Si Manis yang Naik Kelas dari Bantul, Hasil Berdaya Perempuan Sanden
Lewat inovasi, mereka punya mimpi untuk mengangkat Adrem lebih tinggi.
Lewat inovasi, mereka punya mimpi untuk mengangkat adrem lebih tinggi.
Si Manis yang Naik Kelas dari Bantul, Hasil Berdaya Perempuan Sanden
Yogyakarta terkenal dengan oleh-oleh khasnya bernama bakpia. Kue berbentuk bundar itu selalu jadi buruan para wisatawan yang datang. Namun siapa sangka jika di sana terdapat camilan otentik lainnya bernama adrem.
-
Kenapa Bank BRI membantu UMKM Jambu Kristal Tanwiedjie di Purworejo? Bank BRI banyak membantu masyarakat agar bisa terus bertahan dan meningkatkan perekonomian petani jambu kristal.
-
Apa yang dijual di warung Bu Ratmini dan Pak Wiarji? Pak Wiarji bercerita, di warung itu ia dan istrinya menjual aneka makanan dan minuman. Namun tak semua makanan bisa mereka hidangkan. Bu Ratmini mengaku sudah tidak bisa lagi memasak gorengan karena keterbatasan fisik yang ia miliki.
-
Kenapa BRI membantu Rumah Kerajinan Yu Payem? Kualitas produksi Rumah Kerajinan Yu Payem sudah terjamin dan diakui keunikannya di seluruh Yogyakarta. Hal ini yang mendasari Bank Rakyat Indonesia (BRI) ingin membantu memperluas jangkauan pasar usaha milik Payem.
-
Mengapa Bank BRI mendukung Pinarak Chotea & Eatery? “Adanya kafe ini sebagai salah satu bukti dedikasi Bank BRI dalam upaya bersama-sama mencerdaskan kehidupan bangsa, melalui dukungan pemanfaatan lahan di area kampus UGM untuk kepentingan pendidikan kewirausahaan, termasuk pengembangan karya-karya inovatif putra bangsa,” kata Prof. Paripurna mengutip situs ugm.ac.id.
-
Kapan kerja sama antara BRI dan Prudential Indonesia ditandatangani? Kerja sama tersebut ditegaskan melalui penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) oleh Director of Institutional and Wholesale Business BRI Agus Noorsanto, President Director Prudential Indonesia Michellina Laksmi Triwardhany dan President Director Prudential Syariah Omar Sjawaldy Anwar, di Jakarta pada Kamis, 20 Juli 2023.
-
Bagaimana cara Banyuwangi memanfaatkan insentif tersebut? “Sesuai arahan Bapak Wakil Presiden, kami pergunakan insentif ini secara optimal untuk memperkuat program dan strategi penghapusan kemiskinan di daerah. Kami juga akan intensifkan sinergi dan kolaborasi antara pemkab dan dunia usaha. Dana ini juga akan kami optimalkan untuk kegiatan yang manfaatnya langsung diterima oleh masyarakat,” kata Ipuk.
Kue unik ini belakangan mulai banyak ditemukan di acara pariwisata dan kebudayaan khas Yogyakarta, seperti Pasar Kangen, Bantul Expo dan lain sebagainya. Cita rasa yang manis dan sedikit gurih membuat adrem mulai digemari para wisatawan.
Atha Dewi Prihantini (38) jadi salah satu pelestari adrem yang belakangan mulai terangkat ke permukaan. Ibu rumah tangga asal Pedukuhan Piring II, Desa Murtigading, Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul ini mendirikan tempat produksinya di rumah pribadi sejak 2015 lalu.
“Awalnya kan ada pelatihan dari Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul, lalu saya mencari apa makanan khas yang bisa diangkat. Kemudian saya tepikir adrem,” kata perempuan yang akrab disapa Dewi, Sabtu (8/12).
Merdeka.com/Nurul Diva Kautsar
Jadi kue khas Bantul
Adrem merupakan kue tradisional yang berasal dari Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul yang terbuat dari tepung beras, terigu, air, garam, kelapa dan gula jawa atau gula pasir. Semua bahan dicampur di wadah lalu diberi air dan digoreng.
Selama direndam minyak panas, kue adrem akan dibolak-balik menggunakan sumpit hingga bentuknya bulat mengerucut dengan lipatan-lipatan unik.
Dahulu, adrem hanya memakai gula Jawa yang dicairkan dan sulit ditemukan. Warna cokelat pekat dengan tekstur yang lembut jadi ciri khasnya.
“Itu kan awalnya saya bikin yang versi original, pakai gula jawa. Terus saya dapat pesanan lagi yang pakai gula pasir,” kata Dewi.
Viral karena punya nama tolpit
Menurut Dewi, usaha adremnya ia bangun dari bawah. Dewi ingin mengenalkan kue tradisional ini kepada masyarakat luas.
- Soal Pembentukan Tim Pemenangan Muda, Ganjar: Mereka Punya Kemampuan & Pengalaman Sangat Bagus
- Niat Hati Bikin Inovasi Bagi Pejalan Kaki di Bali, Apa Daya Berujung Macet Tak Terkendali
- Makna Prabowo-Gibran Kerap Pakai Baju Warna Biru
- Inovatif, Begini Keseruan Wagub Jateng Jajal Vespa Listrik Karya Mahasiswa Polines
Pemasarannya Dewi lakukan ke para penjual makanan di wilayah Bantul, sampai pedagang sayur keliling agar makin dikenal.
“Kalau pemasarannya ke pasar-pasar tradisional, sama pembelinya akan langsung datang gitu ke rumah biar tahu kalau ada adrem,” katanya.
Adrem juga punya nama populer yakni tolpit dan lebih dikenal di kalangan milenial. Istilah ini tidak dipakai secara resmi karena dianggap tabu oleh masyarakat luas.
