Ketahui Ciri-Ciri Anak Autis yang Perlu Diwaspadai, Kenali Sejak Dini
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan pervasif yang secara menyeluruh mengganggu fungsi kognitif dan mempengaruhi kemampuan bahasa, komunikasi dan interaksi sosial. Berikut penjelasan selengkapnya beserta ciri-ciri anak autis yang perlu diketahui.
Autisme adalah gangguan perkembangan yang secara umum tampak di tiga tahun pertama kehidupan anak. Gangguan ini berpengaruh pada komunikasi, interaksi sosial, imajinasi dan sikap (Wright, 2007: 4).
Menurut Yuwono (2009:26), autis merupakan gangguan perkembangan neurobiologis yang sangat kompleks/berat dalam kehidupan yang panjang, yang meliputi gangguan pada aspek interaksi sosial, komunikasi dan bahasa dan perilaku serta gangguan emosi dan persepsi sensori bahkan pada aspek motoriknya. Gejala autistik muncul pada usia sebelum 3 tahun.
-
Bagaimana cara menangani anak autis? Menurutnya, penanganan yang diberikan pun harus sesuai dengan kondisi masalah, usia, dan kebutuhan. Dia mencontohkan, untuk anak autis dengan tipikal anak yang masih belum bisa duduk tenang, belum bisa bicara, dan tantrum, kemungkinan anak itu ada masalah di sensoriknya, dan dapat diberikan terapi sensory.
-
Apa itu Autisme? Autisme merupakan kelompok gangguan spektrum yang mempengaruhi perkembangan sosial, komunikasi, dan perilaku individu. Autism Spectrum Disorder (ASD) mencakup berbagai tingkat keparahan, mulai dari autisme ringan hingga berat.
-
Apa yang bisa menjadi salah satu tanda autisme pada anak? Salah satu ciri khas autisme adalah variasi dalam perilaku anak-anak yang terpengaruh. Siapa sangka, tanda autisme pada anak ini ternyata bisa ditandai dengan perilaku sederhana seperti kebiasaan berjalan.
-
Bagaimana cara menangani anak yang mengalami autisme? “Biasanya pada anak autis kita enggak mencari pasti penyebabnya. Pemeriksaan darah, CT Scan, biasanya tidak kita lakukan, kita langsung masuk ke intervensi untuk penanganannya,” katanya.
-
Apa yang menyebabkan anak autis? Dia menjelaskan, dalam ilmu psikiatri, kedokteran maupun di psikologi, belum ada yang bisa menjelaskan secara pasti apa penyebabnya, karena banyak yang dapat menjadi faktor risiko. Dia mencontohkan seperti kelainan DNA karena mutasi gen, kehamilan di usia-usia yang berisiko, atau stres dan kecemasan saat hamil.
Muhammad (2008:103) seperti yang dikutip dalam publikasi uin-malang.ac.id menyatakan bahwa anak autisme sering menimbulkan kekeliruan bagi pengasuhnya karena mereka kelihatan normal tetapi memperlihatkan tingkah laku dan pola perkembangan yang berbeda. Pemahaman dan tanggapan yang salah terhadap keadaan ini, akan menghambat perkembangan anak yang serius dalam semua bidang, terutama dalam bidang kemampuan sosial dan komunikasi.
Dari beberapa definisi tersebut, disimpulkan bahwa autisme adalah suatu gangguan perkembangan pervasif yang secara menyeluruh mengganggu fungsi kognitif dan mempengaruhi kemampuan bahasa, komunikasi dan interaksi sosial. Gangguan-gangguan ini seringnya saling berkaitan sehingga semuanya dapat digambarkan sebagai tiga serangkai.
Gejala lain yang muncul antara lain berupa kehidupan dalam dunia tanpa menghiraukan dunia luar. Berikut penjelasan selengkapnya beserta ciri-ciri anak autis yang perlu diketahui:
Pengertian Autis
Autis merupakan gangguan perkembangan neurobiologis yang sangat komplek dalam kehidupan yang meliputi gangguan pada aspek interaksi sosial, komunikasi dan bahasa, dan perilaku serta gangguan emosi dan persepsi sensori bahkan pada aspek motoriknya.
Gejala autis muncul pada usia sebelum 3 tahun (Yuwono, 2012). Autis adalah suatu bentuk ketidakmampuan dan gangguan perilaku yang membuat penyandang lebih suka menyendiri. Disamping itu autis juga merupakan suatu gangguan perkembangan fungsi otak yang kompleks dan sangat bervariasi (spektrum). Biasanya, gangguan ini meliputi cara berkomunikasi, berinteraksi sosial dan kemampuan berimajinasi (Mulyati, 2010).
Autis merupakan suatu gangguan perkembangan, gangguan pemahaman pervasif, dan bukan suatu bentuk penyakit mental (Peeters, 2012). Autis merupakan gangguan pada perkembangan interaksi sosial, komunikasi serta munculnya perilaku-perilaku berulang yang tidak mempunyai tujuan.
