4 Peneliti Riset Produksi Wacana Penghayat Kepercayaan, Ini Temuannya
Empat peneliti melakukan riset terhadap literatur tentang penghayat kepercayaan. Ini temuannya.
Paguyuban penghayat kepercayaan di Indonesia masih sering menjadi korban tindakan diskriminatif. Putusan MK Nomor 97 Tahun 2016 tentang pencantuman kolom kepercayaan tidak serta merta membuat perlakuan sosial dan layanan publik yang mereka terima sontak membaik.
Banyaknya tindakan diskriminatif dan minimnya akses layanan publik menambah kerentanan bagi paguyuban. Mulai dari ancaman kemiskinan, rendahnya pendidikan, dan terbatasnya ruang berjejaring membuat paguyuban penghayat terpinggirkan dari perkembangan masyarakat.
-
Kenapa bantuan pangan diberikan di Jateng? “Bantuan ini sebagai bentuk kepedulian dan perhatian pemerintah kepada masyarakat. Hingga saat ini masih banyak masyarakat yang masih membutuhkan,” kata Nana.
-
Siapa yang menerima bantuan pangan di Jateng? Ada sebanyak 3.583.000 keluarga penerima manfaat di Jawa Tengah yang bakal menerima bantuan tersebut.
-
Apa yang menjadi ancaman utama di 30 kabupaten/kota di Jateng? Memasuki bulan Agustus, potensi kekeringan sudah mulai terlihat pada berbagai tempat. Tak terkecuali di Provinsi Jawa Tengah. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Suharyanto, mengatakan bahwa saat ini ada 30 kabupaten atau kota di Jateng yang telah menetapkan status siaga bencana.
-
Siapa yang mengingatkan masyarakat untuk tetap waspada terhadap bencana kekeringan di Jateng? Namun Pak Suharyanto mengingatkan masyarakat bahwa meski tidak ada dampak El Niño, namun bencana kekeringan di Jawa Tengah masih mungkin terjadi, sehingga tetap perlu waspada.
-
Di mana dampak kemarau sudah mulai terasa di Jateng? Dampak kemarau mulai terasa pada beberapa daerah di Jawa Tengah.
-
Kenapa kekeringan mulai terasa di 9 kabupaten di Jateng? Dampak kekeringan mulai terasa pada 9 kabupaten di Jateng.
Layanan Inklusif dan Penerimaan Sosial
Lihat postingan ini di Instagram
Selain itu, tak jarang paguyuban penghayat kepercayaan juga menerima ancaman dan penolakan di lingkungan. Hal ini menyebabkan kekhawatiran dan ketidaknyamanan dalam menjalankan ibadah dan ritual keyakinannya.
Kemudian, stigma negatif yang diberikan masyarakat juga berdampak pada hilangnya kepercayaan diri, hingga berujung pada tidak berkembangnya proses regenerasi yang menyebabkan keberadaan paguyuban penghayat semakin sedikit jumlahnya. Kondisi ini menunjukkan gambaran kelompok minoritas yang terpinggirkan.
Berangkat dari kondisi tersebut, sejak tahun 2014 hingga sekarang, Yayasan Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKiS) melakukan berbagai upaya penguatan paguyuban penghayat kepercayaan. Di antaranya dengan melakukan pemberdayaan, melakukan sinergitas, mendorong upaya perbaikan layanan dan kebijakan, serta penerimaan sosial.
Jadi Objek Penelitian
Lihat postingan ini di Instagram
Paguyuban penghayat kepercayaan disebut sering menjadi objek penelitian dari berbagai perguruan tinggi. Namun, hasil penelitian itu sering kali tidak disampaikan kepada penghayat. Maka, tidak diketahui apakah hasil penelitian mengenai peguyuban penghayat itu membantu mengupayakan perbaikan situasi atau justru memperkeruh keadaan. Misalnya hanya sesuai kepentingan penelitinya.
Untuk itu, Yayasan LKiS melakukan riset dan studi kajian literatur guna melacak jejak-jejak tulisan yang menceritakan paguyuban penghayat. Berdasarkan keterangan tertulis yang diterima Merdeka, riset literatur ini dilakukan oleh empat orang, yakni Dr. Amanah Nurish (Dosen UI Jakarta/Akademisi), Hairus Salim (Direktur Yayasan LKIS dan Antropolog), Dwitasari Teteki Bernadeta/Ayik (Aktivis) dan Titi (Peneliti Penghayat).
Temuan Riset
Lihat postingan ini di Instagram
Dari riset yang dilakukan sejak 10 Oktober 2020 hingga 3 Desember 2020 diketahui bahwa selain menunjukkan persoalan-persoalan yang dihadapi paguyuban penghayat kepercayaan seperti diskriminasi dan stigma, ada pula literatur yang menunjukkan dorongan publik yang menggerakkan pemerintah untuk berupaya memenuhi hak-hak para penghayat.
Keempat peneliti menemukan 25 tulisan ilmiah, 9 buku, dan dokumen lain yang menceritakan tentang penghayat kepercayaan. Literatur-literatur yang ditulis oleh orang dari beragam latar belakang itu mengangkat bermacam-macam perspektif dan persoalan penghayat kepercayaan. Dalam hal ini, latar belakang dan kepentingan penulis tentu mempengaruhi produksi tulisan.
“Beragamnya narasi yang beredar di masyarakat baik yang ditulis dalam suatu karya ilmiah maupun artikel dalam buku tentunya membuat suara penghayat kepercayaan semakin mendapat perhatian,” bunyi keterangan tertulis dari LKiS.
Literatur-literatur yang menjadi objek riset antara lain mengangkat persoalan mengenai administrasi kependudukan, akses pendidikan, layanan pengesahan perkawinan, penerimaan masyarakat, peran perempuan penghayat kepercayaan. Kemudian, pandangan agama lain terhadap agama leluhur dan penghayat kepercayaan, keterkaitan dan keterlibatan politik penghayat kepercayaan, peran lembaga/komunitas bagi pengakuan agama leluhur dan penghayat kepercayaan, dan respons penghayat kepercayaan terhadap praktik baik pemerintah.
Hasil riset literatur mengenai penghayat kepercayaan itu kemudian dituangkan dalam buku berjudul Produksi Wacana Penghayat Kepercayaan. Bedah substansi buku tersebut diselenggarakan pada Rabu (30/6/2021) melalui aplikasi Zoom Meeting.