Panas Revitalisasi Monas
Tiga gubernur DKI Jakarta sebelum Anies Baswedan juga pernah melakukan revitalisasi Monas. Bedanya, ketiganya mengantongi izin dari Komisi Pengarah. Kali ini, prosedur itu terlewati. Hingga proyek ini menuai polemik dan proyek dihentikan sementara.
Melintaslah di kawasan Jalan Medan Merdeka, Jakarta Pusat. Sebuah tugu melambangkan perjuangan dan kerja keras bangsa Indonesia saat melawan kolonial Belanda berdiri kokoh di sana.
Kala itu, Presiden Soekarno menginginkan Indonesia memiliki tugu setara dengan Menara Eiffel di Perancis. Diputuskanlah pembangunan tugu atau monumen Nasional (Monas). Pembangunan Monas dilakukan pada 17 Agustus 1961 silam. Proses pengerjaan cukup panjang. Tugu Monas akhirnya berdiri dengan tinggi mencapai 132 meter. Kawasan itu resmi dibuka untuk masyarakat Indonesia 12 Juli 1975.
-
Kapan revitalisasi Keraton Surakarta dimulai? Proses revitalisasi Keraton Surakarta yang rencananya menggunakan dana hibah dari pemerintah Uni Emirat Arab (UEA) akan dimulai pada September 2023.
-
Mengapa revitalisasi kelistrikan di Istana Kepresidenan Jakarta penting? Presiden mengucapkan terima kasih kepada bapak dan ibu sekalian, Pratikno melanjutkan, upaya revitalisasi ini menjadi hal penting karena menyangkut reputasi Indonesia di mata Internasional. "Ini bukan masalah listrik saja, tapi banyak hal, termasuk reputasi Indonesia di dunia internasional.
-
Kenapa revitalisasi Keraton Surakarta dilakukan? Revitalisasi akan dimulai dari luar terlebih dahulu Proses revitalisasi Keraton Surakarta yang rencananya menggunakan dana hibah dari pemerintah Uni Emirat Arab (UEA) akan dimulai pada September 2023.
-
Kapan Dishub Jakarta akan melakukan buka tutup jalan di sekitar Monas? Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta bakal melakukan rekayasa lalu lintas (lalin) saat penyelenggaraan LPS Monas Half Marathon yang digelar Minggu besok, 30 Juni 2024.
-
Apa saja bagian Keraton Surakarta yang direvitalisasi? Gibran mengatakan bahwa revitalisasi Keraton Surakarta akan dimulai dari bagian luar terlebih dahulu, yaitu kawasan Alun-Alun Utara dan Alun-Alun Selatan. “Termasuk pasar cenderamata yang ada di depan Masjid Agung. Tapi kalau Masjid Agung beda lagi proposalnya,” Ia mengatakan, revitalisasi kemudian dilanjutkan pada bagian dalam seperti ikon keraton yaitu bangunan berbentuk menara empat lantai Sangga Buwana.
-
Mengapa Dishub Jakarta akan melakukan buka tutup jalan di sekitar Monas? Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta bakal melakukan rekayasa lalu lintas (lalin) saat penyelenggaraan LPS Monas Half Marathon yang digelar Minggu besok, 30 Juni 2024.
Seiring dengan perkembangan zaman dan kebutuhan, kawasan sekitar Monas dengan luasan lebih kurang 80 hektare sudah beberapa kali dilakukan penataan. Mengacu data Kementerian PUPR, tiga gubernur DKI Jakarta sebelum Anies Baswedan pernah melakukan revitalisasi atau penataan pada kompleks Monas. Yakni, Gubernur Sutiyoso, Gubernur Fauzi Bowo dan Gubernur Joko Widodo.
"Sejak Pak Sutiyoso, Pak Foke (Fauzi Bowo), Pak Jokowi sudah dilakukan," kata Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono, pada 27 Januari kemarin.
