi antar umat beragama, bisa dipastikan selalu berujung konflik sosial.
Polemik pembangunan Pusat Kebudayaan Islam (Islamic Center) yang berjarak hanya dua blok dari lokasi peristiwa 9/11 di Lower Manhattan, Kota New York, Amerika Serikat, sudah lama usai. Park51, pusat kebudayaan itu biasa disebut, pun sudah lama dibuka untuk umum.
Sebelum berdiri megah seperti sekarang, pembangunan gedung yang dulu bernama Cordoba House ini banyak ditentang oleh masyarakat AS yang mayoritas Kristen. Bagi penentang, pembangunan gedung tersebut dianggap tidak sensitif terhadap keluarga 3.000 korban akibat serangan yang diduga berasal dari teroris Muslim. Namun, Presiden AS Barack Obama berdiri paling depan menentang argumentasi para pemrotes.
"Umat Muslim memiliki hak yang sama untuk menjalankan agama mereka, sama seperti setiap orang di negara ini. Dan itu termasuk hak untuk membangun tempat ibadah dan pusat komunitas di atas properti privat di Lower Manhattan, sesuai dengan hukum lokal dan aturan yang berlaku," kata Obama September tahun lalu.
Sebagai seorang politikus, Obama sadar pernyataannya itu tidak populer. Bahkan berpotensi menguatkan tudingan selama ini bahwa presiden bernama lengkap Barack Hussein Obama itu adalah seorang Muslim. Namun, Obama tidak peduli, karena dia bertindak sesuai dengan konstitusi negaranya.
Di Indonesia, kondisi sangat jomplang. Sengketa pendirian rumah ibadah minoritas yang tak kunjung selesai, sudah tidak bisa dihitung dengan jari. Pemerintah seolah tak berdaya terhadap kekuatan massa yang menentang. Padahal soal kebebasan beribadah, isi UUD 1945 tidak jauh berbeda dengan konstitusi AS yang dikutip Obama.
Kini di tengah sengketa yang tidak selesai itu, massa intoleran seolah mendapat angin. Di Kelurahan Lenteng Agung, Jakarta Selatan, massa intoleran menolak lurah setempat, Susan Jasmine Zulkifli, karena dia beragama minoritas. Padahal, Lurah Susan adalah PNS hasil lelang jabatan yang dilakukan Gubernur Jokowi, atau dengan kata lain kapasitas dia sebagai lurah sudah diuji.
Melihat demonstrasi terhadap anak buahnya, Jokowi tidak tinggal diam. Dia meminta Lurah Susan tetap bekerja seperti biasa.
Jokowi juga menegaskan tidak pernah menunjuk orang berdasarkan keyakinan. "Selama ini saya menilai orang dari kemampuan orang menyelesaikan masalah, masalah integritas pekerjaan yang saya berikan, mampu enggak menyelesaikan persoalan," tegas Jokowi.
"Jangan sampai urusan agama dibawa-bawa ke sana," tegas Jokowi lagi.
Penolakan pembangunan Islamic Center di New York dengan penolakan Lurah Susan kurang lebih sama dalam konteks intoleransi. Namun, intoleransi yang berkembang tidak boleh dibiarkan bergerak liar tanpa sikap tegas pemimpinnya. Meski belum setegas Obama, dalam hal ini Jokowi sudah melakukannya.
Jika Jokowi bisa menyelesaikannya, bukan tidak mungkin Lenteng Agung bisa menjadi semacam 'ground zero' bagi proyek toleransi yang akan dia lakukan ke depan, apapun jabatannya. Apalagi markas partainya yang katanya nasionalis juga ada di sana.