Disebut Hanya Mitos Ciptaan Belanda, Ini Fakta di Balik Perang Bubat yang Memisahkan Jawa dengan Sunda
Perang Bubat disebut menyebabkan perpecahan antara Jawa dan Sunda. Tapi apakah benar peristiwa itu pernah terjadi? Atau hanya fiktif belaka?
Perang Bubat disebut merupakan sebuah perang besar yang menyebabkan pecahnya Sunda dan Jawa. Perang ini diperkirakan terjadi pada masa Kerajaan Majapahit. Hingga kini, sebagain masyarakat masih percaya bahwa orang Jawa dan Sunda dilarang menikah karena pamali yang disebabkan Perang Bubat ini.
Ulasan mengenai Perang Bubat ini dibahas dalam kanal YouTube Asisi Channel. Dalam pembahasan itu disebutkan bahwa sumber sejarah mengenai peristiwa itu sebenarnya tidak banyak. Bahkan menurut Arkeolog Hasan Jafar, dari 30 prasasti di Sunda dan 20 prasasti di Majapahit, tidak ada satupun yang menjelaskan tentang Perang Bubat.
-
Bagaimana jalannya Perang Cumbok? Konflik kedua belah pihak pun pecah di wilayah Pidie sejak awal bulan Desember 1945. Konflik yang berlangsung sampai pertengahan Januari 1946 ini dimenangkan oleh kelompok PUSA yang didukung langsung oleh milisi rakyat dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR).
-
Kapan Tangkuban Perahu buka? TWA Gunung Tangkuban Parahu, dibuka setiap hari. TWA Gunung Tangkuban Perahu buka mulai pukul 07.00 pagi hingga 17.00 sore, dengan jam terakhir masuk pukul 16.00.
-
Kapan Buah Lahung berbuah? Faktanya, pohon buah Lahung hanya akan berbuah ketika musim panas datang, maka dari itu buah ini sangat langka dan jarang dijumpai di pasaran.
-
Apa itu Patung Perawan Sunti? Mengutip laman disbudpar.cirebonkota.go.id, Senin (4/12), patung itu diketahui bernama Perawan Sunti. Dahulu keberadaannya terletak di depan salah satu pintu gua, dan kini dipindahkan agar lebih aman.Patung Perawan Sunti menyerupai sosok perempuan yang tengah duduk setengah bersila, dengan warna abu-abu bercampur putih.
-
Kapan Perang Cumbok berakhir? Konflik yang berlangsung sampai pertengahan Januari 1946 ini dimenangkan oleh kelompok PUSA yang didukung langsung oleh milisi rakyat dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR).
-
Bagaimana Burung Paruh Kodok berburu mangsanya? Meski tak jago terbang, paruh yang lebar memudahkan mereka untuk menangkap serangga sebagai mangsa utamanya.
Lalu pertanyaannya? Apakah perang ini memang benar-benar terjadi di masa lalu? Berikut selengkapnya:
Sumber Literasi Soal Perang Bubat
Menurut kanal YouTube Asisi Channel, sumber terkait Perang Bubat kebanyakan diperoleh dari sastra. Kisah sastra itu terdapat dalam Carita Parahyangan di Abad ke-16, salinan tertua Pararaton pada abad ke-17, dugaan penulisan kidung Sunda, dan dugaan penulisan kidung Sundayana. Kitab Pararaton diperkirakan ditulis pada akhir abad ke-15.
Menurut Asisi, Kitab Pararaton merupakan sumber yang kredibel. Beberapa peristiwa pada masa itu yang disebutkan dalam kitab Pararaton ternyata juga disebutkan di kitab-kitab lain dari budaya yang berbeda.
Perang Bubat Versi Pararaton
Di Kitab Pararaton, peristiwa Perang Bubat diceritakan secara singkat. Di sana disebutkan kalau para utusan Sunda mengirim putrinya untuk dipinang oleh Raja Hayam Wuruk. Sebelum bertemu Hayam Wuruk, utusan itu bertemu dengan Gajah Mada. Di sini Gajah Mada hanya menerima sang putri dan para pengawal itu dipersilakan pulang.