Penelusuran dilakukan, di tahun 2002, Gubernur Sutiyoso menata kawasan Monas dengan memasang pagar mengelilingi area Monas. Dikutip dari Liputan6.com, tujuan pemagaran untuk menghalau pedagang kaki lima dan mengamankan rumput juga taman area Monas agar tak terinjak kaki-kaki pengunjuk rasa yang kerap menjadikannya lokasi demonstrasi.
Ide Bang Yos saat itu tidaklah berjalan mulus. Banyak pertentangan datang. Ribuan orang menolak, berdemo dan menyatakan Monas milik seluruh rakyat Indonesia. Pada akhirnya, pagar dengan tinggi kurang lebih 2 meter itu berdiri.
Soal Monas, Gubernur Fauzi Bowo alias Foke juga memberi perhatiannya. Meski tidak melakukan perubahan mencolok, Foke dibuat kesal dengan sampah di Monas.
Menurutnya, kawasan Monas saat itu sangat tidak tertib. Padahal, Tugu Monas dan area sekitarnya menjadi landmark Jakarta sebagai Ibu Kota Negara. "Saya perhatikan masih banyak sampah yang berserakan di kawasan Monas. Saya minta aparat Pemerintah Kota Jakarta Pusat fokus dan perhatikan masalah ini. Buktikan bahwa Monas adalah kawasan unggulan," kata Foke dikutip dari Beritajakarta.com.
Gubernur Joko Widodo alias Jokowi pun memberi sedikit perubahan atas fungsi Monas. Saat itu, Jokowi ingin Monas kembali menyelenggarakan Pekan Raya Jakarta karena penyelenggaraan yang berjalan saat itu tidak melibatkan industri kecil UMKM.
"Kita ingin ke depan yang kecil-kecil masuk," lanjut Jokowi.
Upaya penataan yang dilakukan ketiga Gubernur tersebut tidak sembarang. Walaupun Monas berada di bawah pengawasan Pemprov DKI Jakarta, khusus aktivitas pembangunan di kawasan Medan Merdeka haruslah mengacu Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 25 Tahun 1995 tentang Penataan Kawasan Medan Merdeka. Termasuk ketika me-revitalisasi kawasan Monas.
Pada Keppres tersebut dikatakan, dalam rangka pembangunan Kawasan Medan Merdeka dibentuk Komisi Pengarah Pembangunan Kawasan Medan Merdeka, yang selanjutnya disebut Komisi Pengarah. Badan Pelaksana Pembangunan Kawasan Medan Merdeka, yang selanjutnya disebut Badan Pelaksana. Adapun Ketua Komisi Pengarah dijabat Menteri Sekretaris Negara.
Tugas dari Komisi Pengarah ini adalah memberikan pendapat dan pengarahan kepada Badan Pelaksana dalam melaksanakan tugasnya, memberikan persetujuan terhadap perencanaan beserta pembiayaan pembangunan Taman Medan Merdeka yang disusun oleh Badan Pelaksana. Serta melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam huruf b.
Menteri Basuki memastikan ketiga gubernur itu mengajukan izin pada Komisi Pengarah untuk menata Monas.
Tahun ini awal 2020, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, juga membuat program yang sama dengan tiga pendahulunya. Yakni, menata kawasan Monas yang dikenal dengan istilah revitalisasi.
Sayangnya, baru setengah proses berjalan, rencana Anies mendapat ganjalan. Sejumlah temuan membuat pengerjaan di sisi selatan Monas dihentikan sementara.
"Sebenarnya kami lebih suka diteruskan. Tetapi setelah rapat koordinasi dengan DPRD, ya sudah ini dihentikan sementara untuk menghormati," kata kata Sekda Saefullah.
Dua hal utama menjadi penyebab. Pertama, proyek dikerjakan tanpa mengantongi izin dari Menteri Sekretaris Negara Pratikno sebagai ketua Komisi Pengarah Pembangunan Kawasan Medan Merdeka.
