Taufik sindir angka kemiskinan naik karena Ahok dukung si kaya
"Gusur-gusur tuh apa, kan buat orang kaya tuh. Orang miskinnya tambah miskin."
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta M Taufik meminta Pemprov DKI menindaklanjuti survei Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta yang menyatakan jumlah penduduk miskin di Jakarta mengalami kenaikan 0,14 poin.
Taufik mengatakan, survei ini menunjukkan tidak berhasilnya eksekutif melakukan eksekusi anggaran. Alhasil belum mampu menggerakkan perekonomian warga ibukota.
"Padahal ini akibat penyerapan rendah, ekonomi tidak bergerak. sederhana teorinya. Solusinya sebenarnya penyerapan harus tinggi. Karena penyerapan itu yang menggerakkan ekonomi, menggerakkan masyarakat. Kan APBD memang untuk itu," katanya di Gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (19/7).
Menurutnya, upaya Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama untuk membangun ibukota dengan dana pengembang adalah langkah keliru. Sehingga pembangunan yang selama ini dilakukan ditujukan untuk orang kaya bukan si miskin.
"Gusur-gusur tuh apa, kan buat orang kaya tuh. Orang miskinnya tambah miskin. Ketika dia dipindah ke rumah susun, tiga bulan dia gak mampu bayar sewa dia diusir. Gak tau tinggal di mana. Tambah miskin kan," terangnya.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mempertanyakan meningkatnya angka kemiskinan di kawasan yang dipimpinnya. Basuki atau akrab disapa Ahok mengungkapkan, BPS melakukan survei dengan cara mempertanyakan semua orang yang ditemui di Ibukota. Namun mereka tidak pernah mempertanyakan apakah mereka benar warga Jakarta atau tidak.
"Semua orang yang ketemu orang di DKI, di tempat kumuh harus dihitung. Kamu tanya sama BPS benar gak kalimat saya seperti itu. Jadi dia bilang angka kemiskinan naik itu bisa termasuk yang datang terhitung," katanya di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (19/7).
Menurutnya semua orang sangat menyenangi tinggal di Jakarta karena mendapatkan beberapa fasilitas dengan murah. Misalnya seperti transportasi, kesehatan dan pendidikan yang ditanggung oleh Pemprov DKI Jakarta.
"Jadi cara BPS survei itu yang saya katakan, saya tidak setuju konsep survei BPS seperti itu. Saya sempat ngomong gitu lho. Katanya kan jadi memang begitu pak, jadi semua orang yang ketemu di Jakarta itu dinilai," terang mantan Bupati Belitung Timur ini.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta menyatakan jumlah penduduk miskin di Jakarta mengalami kenaikan 0,14 poin.
"Jumlah penduduk miskin pada bulan September 2015 mencapai 368.670 orang atau 3,61 persen dari total jumlah penduduk di DKI Jakarta, maka pada bulan Maret 2016, jumlah penduduk miskin meningkat menjadi384.300 orang atau 3,75 persen. Artinya ada peningkatan sebesar 15.630 orang atau meningkat 0,14 poin," kata Kepala Bidang Statistik Sosial BPS DKI Jakarta Sri Santo Budi Muliatinah dalam siaran pers di Jakarta, Senin (18/7).
Dibandingkan pada Maret 2015 dengan jumlah penduduk miskin sebesar 398.920orang atau sekitar 3,93 persen, maka jumlah penduduk miskin pada Maret 2016 mengalami penurunan sebesar 14.620 orang atau menurun 0,18 poin, katanya.
"Peningkatan jumlah penduduk miskin di Jakarta dikarenakan terjadinya peningkatan angka garis kemiskinan pada bulan Maret 2016," kata Sri.
Awalnya sebesar Rp487.388 per kapita per bulan pada bulan Maret 2015, meningkat menjadi Rp503.038 per kapita per bulan pada bulan September 2015, kemudian Garis Kemiskinan semakin meningkat pada Maret 2016 mencapai Rp 510.359 per kapita per bulan, katanya.
"Jadi, angka garis kemiskinan pada bulan Maret 2016 lebih tinggi dibandingkan angka garis kemiskinan di bulan Maret dan September 2015," kata Sri.
Kondisi ini membuat keadaan kemiskinan sepanjang September 2015-Maret 2016 naik 0,14 poin dan turun 0,18 poin sepanjang Maret 2015-Maret 2016, katanya.
"Penyebab peningkatan angka garis kemiskinan, disebabkan peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan seperti perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan," kata Sri.
Sumbangan garis kemiskinan makanan terhadap garis kemiskinan Maret 2016 mencapai 64,59 persen atau sebesar Rp329.644, sedangkan sumbangan garis kemiskinan non makanan terhadap angka garis kemiskinan sebesar 35,41 persen atau sebesar Rp180.715, katanya.
Rata-rata kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan mengalami peningkatan sebesar 0,183 poin. Yakni pada bulan September 2015 sebesar 0,274 poin menjadi 0,457 pada Maret 2016. Namun berbanding terbalik bila dibandingkan Maret 2015. Yakni mengalami penurunan 0,060 poin, pada Maret 2015 sebesar 0,517 menjadi 0,457 pada Maret 2016, katanya.
"Sedangkan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin meningkat sebesar 0,039 poin. Dari awalnya 0,044 menjadi 0,083 selama kurun September 2015 - Maret 2016 dan turun sebesar 0,021 poin dari 0,104 menjadi 0,083 selama kurun Maret 2015-Maret 2016," kata Sri.