Hampir Berusia 1,5 Abad, Ini Kisah Stasiun Kecil di Klaten yang Dibuka saat Pandemi
Sebagai salah satu stasiun kecil di DAOP 6 Yogyakarta, Stasiun Ceper memiliki sejarah yang panjang. Sejak pengoperasian KRL Commuter Line, Stasiun Ceper kembali dibuka untuk melayani penumpang. Di usianya yang hampir menginjak 1,5 abad, banyak peristiwa sejarah yang telah terekam di stasiun tersebut.
Sore itu (22/8) suasana cukup sepi di Stasiun Ceper. Hanya ada tiga orang yang tampak sedang menunggu kedatangan Kereta Rel Listrik (KRL) Commuter Line. Seperti pada stasiun-stasiun lain, sejak diberlakukannya PPKM Darurat hingga PPKM Level 1-4, suasana Stasiun Ceper bertambah sepi. Apalagi untuk bisa naik KRL, penumpang diwajibkan membawa Surat Tanda Registrasi Pekerja (STRP).
Namun sesungguhnya suasana Stasiun Ceper jauh lebih sepi waktu sebelum pandemi. Sebelum dibuka untuk naik turun penumpang pada Maret 2021, Stasiun Ceper hanyalah stasiun kecil yang cuma berfungsi sebagai pengatur perjalanan kereta api. Tak ada seorang pun yang boleh masuk ke dalam selain petugas stasiun.
-
Kenapa Jaka merantau? Dengan penuh tekad, Jaka pun memutuskan untuk merantau ke negeri orang untuk mencari nafkah dan mewujudkan semua impian mereka berdua.
-
Kapan Beji Sirah Keteng dibangun? Mengutip Instagram @purbosasongko_dalang, Situs Beji Sirah Keteng dibangun pada masa pemerintahan Raja Sri Jayawarsa.
-
Apa yang diterima Pemprov Jateng dari Balai Bahasa? Pada Kamis (10/8), Pemprov Jateng menerima hibah dari Balai Bahasa berupa bangunan gedung permanen dan perangkatnya.
-
Bagaimana cara membuat Jenang Saren? Mengutip Kemdikbud.go.id, bahan utama yang digunakan untuk membuat jenang saren adalah tepung ketan dan gula jawa.
-
Kenapa Candi Jago dibangun? Sejarah Candi Jago dibangun atas inisiasi Raja Kertanegara untuk menghormati mendiang sang ayah, Raja Sri Jaya Wisnuaedhana (1248-1268).
-
Bagaimana cara membuat kue jipang? Berasnya dimasukkan ke situ,” ungkap pemilik kanal YouTube Brent Sastro sembari menunjuk sebuah alat pemanas yang dihubungkan ke gas elpiji. Di sebelahnya, tampak sebuah wajan berisi air gula yang dicampur minyak sedang dipanaskan.
Padahal Stasiun Ceper punya cerita sejarah yang panjang sebagai stasiun tempat naik turun penumpang. Dibangun oleh Perusahaan Belanda Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) pada 10 Juni 1872, stasiun itu kini hampir berusia 1,5 abad.
Beberapa bagian bangunannya masih asli sejak stasiun itu pertama kali berdiri. Lalu bagaimana perkembangan stasiun itu dari masa ke masa hingga dibuka kembali untuk naik turun penumpang pada masa pandemi ini?
Sejarah Stasiun Ceper
Foto Stasiun Ceper waktu zaman Belanda
©2021 Merdeka.com/Shani Rasyid
Secara administratif, Stasiun Ceper berlokasi di Desa Klepu, Kecamatan Ceper, Klaten, Jawa Tengah. Pakar Sejarah Perkeretaapian Indonesia, Yoga Cokro Prawiro, mengatakan bahwa Stasiun Ceper dulunya dibangun NIS untuk mengakomodir angkutan barang dari komoditas yang dihasilkan pabrik-pabrik yang berdiri tak jauh dari lokasi stasiun. Dahulu di dekat
Stasiun Ceper ada dua pabrik gula serta kawasan industri pengecoran logam. Namun karena desakan Pemerintah Kolonial Belanda saat itu, perusahaan NIS juga membuka layanan naik turun penumpang. Aktivitas naik turun penumpang di Stasiun Ceper sudah ramai pada masa itu.