Menteri Sekretaris Negara, Pratikno, mengaku belum menerima surat izin revitalisasi kawasan Monas. Dia menegaskan, proyek penataan Monas harus dihentikan sebelum ada izin.
"Intinya sampai menunggu izin itu harus dihentikan," kata Pratikno.
Pratikno mengatakan hingga kini tidak ada surat izin revitalisasi dari Pemprov DKI pada Dewan Pengarah.
"Menteri mengirim surat pada Gubernur DKI mengatakan ada prosedur yang belum dilalui. Kemudian ada surat dari Sekda DKI isinya bukan meminta izin tapi penjelasan.
Kedua, pengerjaan proyek membuat hutan sisi selatan Monas tandus karena penebangan seratusan pohon. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau WALHI DKI Jakarta menyatakan dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang ditetapkan bahwa Ruang Terbuka Hijau (RTH) paling sedikit 30 persen dari luas wilayah kota. Sedangkan, Provinsi DKI Jakarta dengan luas wilayah 661,5 kilometer persegi hanya memiliki 9,8% RTH dan masih jauh dari angka 30%.
"Bukannya mengejar pemenuhan RTH, Pemprov malah mengurangi yakni di kawasan Monas dengan proyek revitalisasi kawasan Monas yang berlangsung sejak Januari awal dan sudah menuai banyak protes dari masyarakat Jakarta," kata Pengkampanye Pemulihan Lingkungan Hidup dan HAM WALHI DKI Jakarta, Rehwinda Naibaho.
Kritik berdatangan dan menilai proyek ini melangkahi sejumlah aturan. Pemprov DKI memberikan alasannya. Saefullah menilai ada pemahaman berbeda mengenai surat Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 25 Tahun 1995 tentang Penataan Kawasan Medan Merdeka.
Pasal itu menyebutkan bahwa 'memberikan persetujuan terhadap perencanaan beserta pembiayaan pembangunan Taman Medan Merdeka yang disusun oleh Badan Pelaksana.' Menurut Saefullah, Keppres itu membuat bingung sebab belum ada aturan turunannya.
"Ini harus ada perangkatnya sebetulnya ada breakdown dari Keppres. Ini belum ada sehingga membingungkan semuanya," kata Saefullah di kawasan Monas, Jakarta Pusat, Selasa (28/1).
Dia juga mengklaim revitalisasi kawasan Monas diyakini bisa menambah kapasitas ruang terbuka hijau (RTH) di Monas. Bahkan lebih besar dari yang diatur.
Seperti apa sebenarnya wajah baru Monas yang ditawarkan Pemprov DKI?
Ide merevitalisasi Monas ini lahir atas usulan Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan Provinsi DKI Jakarta pada akhir tahun 2018 saat membahas anggaran bersama DPRD DKI. Nilai proyek itu dimasukkan dalam anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) DKI Jakarta tahun 2019. Besar yang disepakati mencapai Rp140 miliar lebih dengan nama kegiatan Penataan Kawasan Monas.
Bersamaan dengan anggaran ini diusulkan ke DPRD DKI, dilaksanakan pula sayembara untuk menata kawasan Monas pada tahun 2018. Sayembara ini dibuka secara nasional. Adapun pemenangnya adalah seorang arsitek atas nama Deddy Wahjudi.
Kepada merdeka.com, Deddy menceritakan awal mula dia mengikuti sayembara ini sampai konsep yang dipaparkan terpilih sebagai pemenang.
"Sayembara ini tahun 2018 dibuka secara nasional, ada tiga tahap seleksi dokumen, lalu memasukkan dokumen dan presentasi," kata Deddy saat berbincang dengan merdeka.com, beberapa waktu lalu.
Dia melihat kompetisi sayembara menata kawasan Monas ini sangat baik. Apalagi jika melihat kebutuhan dan kondisi lingkungan di sekitar Medan Merdeka.
