Banyak Perkawinan Anak Selama Pandemi COVID-19, Ini Kata Istri Gubernur Jateng
Selama pandemi COVID-19, perkawinan usia anak di Jateng makin sering terjadi. Fakta ini menyita perhatian dari Siti Atikoh, istri dari Gubernur Jateng Ganjar Pranowo. Menurutnya, perlu pendampingan pada anak remaja agar mereka terhindar dari perkawinan di bawah umur itu.
Selama pandemi COVID-19, perkawinan usia anak makin sering terjadi. Tren-nya menunjukkan peningkatan. Berdasarkan data dari Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jateng, pada tahun 2019 perkawinan anak perempuan di bawah usia 19 tahun sebanyak 3.726 anak.
Pada tahun 2020 jumlahnya meningkat drastis menjadi 11.301 anak. Pada tahun 2021 jumlahnya kembali meningkat menjadi 11.686 anak.
-
Kenapa Jaka merantau? Dengan penuh tekad, Jaka pun memutuskan untuk merantau ke negeri orang untuk mencari nafkah dan mewujudkan semua impian mereka berdua.
-
Kapan Beji Sirah Keteng dibangun? Mengutip Instagram @purbosasongko_dalang, Situs Beji Sirah Keteng dibangun pada masa pemerintahan Raja Sri Jayawarsa.
-
Apa yang diterima Pemprov Jateng dari Balai Bahasa? Pada Kamis (10/8), Pemprov Jateng menerima hibah dari Balai Bahasa berupa bangunan gedung permanen dan perangkatnya.
-
Bagaimana cara membuat Jenang Saren? Mengutip Kemdikbud.go.id, bahan utama yang digunakan untuk membuat jenang saren adalah tepung ketan dan gula jawa.
-
Kenapa Candi Jago dibangun? Sejarah Candi Jago dibangun atas inisiasi Raja Kertanegara untuk menghormati mendiang sang ayah, Raja Sri Jaya Wisnuaedhana (1248-1268).
-
Bagaimana cara membuat kue jipang? Berasnya dimasukkan ke situ,” ungkap pemilik kanal YouTube Brent Sastro sembari menunjuk sebuah alat pemanas yang dihubungkan ke gas elpiji. Di sebelahnya, tampak sebuah wajan berisi air gula yang dicampur minyak sedang dipanaskan.
Sementara itu untuk perkawinan anak laki-laki di bawah usia 19 tahun tidak mengalami peningkatan di mana selama tiga tahun itu jumlahnya bertahan di bawah angka 2.000. Padahal Undang-undang Nomor 16 tahun 2019 telah mengatur batas minimal umur perkawinan yaitu 19 tahun, baik laki-laki maupun perempuan.
Fakta ini menyita perhatian dari Siti Atikoh, istri dari Gubernur Jateng Ganjar Pranowo yang juga menjabat sebagai Ketua Tim Penggerak PKK Jateng. Berikut selengkapnya:
Faktor Tingginya Perkawinan Anak
©jatengprov.go.id
Menurut Atikoh, tingginya angka perkawinan anak di Jateng disebabkan oleh beberapa faktor seperti faktor ekonomi di mana anak dinikahkan untuk meningkatkan perekonomian keluarga. Ada pula faktor sosial budaya masyarakat, pendidikan, dan kasus hamil di luar nikah.
“Untuk itu, sosialisasi terhadap Undang-undang Perkawinan harus terus dilakukan sehingga masyarakat tidak mengabaikan aturan itu,” ujar Atikoh dikutip dari Jatengprov.go.id pada Selasa (19/4).
Bukan Hal Sepele
©jatengprov.go.id
Terkait perkawinan anak itu, Atikoh mengatakan pembekalan pranikah yang dilakukan pihak Kantor Urusan Agama (KUA) menjadi penting dan jangan dijadikan hanya sebagai formalitas.
Menurutnya, pembekalan itu harus dimanfaatkan benar-benar untuk menyiapkan mental calon pengantin agar bisa menjalani kehidupan berkeluarga dengan bahagia.
Atikoh menambahkan, berumah tangga bukanlah hal sepele. Dibutuhkan mental yang kuat dalam menjalaninya.
Ia mengatakan, pembekalan pranikah dapat mengetahui apakah masing-masing calon pengantin sudah memahami psikologis masing-masing, sehingga lebih siap dalam menciptakan ketahanan keluarga yang kuat.
Pendekatan pada Remaja
©jatengprov.go.id
Atikoh mengatakan, agar perkawinan anak tidak terjadi, perlu pendekatan kepada kalangan remaja. Pendekatan itu di antaranya memberi pemahaman tentang pentingnya memiliki cita-cita yang tinggi dan terus berupaya menggapainya. Dengan begitu, mereka akan fokus menjalani pendidikan demi masa depan ketimbang memikirkan menikah di usia muda.
“Remaja yang tidak punya cita-cita tinggi biasanya akan tidak percaya diri kalau dibilang jomblo. Tapi kalau cita-citanya tinggi, mereka tidak peduli dibilang jomblo. Makanya kami Tim Penggerak PKK bekerja sama dengan kelompok remaja terus berupaya memberikan edukasi. Karena kalau penyampai informasinya teman sebaya akan lebih mengena,” kata Atikoh.
(mdk/shr)