Menilik Penyebab Tsunami Selat Sunda dan Sejarahnya yang Panjang, Ini Selengkapnya
Penyebab tsunami Selat Sunda menarik untuk dipelajari, karena peristiwa ini tak hanya terjadi sekali dua kali. Berdasarkan sejarah, tsunami Selat Sunda telah terjadi berulang kali dan tercatat dalam katalog tsunami negara. Terakhir, tsunami Selat Sunda terjadi pada tahun 2018 silam. Ini ulasannya.
Penyebab tsunami Selat Sunda menarik untuk dipelajari, karena peristiwa ini tak hanya terjadi sekali dua kali. Berdasarkan sejarah, tsunami Selat Sunda telah terjadi berulang kali dan tercatat dalam katalog tsunami negara. Terakhir, tsunami Selat Sunda terjadi pada tahun 2018 silam.
Penyebab tsunami Selat Sunda diketahui terdiri dari beberapa faktor geologi, di antaranya adalah erupsi gunung api bawah laut Krakatau yang terjadi tahun 416, 1883, dan 1928; gempa bumi pada tahun 1722, 1852, dan 1958; dan penyebab lainnya yang diduga kegagalan lahan berupa longsoran baik di kawasan pantai maupun di dasar laut pada tahun 1851, 1883, dan 1889.
-
Kapan tsunami Storegga terjadi? Tsunami kolosal yang melanda Eropa utara lebih dari 8.000 tahun yang lalu mungkin telah membinasakan penduduk Zaman Batu di Inggris utara.
-
Kapan tsunami terjadi? Tsunami merupakan gelombang air laut besar yang dipicu oleh pusaran air di bawah laut akibat pergeseran lempeng bumi, erupsi gunung berapi bawah laut, hingga jatuhnya meteor ke laut.
-
Kapan pulau itu dihantam oleh tsunami? Hanya beberapa hari sebelum kejadian, kapal pesiar sudah ada di sana dan berada di pantai.
-
Di mana tsunami Storegga terjadi? Tsunami kolosal yang melanda Eropa utara lebih dari 8.000 tahun yang lalu mungkin telah membinasakan penduduk Zaman Batu di Inggris utara.
-
Apa penyebab tsunami Storegga? Dipicu oleh tanah longsor besar di bawah air di lepas pantai Norwegia, peristiwa ini menyebabkan gelombang raksasa setinggi lebih dari 20 meter (65 kaki) menghantam Kepulauan Shetland, yang terletak di utara daratan Skotlandia.
-
Kapan Gunung Krakatau meletus dan menyebabkan tsunami dahsyat? Letusan dahsyat Gunung Krakatau terjadi pada 27 Agustus 1883.
Kondisi tektonik Selat Sunda pun sangat rumit, karena berada pada wilayah batas Lempeng India-Australia dan Lempeng Eurasia. Di mana, ini adalah tempat terbentuknya sistem busur kepulauan yang unik dengan asosiasi palung samudera, zona akresi, busur gunung api dan cekungan busur belakang.
Palung Sunda yang menjadi batas pertemuan lempeng merupakan wilayah yang paling berpeluang menghasilkan gempa-gempa besar, yang pada akhirnya dapat memicu kemunculan tsunami. Berikut penjelasan selengkapnya mengenai penyebab tsunami Selat Sunda yang menarik untuk Anda pelajari, dilansir dari berbagai sumber.
Penyebab Tsunami Selat Sunda 2018
Diketahui, tsunami Selat Sunda terakhir terjadi pada 22 Desember 2018 dan memakan korban jiwa hingga 430 orang. Tsunami ini juga menyebabkan kerusakan pemukiman, infrastruktur, dan lahan yang tak sedikit, hingga membawa banyak kerugian material bagi warga yang terdampak.
Tsunami yang menyebabkan gelombang ombak tinggi menerjang pantai di sekitar Pandeglang, Serang, dan Lampung Selatan. Gelombang ombak tersebut awalnya hanya dinyatakan sebagai gelombang pasang, tetapi kemudian diralat dan disebut sebagai bencana tsunami.
Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisiska (BMKG) dan Badan Geologi, penyebab tsunami Selat Sunda pada tahun tersebut dikarenakan oleh adanya longsor bawah laut akibat erupsi Gunung Anak Krakatau.
Mengutip Yudhicara dan K. Budiono dalam tulisannya di Jurnal Geologi Indonesia, sepanjang sejarahnya perairan Selat Sunda memang telah berkali-kali mengalami gempa bumi dalam magnitudo di atas 6 Skala Richter, dengan kedalaman yang relatif dangkal, dan mekanisme gempa vertikal. Hal tersebut dapat berpotensi menimbulkan tsunami.
Sejarah Panjang Tsunami Selat Sunda
Pada tahun 1883, di Kawasan Selat Sunda telah terjadi letusan Gunung Api Krakatau. Peristiwa bersejarah tersebut menarik perhatian dari seluruh dunia, karena material yang dimuntahkannya memicu terjadinya tsunami yang melanda sebagian Sumatera bagian selatan dan Jawa Barat bagian barat, sehingga menewaskan lebih kurang 36.000 jiwa manusia.
Berdasarkan katalog tsunami yang ditulis oleh Soloviev dan Go (1974), telah tercatat adanya beberapa kali peristiwa bencana tsunami di Selat Sunda. Di dalam katalog dijelaskan bahwa tsunami tersebut dipicu salah satunya oleh erupsi gunung api yang pernah terjadi pada tahun 416 yang terekam dalam sebuah kitab Jawa yang berjudul Pustaka Raja (“Book of Kings”), yang diduga sebagai gunung api Krakatau kuno.
Setelah peristiwa erupsi gunung api bawah laut Krakatau di tahun 1883, erupsi-erupsi kecil berlangsung pada tahun 1884, menghasilkan tsunami kecil yang teramati di sekitar Selat Sunda. Peristiwa yang sama kembali terjadi pada tahun 1928, dan tsunami kecil teramati sekitar Gunung Api Anak Krakatau.
Dalam katalog tersebut juga dijelaskan bahwa tsunami pernah teramati setelah adanya peristiwa gempa bumi yang berpusat di dasar laut, di antaranya pada tahun 1722, 1757, 1852, dan 1958.
Katalog tersebut juga merekam adanya kenaikan muka air laut yang diduga sebagai tsunami kecil bersifat lokal, teramati di beberapa kawasan pantai dengan penyebab yang belum diketahui, yaitu pada tahun 1851, 1883 (dua bulan setelah peristiwa erupsi Gunung Api Krakatau) dan 1889.
Diduga, terdapat peristiwa geologi lainnya yang menjadi penyebab terjadinya tsunami di Selat Sunda selain erupsi gunung api dan gempa bumi bawah laut. Penyebab tsunami Selat Sunda lainnya tersebut adalah peristiwa longsoran di kawasan pantai dan di dasar laut.
(mdk/edl)