"Kami mengamati memang taman Medan Merdeka ini kan secara kualitas menurun, terutama di sisi lenggang Jakarta, kemudian area parkir yang cukup padat, kemudian ada juga planning bahwa salah satu pintu keluar untuk MRT tahap dua nanti ada di Monas di mana itu akan menjadi icon stasiun MRT. Maka artinya akan ada perubahan signifikan," jelasnya.
Mengacu pada rencana itulah, Deddy dan tim coba mendesain bagaimana kebutuhan tersebut dapat diimplementasikan dengan baik. Memberi judul karyanya dengan Labuan Nusantara, ada tiga konsep yang dirancang Deddy dalam sayembara menata Monas.
"Ada tiga konsep yang kita usulkan. Kita juga pelajari dulu masterplan sebelumnya. Pertama konsep monumentalitas baru (New Monumentalism) yang tujuannya mendekatkan orang ke Monas. Salah satu implementasinya, sekarang kalau kita lihat akses Monas itu kan ada di Jalan Medan Merdeka dan Monas itu sendiri ada di dalam pagar. Usulan kita agar pagar atau ring luarnya kita perkecil supaya jarak ke Monasnya lebih dekat. Konsep kedua adalah Spirit of Conservation yang maksudnya untuk merespons dua hal yakni fisik dan alamnya. Karena itukan kawasan cagar budaya," katanya.
"Lalu humbleness ke alam. Jadi yang dominan itu adalah alamnya selain Monasnya itu sendiri," sambungnya.
Dalam desain kemarin, lanjut Deddy, digambarkan semua bangunan baru tidak sampai memanfaatkan area hijau Monas. Sesuai konsepnya di atas, sebisa mungkin area hijau Monas memang dipertahankan.
"Jadi dalam desain kita kemarin, kebutuhan dalam kerangka acuan kerja kompetisi itu, bangunan baru atau fungsi baru ditaruh dia atas daerah perkerasan yang sudah ada, semisal tempat parkir kita ganti plaza aspirasi. Jadi bukan daerah hijau, semisal ada fungsi baru lalu babat hutan dan masuk ke sana, bukan seperti itu. Justru kita bangunnya di daerah perkerasan. Jadi tidak ada plaza atau area duduk-duduk di daerah hijau," kata Deddy.
Selain menjaga area hijau, katanya, fungsi baru seperti bangunan yang akan didirikan di Monas pun memiliki ketinggian yang diatur. Tidak boleh lebih dari 1,2-1,5 meter.
"Seperti misalnya sekarang ada tenda pos jaga, kalau memang ada kebutuhan itu, dia akan masuk ke tanah, paling hanya sekitar 1,2-1,5 meter bangunan yang terlihat. Sehingga ketika kita masuk kawasan Medan Merdeka yang dominan adalah pohon-pohon dan Monasnya. Yang lain cenderung flat atau di bawah tanah," jelasnya.
"Termasuk daerah Lenggang Jakarta dan area parkir yang sekarang, nanti dipindah ke sisi timur sebelah Gambir. Itu juga akan masuk ke dalam tanah yang di area perkerasan. Bekas lokasi itu akan dihijaukan," sambungnya.
Dengan tiga konsep itulah, Deddy menegaskan desain yang dipaparkan sama sekali tidak ada upaya menebang pohon.
Singkat cerita, di awal Januari 2019, konsep Deddy dinyatakan sebagai pemenang oleh dewan juri yang diisi orang-orang terbaik di bidangnya. Salah satu alasan konsepnya dimenangkan, karena intervensi perubahan yang ditawarkan terhadap penataan kawasan Monas paling rendah.
"Jadi karena perubahan paling sedikit. Jadi konsep pengembangan yang kita tawarkan berbasis pada konsep di mana masterplan itu dibuat dari awal. Karena itu salah satu yang kami riset kemarin," katanya.