“Dari dulu stasiun ini memang sudah didesain untuk naik turun penumpang dengan kapasitas yang banyak. Jadi sekarang tinggal memanfaatkan fasilitas yang sudah ada,” kata Yoga saat ditemui Merdeka.com pada Minggu (1/8).
Yoga mengatakan, sejak pertama kali dibangun stasiun itu sudah mengalami renovasi sebanyak 3 kali. Renovasi dilakukan sebanyak dua kali saat stasiun itu masih dikelola NIS. Renovasi kembali dilakukan setelah Agresi Militer I dan II di mana bangunan Stasiun Ceper mengalami kerusakan yang cukup parah akibat peristiwa itu. Setelah Belanda angkat kaki dari Indonesia, pengelolaan Stasiun Ceper otomatis beralih dari NIS ke Djawatan Kereta Api (DKA) yang berada di bawah pemerintahan Republik Indonesia.
Suasana ruang tunggu Stasiun Ceper
©2021 Merdeka.com/Shani Rasyid
Setelah diambil alih oleh Pemerintah RI, Stasiun Ceper tetap digunakan untuk aktivitas naik turun penumpang. Waktu itu ada KRD Kuda Putih yang setiap harinya berhenti 4-6 kali di Stasiun Ceper. Namun sejak tahun 1970-an, angkutan bus makin ramai sehingga stasiun itu makin sepi penumpang.
“Stasiun Ceper sebenarnya berada di lokasi yang strategis. Letaknya tak jauh dari pasar dan perkembangan angkutan penumpangnya bagus. Namun pada tahun 1960-1970 masyarakat lebih memilih angkutan bus karena jam-jam perjalanannya lebih fleksibel dibanding kereta api,” terang Yoga.
Sempat melayani naik turun penumpang hingga awal tahun 2000-an, seiring waktu tidak ada lagi kereta api penumpang yang berhenti secara reguler di Stasiun Ceper. Suasana stasiun itu pun menjadi sepi.
Dibuka saat Pandemi
Loket Stasiun
©2021 Merdeka.com/Shani Rasyid
Bersamaan dengan diresmikannya KRL Commuter Line rute Jogja-Solo, pada 1 Maret 2021 Stasiun Ceper secara reguler kembali dibuka untuk melayani penumpang. Aldi Hakim, Manager Hubungan Eksternal KAI Commuter mengatakan, untuk mendukung pelayanan terhadap penumpang, pihaknya menyiapkan fasilitas penunjang di stasiun itu seperti deretan kursi, electronic gate, toilet, serta vending machine untuk pembayaran e-money.
“Selain itu kami juga menambah petugas stasiun seperti petugas keamanan total jadi 8 orang, passenger service 3 orang, petugas loket 3 orang, petugas kebersihan 3 orang, dan announcer 3 orang,” tambah Aldi saat dihubungi Merdeka.com pada Sabtu (14/8).
Fasilitas terkait protokol kesehatan juga disiapkan demi mencegah penularan virus COVID-19 di antaranya: tempat cuci tangan berjumlah satu unit, kursi yang dilengkapi tanda jaga jarak, serta alat pengecekan suhu tubuh.
Vending Machine untuk pembayaran E-money
©2021 Merdeka.com/Shani Rasyid
Aldi mengatakan, pada awal-awal masa pembukaan Stasiun Ceper, minat masyarakat Ceper dan sekitarnya untuk naik KRL Commuter Line cukup bagus. Pada periode Maret-Juni 2021, tercatat volume pengguna KRL di stasiun itu mencapai 150 orang per hari. Namun jumlah tersebut berkurang drastis memasuki Bulan Juli 2021 saat penerapan PPKM Darurat. Volume pengguna KRL hanya berkisar di angka 26 orang per hari.
Bangunan Heritage
Overkapping Stasiun Ceper, asli peninggalan zaman Belanda
©2021 Merdeka.com/Shani Rasyid
Selain sebagai tempat pemberhentian KRL Commuter Line, Stasiun Ceper juga termasuk bagian dari bangunan heritage milik PT Kereta Api Indonesia (KAI). Nuansa modern dari fasilitas penunjang yang disediakan KAI Commuter berpadu dengan nuansa klasik bangunan warisan Hindia Belanda itu.
