Lebih Dekat dengan Try Sutrisno, Anak Sopir Ambulans yang Jadi Wapres RI
Mantan Wapres RI ini pernah jualan rokok dan koran untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Momen Presiden Jokowi diduga tidak menyalami Wakil Presiden ke-6 RI, Jenderal (Purn) TNI Try Sutrisno pada Perayaan hari jadi ke-79 Tentara Nasional Indonesia (TNI) tengah menjadi perbincangan hangat.
Merespons dugaan Jokowi tak menyalami Try Sutrisno, pihak Istana Negara pun membantah. Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden, Yusuf Permana menuturkan bahwa Jokowi sudah menyalami Try Sutrisno sebelumnya di ruang tunggu.
- Rukun & Damai, Sosok Seorang Petani Sederhana Punya Istri Tiga dan 8 Anak Tinggal Satu Atap 'Dari Pada Selingkuh'
- Penyesalan Terlambat Sopir Ambulans RSUD Sintang, Semula Arogan Turun Jenazah Kini Minta Maaf & Terancam Sanksi
- Momen Sopir Ambulans Ikut Sedih karena Pasien yang Dibawanya Meninggal saat Hampir Sampai Rumah, Bikin Sedih
- Ternyata Darah Militer Jenderal Try Sutrisno Tak Berhenti di Anak, ini Sosok Cucu-cucunya Jadi Perwira TNI
Sementara itu, di ruang tunggu Jokowi belum sempat bertemu Wapres ke-10 dan 12 Jusuf Kalla (JK), Wapres ke-11 Boediono hingga istri Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur) Sinta Nuriyah.
Sehingga di panggung utama, Jokowi hanya menyalami JK, Sinta, dan Boediono.
“Bapak Presiden (Jokowi) sudah salaman dan menyapa Wakil Presiden ke-6 Bapak Try Sutrisno beserta Ibu di Holding VVIP Room," terang Yusuf, Senin (7/10).
Sosok Try Sutrisno
Try lahir di Kota Surabaya pada 15 November 1935. Ia lahir dalam keluarga sederhana, ayahnya bernama Subandi bekerja sebagai sopir ambulans dan sang ibu, Mardiyah adalah ibu rumah tangga.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia dan Belanda mengklaim negara ini sebagai koloni mereka, Try sekeluarga pindah dari Surabaya ke Mojokerto. Sang ayah, Subandi bekerja sebagai petugas medis untuk Batalyon Angkatan Darat Poncowati.
Penghasilan sang ayah sebagai petugas medis tak seberapa, Try pun terpaksa berhenti sekolah demi mencari nafkah. Ia mencoba peruntungan dengan jualan rokok dan koran.
Pada usia 13 tahun, Try Sutrisno ingin bergabung dengan Batalyon Poncowati dan melawan Belanda, namun tidak ada yang menganggap serius niatnya. Try kemudian dipekerjakan sebagai kurir. Ia bertugas mencari informasi ke daerah-daerah yang diduduki tentara Belanda serta mengambil obat untuk Angkatan Darat Indonesia.
Pada tahun 1949, Belanda mundur dan mengakui kemerdekaan Indonesia. Try Sutrisno dan keluarganya pun kembali ke Surabaya. Try akhirnya menyelesaikan pendidikan SMA pada tahun 1956.
Setelah lulus SMA, Try Sutrisno mendaftar di ATEKAD (Akademi Teknik Angkatan Darat), sayangnya ia gagal dalam pemeriksaan fisik. Meski demikian, Mayor Jenderal GPH Djatikusumo tertarik dengan Try dan memanggilnya kembali. Try Sutrisno diberi kesempatan ikut pemeriksaan psikologis di Bandung dan ia diterima di ATEKAD.
Perjalanan Karier
Pengalaman militer pertama Try Sutrisno yakni saat ia melawan pemberontakan PRRI pada tahun 1957. Dua tahun kemudian yakni pada tahun 1959, Try lulus dari ATEKAD. Ia kemudian bertugas di sejumlah daerah seperti Sumatra, Jakarta, dan Jawa Timur.
Pada tahun 1961, saat usianya 26 tahun, Try mengakhiri masa lajangnya dengan menikahi seorang guru kelahiran Bandung, Tuti Sutiawati. Pernikahan keduanya dikaruniai tujuh orang anak.
Mengutip situs id.scribd.com, pada tahun 1972, Try dikirim ke Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (Seskoad). Dua tahun kemudian, Try terpilih menjadi ajudan Presiden Soeharto. Soeharto pun menyukai Try dan sejak saat itu, karier militer Try meroket.
Ia dipercaya mengemban sejumlah jabatan penting, di antaranya: Kepala Staf di KODAM XVI/Udayana, Panglima KODAM V/Jaya, Wakil KSAD dan Kepala Staf TNI Angkatan Darat, Panglima ABRI, Panglima ABRI, hingga Wakil Presiden. Bahkan, sosoknya sempat digadang-gadang menjadi presiden RI usai jatuhnya Soeharto.