Setelah proses pengumuman pemenang, lanjut Doddy, sampai pada Maret 2019, masih ada pertemuan antara pihaknya, juri juga Pemprov DKI. Saat itu, perbincangan lebih pada mereview sekaligus mendapat masukan dari juri.
"Selama proses berlangsungkan satu arah ya, nah saat review itu ada masukan misalnya usulan bagaimana kalau pintu MRT itu diturunkan ke dekat museum supaya tidak terlalu dekat dengan Istana," katanya.
Sempat tidak ada komunikasi sampai awal tahun 2020, kemudian ramai pemberitaan ratusan pohon di hutan sisi selatan atau di area pengerjaan lebih kurang 3,4 hektare ditebang karena terkena dampak proyek revitalisasi. Bersamaan kabar itu pula, Deddy baru tahu di lokasi juga sudah dilakukan proses pemasangan bedeng.
Memang, kata Deddy, setelah proyek selesai pihaknya tidak lagi melakukan komunikasi dengan Pemprov DKI. Dia juga menyebut tidak ada kesepakatan untuk dilibatkan dalam proyek ini. Bukan cuma di DKI Jakarta, pada proyek pemerintahan pun, kata dia, pemenang pengembangan suatu desain jarang sekali ada yang dilibatkan ketika proyek berjalan.
"Aturan di Indonesia belum menegaskan bahwa ketika sayembara itu dilakukan oleh skema bangunan atau proyek pemerintahan, tidak secara tegaskan dikatakan pemenang akan dilibatkan dalam pengembangan sayembara. Padahalkan kalau pindah tim kan artinya dari nol lagi, dan kadang persepsi dari sayembara mungkin berbeda. Malah bisa juga mengubah total," katanya.
Sehingga ketika pengerjaan di sisi selatan Monas menuai polemik, pihaknya tidak bisa masuk lebih jauh soal kondisi yang ada. Padahal, katanya, saat proyek dimulai bisa saja kondisi di lapangan tidak sesuai. Deddy mengaku sudah melihat langsung kondisi di lapangan.
"Saya melihatnya ada sedikit distorsi tentang pelebaran dimensikah atau bagaimana. Sebetulnya konsep itu bukan semata-mata harus harga mati. Misalnya ada plan, lalu ada pohon, ini seperti apa responsnya? Kalau kami biasanya sebisa mungkin dipertahankan. Kalaupun gak dipertahankan, ada hal krusial ya menjaga kualitas pohon itu dengan memindahkannya. Jadi memang ketika ada desain pengembangan dari suatu konsep yang kita menangkan, idealnya memang kita dilibatkan sehingga kami bisa terlibat putuskan banyak hal. Yang sampai tahap konstruksi terakhir itu kita gak dilibatkan, jadi enggak tahu juga kalau udah mulai di lapangan seperti apa," jelas dia.
Atas kondisi yang ada saat ini, Deddy menilai ada tindakan terburu-buru saat konstruksi dimulai. Akhirnya, memaksakan sesuatu yang belum dipersiapkan secara matang.
"Padahal harus ada kehati-hatian dalam mengimplementasikan lahan yang 3,4 hektare itu. Seharusnya dilakukan pengembangan desain dulu di 80 hektarenya baru pentahapan konstruksi. Itu yang sepertinya terlewat jadi eksekusinya tidak ideal," jelasnya.
Sebagai pemenang sayembara, Deddy mengakui sempat kecewa dengan kejadian ini. Namun demikian, dia optimis revitalisasi tersebut proyek yang baik, hanya saja bisa menjadi masalah jika dikerjakan terburu-buru.
"Kecewa iya, tapi saya optimis. Saya hargai kompetisi ini apalagi setelah selesai sayembara itu Pak Anies bilang enggak mau ada perubahan dari pengembangan yang kita buat. Saat ini saya lebih berpikir konstruktif, saya punya kewajiban moril temanin DKI. Tetapi kalau komitmen mau menerapkan hasil yang ideal, maka tahap yang dilakukan selanjutnya juga tahap-tahapan yang ideal. Apalagi kalau ada skema kita dilibatkan di sana, saya kira kita juga punya keleluasaan beri argumen ideal saat pengambilan keputusan," katanya.