Autis bisa muncul mengikuti retardasi mental namun bisa juga tidak. Selain itu autis itu sendiri tidak memiliki keterkaitan dengan kecerdasan walaupun sering ditemukan kemampuan verbal lebih rendah daripada yang lain (Suryaningrum, Ingarianti, & Anwar, 2016). Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa autis merupakan gangguan pada perkembangan, baik itu komunikasi, interaksi sosial maupun emosi yang ditandai dengan munculnya perilaku yang berulang.
Penyebab Anak Autis
Seorang ahli embrio bernama Patricia Rodier menyebutkan bahwa gejala autis disebabkan karena terjadinya kerusakan jaringan otak. Peneliti lain menyebutkan karena bagian otak untuk mengendalikan memori dan emosi menjadi lebih kecil dari anak normal (Suteja, 2014). Seiring dengan perkembangan jaman, berkat alat kedokteran yang semakin canggih dan diperkuat dengan autopsy, ditemukan beberapa penyebab autisme, antara lain:
1. Faktor neurobilogis
Gangguan neurobiologist pada susunan saraf pusat (otak). Biasanya, gangguan ini terjadi dalam tiga bulan pertama masa kehamilan, bila pertumbuhan sel-sel otak di beberapa tempat tidak sempurna (Maulana, 2007:19).
2. Masalah genetik
Menurut Maulana (2007:19) Faktor genetik juga memegang peranan kuat, dan ini terus diteliti. Pasalnya, banyak manusia mengalami mutasi genetik yang bisa terjadi karena cara hidup yang semakin modern (penggunaan zat kimia dalam kehidupan sehari-hari, faktor udara yang semakin terpolusi). Beberapa faktor yang juga terkait adalah usia ibu saat hamil, usia ayah saat istri hamil, serta masalah yang terjadi saat hamil dan proses kelahiran (Ginanjar, 2008).
3. Masalah selama kehamilan dan kelahiran
Masalah pada masa kehamilan dan proses melahirkan, resiko autisme berhubungan dengan masalah-masalah yang terjadi pada masa 8 minggu pertama kehamilan. Ibu yang mengkonsumsi alkohol, terkena virus rubella, menderita infeksi kronis atau mengkonsumsi obat-obatan terlarang diduga mempertinggi resiko autisme. Proses melahirkan yang sulit sehingga bayi kekurangan oksigen juga diduga berperan penting. Bayi yang lahir premature atau punya berat badan dibawah normal lebih besar kemungkinnanya untuk mengalami gangguan pada otak dibandingkan bayi normal (Ginanjar, 2008).
5. Keracunan logam berat
Keracunan logam berat merupakan kondisi yang sering dijumpai ketika anak dalam kandungan. Keracunan logam seperti timbal, merkuri, cadmium, spasma infantile, rubella kongenital, sclerosis tuberosa, lipidosis serebral, dan anomaly komosom X rapuh. Racun dan logam berat dari lingkungan, berbagai racun yang berasal dari pestisida, polusi udara, dan cat tembok dapat mempengaruhi kesehatan janin. Penelitian terhadap sejumlah anak autis menunjukkan bahwa kadar logam berat (merkuri, timbal, timah) dalam darah mereka lebih tinggi dibandingkan anak-anak normal (Veskarisyanti, 2008: 17).
6. Terinveksi virus
Lahirnya anak autistik diduga dapat disebabkan oleh virus seperti rubella, toxoplasmosis, herpes, jamur, nutrisi yang buruk, perdarahan, dan keracunan makanan pada masa kehamilan yang dapat menghambat pertumbuhan sel otak yang meyebabkan fungsi otak bayi yang dikandung terganggu terutama fungsi pemahaman, komunikasi dan interaksi. Gangguan metabolisme, pendengaran, dan penglihatan juga diperkirakan dapat menjadi penyebab lahirnya anak autistik (Maulana, 2007: 19).
6. Vaksinisasi
Vaksinisasi MMR (Measles, Mumps dan Rubella) menjadi salah satu faktor yang diduga kuat menjadi penyebab autisme walaupun sampai sekarang hal ini masih jadi perdebatan. Zat pengawet pada vaksinisasi inilah (Thimerosal) yang dianggap bertanggung jawab menyebabkan autisme. Untuk menghindari resiko maka beredar informasi bahwa sebaiknya vaksinisasi diberikan secara terpisah atau menggunakan vaksinisasi yang tidak mengandung thimerosal. Cara lain adalah menunggu anak berusia 3 tahun untuk meyakinkan bahwa masa kemunculan ciri-ciri autisme telah lewat.
7. Kelebihan Peptida Opitoid
Menurut Sastra (2011:136) peptida berasal dari pemecahan protein gluten yang ditemukan dalam gandum dan protein casein. Protein gluten berasal dari protein susu yang diperlukan dalam jumlah sedikit untuk aktivitas otak.
Ciri-Ciri Anak Autis
Ciri-ciri anak autis yang dapat diamati dalam lingkungan sehari-hari adalah sebagai berikut, seperti yang dikutip dari publikasi unimus.ac.id:
1. Ciri-Ciri Anak Autis Dilihat dari Segi Perilaku;
- Cuek terhadap lingkungan.