Walaupun sudah mengalami renovasi tiga kali, Yoga mengatakan ada beberapa bagian stasiun yang masih asli peninggalan Belanda. Beberapa bagian itu adalah overkapping, peron bagian dalam, serta ruang Pengatur Perjalanan Kereta Api (PPKA).
“Sementara itu yang bagian fasad depan seperti ruang kepala stasiun, loket, dan pintu masuk itu hasil renovasi di zaman DKA di tahun 1950. Perbaikan di zaman DKA tidak terlepas dari kerusakaan akibat perang kemerdekaan,” ungkapnya.
Walaupun kini telah kembali dimanfaatkan untuk stasiun Commuter Line, Yoga berharap fungsi Stasiun Ceper sebagai bangunan heritage tetap terus dirawat oleh KAI.
Ruang PPKA Stasiun Ceper
©2021 Merdeka.com/Shani Rasyid
“Sebuah pencapaian luar biasa apabila stasiun-stasiun seperti Ceper tetap bertahan tanpa merubah fasad dan bentuknya. Apalagi, Daerah Operasional (DAOP) 6 Yogyakarta ini punya potensi wisata sejarah di setiap stasiunnya. Sebuah angkutan penumpang modern sejenis KRL namun masih memiliki gaya stasiun kolonial merupakan keunikan tersendiri,” terangnya.
Harapan Penumpang
©2021 Merdeka.com/Shani Rasyid
Stasiun Ceper jadi lebih ramai sejak dibuka kembali untuk melayani penumpang. Masyarakat yang tinggal di sekitar stasiun tak harus jauh-jauh pergi ke stasiun besar seperti Stasiun Solobalapan maupun Stasiun Klaten untuk bisa naik kereta api. Kemudahan itu pula yang dirasakan Luth (28), warga Desa Kupang, Kecamatan Karangdowo, Klaten yang bekerja sebagai PNS di Kebumen.
Luth rutin pulang ke rumahnya di Karangdowo setiap akhir pekan. Sebelum Stasiun Ceper dibuka untuk melayani penumpang, dia turun di Stasiun Solobalapan baru kemudian melanjutkan perjalanan dengan kendaraan pribadi selama 1 jam ke rumahnya. Dengan dibukanya Stasiun Ceper, waktu perjalanan jadi lebih singkat. Jarak rumahnya dengan Stasiun Ceper dapat ditempuh selama 20-30 menit perjalanan.
Sama halnya dengan Revina (30). Perempuan yang tinggal tak jauh dari Stasiun Ceper itu biasanya harus naik ojek online terlebih dahulu menuju Stasiun Klaten untuk kemudian melanjutkan perjalanan dengan kereta api jarak jauh menuju tempat kerjanya di Ngawi, Jawa Timur. Kini dengan dibukanya Stasiun Ceper, dia bisa langsung naik KRL Commuter Line menuju Stasiun Klaten.
“Waktu sebelum ada KRL ini kalau mau naik kereta dari Klaten harus naik ojek online dulu. Sejak ada KRL jadi sekarang lebih memilih KRL karena waktu tempuhnya hanya 5 menit dan harganya lebih murah,” kata Revina.
Revina mengatakan bahwa sejak kembali dibuka untuk naik turun penumpang, suasana Stasiun Ceper jadi lebih hidup. Apalagi sebelum diterapkannya PPKM, suasana Stasiun Ceper selalu ramai penumpang khususnya waktu akhir pekan.
“Sempat kemarin waktu main ke Jogja antusias warga sini naik kereta cukup banyak terutama anak-anak kecil. Ya namanya juga anak-anak kan nggak sekolah, ngapain juga di rumah terus. Ya kan?” ujar Revina yang saat ditemui Merdeka.com di Stasiun Ceper pada Minggu (22/8) sedang menunggu KRL Commuter Line menuju Klaten.
Revina berharap Stasiun Ceper harus tetap terus dibuka agar para pekerja seperti dia yang sering bepergian lebih mudah dalam menggunakan jasa transportasi umum.
“Jadi kalau kereta api berhenti di stasiun-stasiun kecil di kecamatan, warga mau bepergian, mau ke Jogja, Solo, Klaten jadi lebih mudah, lebih enak, dan lebih nyaman juga. Apalagi harganya kan murah cuma Rp8.000,” pungkasnya.