Deddy berharap proyek ini tetap bisa dilanjutkan. Apalagi, Pemprov DKI sudah meminta pihaknya selaku pemenang sayembara untuk ikut memberikan masukan tindakan apa yang harus diambil dengan kondisi yang ada.
"Mudah-mudahan ada solusi untuk menyelesaikan tahap pertama ini dengan baik. Baik dalam hal pengambilan keputusan juga proses izin dari Sekretariat Negara. Yang tidak kalah penting adalah bagaimana mengkomunikasikan, baik antara pemprov dan setneg, pemprov dan publik. Sehingga publik tahu proyek besar ini bagian dari rencana pengembangan 80 hektare (kawasan Monas) itu," tutup Deddy.
Dugaan proyek ini dikerjakan secara tergesa-gesa mungkin saja terjadi. Mengingat proses pengerjaan baru dimulai November 2019, sementara mengacu pada tahun penganggaran, sedianya revitalisasi rampung akhir tahun ini.
Namun jika melihat proses penganggaran yang dilakukan, sepertinya sudah berjalan sesuai tahapannya. Proyek revitalisasi kawasan Monas muncul saat pembahasan penyusunan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) DKI Jakarta tahun 2019 antara Komisi D periode 2014-2019 dan Pemprov DKI Jakarta. Seperti pada umumnya pembahasan anggaran, biasanya dilakukan beberapa bulan jelang tahun berganti.
Bestari Barus sebagai anggota Komisi D saat itu membenarkan komisinya membahas soal pengajuan anggaran untuk penataan atau revitalisasi Monas. Lebih kurang di akhir November 2018.
"Memang benar ada untuk kebutuhan revitalisasi Monas. Tapi saat itu pembahasannya tidak sampai ke-detailnya. Kita tidak digambarkan secara utuh kegiatannya," kata Bestari saat dihubungi merdeka.com, Senin (4/2).
Pembahasan secara detail, katanya, memang tidak selalu dilakukan. Sebab kadang kala terbentur dengan waktu dan banyak anggaran lain yang akan dibahas.
"Jadi dinas terkait paparkan ingin bangun bangunan senilai X Rupiah. Tidak didetailkan misalnya pakai kusennya apa. Namun yang tergambar saat itu, lebih ke perapian-perapian misalnya untuk pagar, penanaman pohon, dan perbaikan jalan-jalannya," katanya.
Sebenarnya, kata Bestari, pemaparan lebih rinci dari proyek akan disampaikan saat rapat kerja. Sayangnya, di tahun 2019 itu, bertepatan dengan tahun politik membuat konsentrasi anggota dewan sebagai pengawas terpecah. Sehingga ketika anggaran telah diketok, proses selanjutnya tidak lagi dipantau secara berkala.
"Akhirnya hari itu disetujuilah anggarannya di angka Rp149 miliar lebih. Tapi memang ini juga kelalaian dari kita, karena itu bertepatan dengan tahun politik, tidak lagi ada pengecekan proyek ini selanjutnya seperti apa karena di dewan juga sibuk persiapan tahun politik sehingga tidak lagi melakukan tugas secara sempurna," kata politikus NasDem ini.
"Padahal biasanya, setelah anggaran diketuk, kira-kira bulan Mei atau Juni itu kita pasti melakukan pengecekan, apakah ada pengerjaan yang tidak sesuai. Kebetulan juga tahun 2019 itukan ada estafet jabatan dan proses penyusunan alat kelengkapan dewan cukup panjang sehingga komisi-komisi belum bekerja optimal jadilah tidak ada pengawasan itu. Kalau tidak mungkin tidak sampai terjadi penebangan seratusan pohon itu," sambungnya.