- Perilaku tak terarah; mondar mandir, lari-lari, manjat-manjat, berputar-putar, lompat-lompat dan sebagainya.
- Kelekatan terhadap benda tertentu.
- Perilaku tak terarah.
- Terpukau terhadap benda yang berputar atau benda yang bergerak (Yuwono, 2012).
2. Ciri-Ciri Anak Autis Dilihat dari Segi Interaksi Sosial;
- Tidak mau menjalin interaksi seperti kontak mata, ekpresi muka, posisi tubuh serta gerak gerik kurang setuju.
- Kesulitan dalam bermain dengan orang lain ataupun teman sebayanya.
- Tidak empati, perilakunya hanya sebagai minat atau kesenangan.
- Kurang bisa melakukan interaksi sosial dan emosional 2 arah (Moore, 2010).
3. Ciri-Ciri Anak Autis Dilihat dari Segi Komunikasi dan Bahasa;
- Terlambat bicara.
- Tidak ada usaha untuk berkomunikasi secara non verbal dengan bahasa tubuh.
- Meracau dengan bahasa yang tidak dapat dipahami.
- Membeo (echolalia).
- Tidak memahami pembicaraan orang lain (Nugraheni, 2008).
Secara kuantitas dan kualitas, ciri-ciri yang ditunjukkan oleh anak autis berbeda-beda. Ciri-ciri anak autis yang muncul secara umum yaitu:
- Gangguan pada komunikasi verbal dan nonverbal, seperti terlambat bicara atau tidak dapat berbicara sama sekali, mengeluarkan kata-kata yang tidak dapat dimengerti oleh orang lain. Disamping itu, dalam berbicara tidak digunakan untuk komunikasi tapi hanya meniru atau membeo bahkan beberapa anak sangat pandai menirukan beberapa nyanyian maupun kata-kata tanpa mengerti artinya, kadang bicara monoton seperti robot, mimik mukanya datar, dan bila mendengar suara yang disukainya akan bereaksi dengan cepat.
- Gangguan pada bidang interaksi sosial, yaitu anak menolak atau menghindar untuk bertatap muka, anak mengalami ketulian, merasa tidak senang dan menolak bila dipeluk, tidak ada usaha melakukan interaksi dengan orang disekitarnya, jika ingin sesuatu ia akan menarik tangan orang yang terdekat dan mengharapkan orang tersebut melakukan sesuatu untuknya. Disamping itu, bila didekati untuk bermain justru menjauh, tidak berbagi kesenangan dengan orang lain, kadang mereka mendekati orang lain untuk makan atau duduk dipangkuan sebentar kemudian berdiri tanpa memperlihatkan mimic apapun.
- Gangguan pada bidang perilaku dan bermain, seperti tidak mengerti cara bermain, bermain sangat monoton dan melakukan gerakan yang sama berulang-ulang sampai lama, jika sudah senang satu mainan tidak mau mainan lain dan cara bermainnya pun aneh, terdapat kelekatan dengan benda-benda tertentu, sering melakukan perilaku rituslistik, dapat terlihat hiperaktif sekali misalnya tidak dapat diam, lari ke sana kemari, melompat-lompat, berputar-putar, dan memukul benda berulang-ulang (Mulyati, 2010).
Diagnosa Anak Autis
Mengutip S.A Nugraheni dalam Buletin Psikologi UGM, autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Karena bila diperhatikan maka ada kesan bahwa penyandang autisme seolah-olah hidup di dunianya sendiri.
Secara umum, penyandang autisme dapat dikelompokkan menurut adanya gangguan perilaku yaitu gangguan interaksi sosial, gangguan komunikasi, gangguan perilaku motorik, gangguan emosi dan gangguan sensori (Sutadi, 1997). Sedangkan secara definisi yang mudah dimengerti autisme adalah suatu penyakit otak yang mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya kemampuan seseorang untuk berkomunikasi, berhubungan dengan sesama dan memberi tanggapan terhadap lingkungannya (Hartono, 2002).
Menegakkan diagnosis gangguan autisme tidak memerlukan pemeriksaan yang terlalu canggih seperti brain-mapping, CT-Scan, MRI dan lain sebagainya. Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut hanya dilakukan bila ada indikasi, Misalnya bila anak kejang maka EEG atau brainmapping dilakukan untuk melihat apakah ada epilepsi.
Autisme adalah gangguan perkembangan pada anak, oleh karena itu diagnosis ditegakkan dari gejala-gejala yang tampak yang menunjukkan adanya penyimpangan dari perkembangan yang normal sesuai umurnya (Budhiman, 1997).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah merumuskan suatu kriteria yang harus dipenuhi untuk dapat menegakkan diagnosis autisme. Rumusan ini dipakai di seluruh dunia dan dikenal dengan sebutan ICD-10 (International Clasification of Diseases) 1993. Rumusan diagnostik lain yang juga dipakai di seluruh dunia untuk menjadi panduan diagnosis adalah yang disebut DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual) 1994, yang dibuat oleh grup psikiatri dari Amerika. Isi ICD-10 maupun DSM-IV sebenarnya sama.