“Nah iya, itu sama. Ini jadi nama populernya ya, yang dikenalnya kan itu, pakai nama tadi (tolpit),” ujar Dewi.
Terdampak pandemi Covid-19
Saat munculnya Pandemi Covid-19 dua tahun lalu, usaha adremnya sempat terpuruk. Penjualannya lantas menurun drastis.
Sebelum muncul Pandemi Covid-19, ia mampu memproduksi hingga 50 kilogram adrem setiap hari.
“Pas Pandemi Covid-19 itu benar-benar down, pagawainya saya rolling ada yang masuk ada yang libur. Kalau perbedaan penjualannya kurang lebih hana 20 kiloan,” kata Dewi.
Berinovasi dengan rasa
Salah satu upaya Dewi untuk mengangkat eksistensi adrem adalah berinovasi dengan rasa.
Ia lantas membuat varian rasa lain seperti melon, stroberi dan durian agar bisa menyentuh semua kalangan.
“Terus kadang nanti ada yang pakai nangka sama nanas sesuai pesanan. Dengan daya tahan bisa lima sampai enam hari,” lanjut Dewi.
Bangun paguyuban Adrem Mawar Merah bersama perempuan Sanden
Selain inovasi, Dewi juga merangkul para perempuan di Sanden dan sekitarnya untuk memproduksi adrem melalui paguyuban Mawar Merah. Dewi mengembangkan usaha ini bersama mereka agar penjualannya meningkat, karena produk adrem yang dibuat warga akan terserap.
“Dan di Sanden itu jadi sentra adrem dengan penjualannya di harga Rp6.500 per kotaknya,” cerita Dewi.
Karyawan Adrem yang bekerja di tempat Dewi seluruhnya merupakan kaum perempuan dan berjumlah enam orang.
“Kalau pas Lebaran itu produksinya bisa satu kuintal, dengan omzet kotor hingga Rp60 juta,” kata Dewi.
Gunakan fasilitas Kupedes BRI
Selama mengenalkan adrem sebagai kuliner khas Bantul, Dewi mencoba berbagai upaya, salah satunya fasilitas pinjaman Kredit Usaha Pedesaan (Kupedes) dari BRI.
Dewi kemudian mengajukan pinjaman sebesar Rp110 juta untuk investasi dalam mengembangkan usahanya.
“Saya yang dulu enggak ada mobil jadi punya, buat nganter barang. Sebelumnya itu saya pakai keranjang di motor dan itu sampai ke atas-atas gitu barangnya. Kalau hujan kasian yang ngantar, kuenya basah semua,” kata Dewi.
Proses pengajuannya mudah
Meminjam kebutuhan investasi ke Bank BRI rupanya tidak menyulitkan Dewi. Bahkan di masa Pandemi Covid-19, dia tidak kesulitan membayar cicilan kendati usahanya sedang turun.
“Keringanannya itu seperti saya bisa bayar bunganya saja saat drop karena Covid-19. Terus ditanyain bisa bayarnya berapa, saya bilang Rp1 juta lewat Rp50 ribu. Kan saya ambilnya Rp110 juta waktu itu,” kata Dewi.
Setelah memiliki kendaraan, Dewi jadi tenang dan mudah untuk mengirim pesanan kue adremnya. Dirinya tak khawatir produknya rusak terkena hujan, sehingga produknya sampai ke konsumen dengan kondisi baik.
“Dengan adanya pinjaman tersebut cukup membantu usaha saya, sejak pakai mobil ini di tahun 2020,” katanya.
Semangat ikuti pelatihan
Dewi menjadi salah satu pelaku UMKM yang ingin berkembang. Dewi lantas memupuk semangat untuk mengikuti pelatihan mulai dari packaging sampai pembukuan usaha yang diberikan BRI sebagai salah satu nasabahnya.
“Setelah ada pelatihan pembukuan ini, jadi bisa menentukan skala prioritas pembagian untung, modal, sebelumnya apa-apa ya tinggal ambil-ambil aja dari uang penjualan,” kata Dewi menambahkan.
Ia berharap agar adrem bisa terangkat dan sejajar dengan oleh-oleh khas Jogja lainnya seperti bakpia ataupun gudeg.
“Harapannya ya semoga semuanya lancar dan pemasarannya bisa ke segala penjuru, sampai go international,” imbuh Dewi.
Mengangkat adrem jadi jajanan populer di Yogyakarta
Sementara itu, Mantri UMKM BRI Sanden, Wahyuni Widayati, mengatakan bahwa pihaknya turut membantu UMKM lokal yang memiliki semangat untuk maju seperti Adrem Mawar Merah yang dikelola Dewi.
“Mbak Dewi juga berinovasi ya, ada rasa stroberi, durian, melon, jadi kalau yang muda-muda kan suka,” kata Wahyuni.
Pihaknya juga senantiasa mendampingi dan mendukung kebutuhan para mitranya agar produk yang dihasilnya bisa memiliki jangkauan yang luas.
“Jadi di BRI itu ada produk investasi namanya Kupedes atau kredit usaha pedesaan untuk menggaet UMKM yang lebih besar dalam mengembangkan usahanya, seperti pada Adrem Mawar Merah Ibu Dewi,” tambahnya.
Produk Adrem Mawar Merah sudah diikutkan di beberapa pameran dari BRI. Hal ini bertujuan untuk membantu pemilik usaha mengangkat produknya sehingga makin dikenal secara luas.
“Dari BRI sudah membantu ketika ada pameran, kami ikut sertakan, biar ketika masyarakat datang taunya Jogja enggak hanya bakpia, tetapi ada juga adrem yang merupakan khas Bantul selatan,” katanya.
Rumah produksi Adrem milik Dewi.