Namun di luar proses pengawasan itu sendiri, Bestari juga mempertanyakan bagaimana jalannya proses sayembara itu sendiri. Apakah kekeliruan pengerjaan yang terjadi saat ini karena tidak dijelaskan sejak awal apa-apa yang boleh dan tidak pada peserta yang mengikuti sayembara. Mengingat, Monas bagian dari cagar budaya.
"Karena harus dijelaskan dari awal supaya tidak ada aturan di atasnya yang ditabrak," katanya.
Anggaran revitalisasi Monas kembali muncul saat pembahasan anggaran Komisi D periode 2019-2024 dengan Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan Provinsi DKI Jakarta. Anggota Komisi D dari Fraksi PDIP, Yuke Yurike, mengaku jumlah yang diminta sangat besar. Tapi tidak semua setujui mengingat DPRD belum mendapatkan paparan lebih rinci seperti apa revitalisasi yang akan dikerjakan sepanjang tahun ini.
"Dia ajukan lagi di 2020. Tapi mereka juga belum presentasikan, makanya kita bilang sebelum pelaksanaannya tolong paparin konsepnya ke kita. Padahal kan ini hasil sayembara ya, kok mereka belum bisa paparkan ke kita. Cuma slide-nya belum tahu detilnya," kata Yuke yang mengaku lupa berapa besar anggaran yang disetujui.
Setelah anggaran disetujui, Komisi D kaget ada sejumlah hal dari pengerjaan revitalisasi Monas sisi selatan yang menuai kritik. Apalagi, anggaran yang diajukan 2019, tapi pengerjaan molor hingga memasuki bulan kedua 2020.
"Kita agak kaget juga dengan kabar ini, kenapa bisa gak selesai akhir tahun," kritik Yuke.
Komisi D sudah memanggil dinas terkait untuk menjelaskan apa yang terjadi pada proyek tahap awal revitalisasi Monas.
"Kita minta paparin konsep katanya belum ada. Lalu terungkap juga belum ada perizinan. Kita tanya mereka tidak bisa jawab, kita minta untuk cek ke Setneg dan katanya memang belum ada permohonan dan pengajuan. Tapi kok berani main babat? Jadi ini katak enggak terencana sekali," katanya.
Selain masalah izin dan konsep, Yuke juga menyoroti minimnya sosialisasi soal proyek ini. "Mungkin kalau publik diberi penjelasan soal konsep proyek ini mungkin tidak seramai ini," sambungnya.
Dia berharap proyek yang sudah berjalan ini tidak terlalu lama terhenti. Dia meminta dinas terkait segera mengurus perizinan dan apa-apa yang menjadi kekeliruan segera dibenahi agar proyek bisa berjalan kembali.
Dari penelusuran di APBDJakarta.go.id, belum tercantum besaran yang akhirnya disetujui untuk revitalisasi Monas untuk tahun anggaran 2020. Hanya ada nama kegiatan yang tercantum.
merdeka.com coba melakukan konfirmasi kepadaKepala Dinas Cipta Karya Tata Ruang dan Pertanahan (Citata), Heru Herwanto, terkait bagaimana proses sayembara di mulai, hingga desain yang menang sampai di tangan kontraktor. Namun proses yang ditempuh, baik melalui telepon, pesan singkat hingga permohonan izin wawancara langsung tidak direspons. Heru sempat menjawab singkat pada Senin (3/2) kemarin lewat sambungan telepon dan mengatakan sedang bersama Sekda.
Begitu juga saat akan melakukan konfirmasi dengan Dirut PT Bahana Prima Nusantara Muhidin Shaleh sebagai kontraktor pemenang, yang bersangkutan tidak mau memberikan penjelasan dengan alasan dengan sakit dan tidak memiliki wakil untuk menjawab hal-hal yang ingin ditanyakan.
(mdk/lia)