Namun setelah pertemuan dengan Gajah Mada, rombongan itu terpecah menjadi dua bagian, satu kelompok menginginkan pesta penyambutan di kerajaan, dan kelompok lain ingin segera pulang. Kelompok yang menginginkan pesta terdiri dari para bangsawan yang pengaruhnya sangat kuat. Mereka mengaku bersedia mati agar keinginannya dapat terpenuhi.
Pasukan Majapahit yang datang ke Bubat segera melarang perpecahan itu. Karena perpecahan tak mampu dihindarkan, maka terjadilah perang. Pasukan Sunda kemudian melarikan diri ke arah rumah Patih Gajah Mada. Saat menuju ke rumah Gajah Mada itulah terjadi penumpasan besar-besaran yang membuat para pengawal dari Sunda ini banyak yang tewas hingga tak ada yang tersisa. Beberapa pakar mengatakan bahwa Gajah Mada terlibat dalam penumpasan besar-besaran ini.
Perang Bubat Menurut Cerita Parahyangan
Sementara dalam Carita Parahyangan, disebutkan bahwa ada raja Sunda yang memiliki seorang putri bernama Pohan. Pohan punya ego yang tinggi di mana ia tidak ingin menikah dengan laki-laki sesama Sunda dan ingin menikah dengan orang Jawa. Karena itulah ia kemudian diantar oleh para pengawal kerajaan Sunda ke Majapahit.
“Cerita tersebut selesai di mana mereka kemudian mendengar bahwa putri raja dan para pengawal Sunda itu menghadapi perang dengan Majapahit. Beritanya selesai sampai di situ. Sangat singkat sekali,” ungkap Asisi dikutip dair kanal YouTube.
Menurut Asisi, narasi ini justru menjadi masuk akal karena di kitab Pararaton para pengawal Sunda ini tewas dibunuh. Karena inilah mereka tak bisa menulis dalam Carita Parahyangan sebenarnya seperti apa nasib para prajurit Sunda itu.
Perang Bubat dalam Kidung Sunda
Penggambaran Perang Bubat justru ditulis secara detail dalam Kidung Sunda. Dalam cerita itu, justru Gajah Mada yang disalahkan, karena sang putri akan dijadikan persembahan di Majapahit. Karena itulah terjadi peperangan di Bubat yang menyebabkan pada akhirnya sang putri memilih bunuh diri.
Tapi dalam cerita itu disebutkan pula bahwa peristiwa tersebut justru membuat Raja Hayam Wuruk sakit dan akhirnya meninggal dunia. Sementara Gajah Mada disalahkan oleh warga sehingga ia melarikan diri dari kerajaan lalu moksa.
“Tapi cerita ini aneh, karena Hayam Wuruk masih hidup lama setelah peristiwa itu. Ini tidak sesuai dengan sumber primer manapun. Jadi kemungkinan Kidung Sunda itu dibuat untuk pengembangan di belakang. Jadi ada yang menduga sumber ini lebih muda lagi,” kata Asisi dalam kanal YouTube miliknya.
Semuanya Sumber Sekunder
Terkait sumber-sumber yang menceritakan peristiwa Perang Bubat, Asisi mengatakan bahwa semua sumber itu bukanlah sumber primer melainkan sekunder. Karena peristiwa itu terjadi pada abad ke-13, sementara Kitab Pararaton diperkirakan ditulis pada abad ke-15, sedangkan Carita Parahyangan pada abad ke-16.
“Tapi sumber yang paling kuat adalah Pararaton, lalu Carita Parahyangan. Lainnya itu sudah sangat sekunder dan sangat pengembangan sekali,” kata Asisi dikutip dari kanal YouTube Asisi Channel.
Selain itu, sumber Pararaton dinilai paling kuat karena, dalam cerita-cerita lain yang dibahas dalam kitab itu, sudah banyak peristiwa yang terkonfirmasi kebenarannya melalui berbagai sumber primer yaitu: prasasti sezaman, tinggalan arkeologis sezaman, karya sastra sezaman, dan berita asing sezaman.